- All
- Artikel
Koneksi PM Gontor dan Bina Insan Mulia Cirebon
Sebuah kehormatan dan keberkahan bagi kami dikunjungi KH. Husnan Bey Fananie (Cucu Pendiri Pondok Modern Gontor dari bani KH. Ahmad Fanani, Sekretaris Badan Wakaf Pondok Modern Gontor, Mantan Dubes RI…
HARAPAN DAN KETAKUTAN UNTUK KEKUATAN HATI
Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist Ketika dikaitkan dengan dorongan berprestasi dan berkontribusi, maka kekuatan inti manusia terletak di hati, bukan di fisik atau di usia. Kiprah…
MENDADAK JADI IBLIS
Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist Hampir semua stasiun TV besar menyajikan program kriminal. Ini kemungkinannya hanya dua: bisa jadi acara itu banyak peminat atau bisa juga…
KERACUNAN MORAL, AWAS!
Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialis Tanpa status agama, manusia masih diberi kesempatan untuk hidup. Tapi tanpa moral, yang merupakan seruan inti agama, hidup seseorang akan mati….
5 KEGAGALAN TIM YANG MENGACAUKAN KINERJA
Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist | www.akademisoftskills.com Praktik membuktikan bahwa kinerja dan keandalan sebuah tim tidak ditentukan oleh kehebatan individu. Ibarat sebuah masakan, justru yang lebih…
KENAPA PROTES DIRI ITU PENENTU KARAKTER PRIBADI?
Serial Kecerdasan Hati KENAPA PROTES DIRI ITU PENENTU KARAKTER PRIBADI? Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist Sering ada pertanyaan, kenapa ketika di Singapore atau Finlandia, orang Indonesia…
LIMA PILAR KEPERCAYAAN
Serial Kecerdasan Hati LIMA PILAR KEPERCAYAAN Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist Dalam hubungan profesional di tingkat individu dan organisasi, kepercayaan (trust) menempati posisi yang paling menentukan….
APA KESALAHAN KITA DALAM MENANGANI STRES?
APA KESALAHAN KITA DALAM MENANGANI STRES? | Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist | Stres adalah konsekuensi dari gerakan. Ibarat jiwa kita ini mesin, supaya gerakan itu…
5 Tips untuk Caleg Gagal Supaya Tidak Stres, Ubah Kegagalan Jadi Kebangkitan
5 Tips untuk Caleg Gagal Supaya Tidak Stres, Ubah Kegagalan Jadi Kebangkitan Masyarakat Indonesia sangat adaptif dengan berbagai macam musibah. Mereka mencoba terus menjalani hidup meski peristiwa tak menyenangkan terjadi….
MEMBEDAKAN RIDHO KONSTRUKTIF DAN RIDHO DESTRUKTIF
Serial Kecerdasan Hati MEMBEDAKAN RIDHO KONSTRUKTIF DAN RIDHO DESTRUKTIF Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist “Apakah kalian sudah beriman?” demikian pertanyaan Rasulullah SAW kepada sekelompok orang Madinah…
KEBAIKAN YANG MEMBUAHKAN KEBURUKAN DAN KERUGIAN
Serial Kecerdasan Hati KEBAIKAN YANG MEMBUAHKAN KEBURUKAN DAN KERUGIAN Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist Ternyata, tidak semua kebaikan akan membuahkan Kebaikan. Ada kebaikan yang malah membuahkan…
GANGGUAN MENTAL MENJADI PALING MENGKHAWATIRKAN DUNIA!
Serial Kecerdasan Hati GANGGUAN MENTAL MENJADI PALING MENGKHAWATIRKAN DI DUNIA! Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist | www. kecerdasanhati.com Survei internasional mengungkap, gangguan mental menjadi masalah nomor…
MOTIVASI KERJA
MOTIVASI KERJA
Hasil riset dan praktik menemukan empat hal ini sering meng-anjlok-an motivasi seseorang dalam pekerjaan atau peranan: 1) kehilangan makna sehingga terasa pekerjaan itu tak berarti lagi, 2) kurang “pede” untuk mensukseskan pekerjaan, 3) terlibat konflik destruktif, dan 4) banyaknya penafsiran pribadi yang menggelapkan hati. “Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya. Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya,” (al-Quran, asy-Syams: 8-10).
(Serial Kecerdasan Hati, Ubaydillah Anwar, Heart Intelligece & Soft Skills Specialist)
www.kecerdasanhati.com
www.kecerdasanhati.ic
#MajalahAlbab
REFLEKSI AGUSTUS
REFLEKSI AGUSTUS
Ketidakdilan hukum (tumpul ke atas dan tajam ke bawah) oleh penguasa dan kekikirian (masyarakat) adalah dua hal yang diingatkan oleh Rasulullah SAW menjadi penyebab hancurnya umat terdahulu.
“ . . . Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Aisyah).
“ . . . Kekikiran mendorong mereka untuk saling menumpahkan darah dan menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh diri mereka sendiri.” (HR Muslim). MERDEKA!
(Serial Kecerdasan Hati, Ubaydillah Anwar, Heart Intelligece & Soft Skills Specialist)
#ubaydillahAnwar
#www.kecerdasanhati.com
#www.kecerdasanhati.id
#majalahAlbab
4 ALASAN PENTING KENAPA ORANG LAIN MEMPERCAYAI ANDA
KESALAHAN MANAJEMEN HATI
KESALAHAN MANAJEMEN HATI
Optimal dalam menjalankan usaha itu wajib hukumnya, tetapi menggantungkan hasil pada usaha yang kita lakukan adalah kesalahan dalam mengelola hati.
Soal hasil, hati harus bergantung pada kekuasaan ilahi. “Al-Akhdzu bil asbabi wajibun, wal I’timadu alal asbabi makshiyatun,” demikian ajaran tauhid berpesan. Kita yang mengusahakan dan Dialah yang menentukan!
(Serial Kecerdasan Hati, Ubaydillah Anwar, Heart Intelligece & Soft Skills Specialist)
#ubaydillahAnwar
#majalahalbab
PANDUAN BERMITRA DARI IMAM GHAZALI
PANDUAN BERMITRA DARI IMAM GHAZALI
Jangan bersahabat dengan orang yang akal sehatnya hilang (al-ahmaq). Dia akan mencelakakanmu dan paling tidak hanya akan memanfaatkanmu untuk kepentingannya.
Jangan bersahabat dengan orang yang akhlaknya buruk. Dia akan kehilangan kontrol dirinya pada saat marah atau pada saat bersyahwat terhadap sesuatu. Ini akan membuat posisimu terancam setiap saat.
Jangan bersahabat dengan orang yang cintanya pada dunia sampai ke tingkat rakus. Bersahabat dengan merekan akan mengantarkanmu menjadi rakus juga.
Jangan bersahabat dengan para pembohong. Engkau akan masuk ke dalam rentetan tipuan demi tipuan.
(Disari dari Mawaidul Imam al-Ghazali)
TERNYATA CARA BERSEDEKAH ITU SEBANYAK JALAN MENUJU ROMA
TERNYATA CARA BERSEDEKAH ITU
SEBANYAK JALAN MENUJU ROMA
Beginilah kisahnya . . .
Sekelompok sahabat datang menemui Rasulullah SAW. Mereka menyampaikan curahan hatinya kepada Nabi: ya Rasululallah, betapa enaknya menjadi orang yang kaya raya itu karena bisa mendapatkan begitu banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat. Mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Namun mereka bisa bersedekah dengan limpahan harta yang mereka miliki, sedang kami yang miskin tak bisa melakukan itu.
Rasulullah kemudian menanggapi: bukankah Allah telah menjadikan kepadamu hal-hal yang bisa engkau sedekahkan? Sesungguhnya setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, memerintahkan yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah kemunkaran adalah sedekah, dan dalam kemaluan kalian ada sedekah.
Para sahabat bertanya: wahai Rasul, apakah bila salah seorang di antara kami menyalurkan syahwatnya (dengan cara dan ke tempat yang benar) mendapatkan pahala?
Rasul menjawab: apa pendapat kalian bila ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram bukankah ia mendapat dosa? Maka demikian pula bila ia menyalurkannya pada yang halal ia mendapat pahala.
Ditulis oleh Ibn Rajab dalam Jâmi’ al-‘Ulûm wa al-Hikam berdasarkan hadits yg diriwayatkan Imam Bukhori dan Muslim.
#ubaydillahanwar
#www.kecerdasanhati.com
#www.kecerdasanhati.id
#majalah albab
Ponpes Attaqwa Putra Gelar Workshop Kecerdasan Hati untuk Para Dewan Guru Pesantren
Ponpes Attaqwa Putra Gelar Workshop Kecerdasan Hati untuk Para Dewan Guru Pesantren
Pondok Pesantren Attaqwa Putra menggelar workshop khusus untuk Dewan Guru Pesantren bertajuk Mengabdi dengan Kecerdasan Hati, di Auditorium Utama KH. Noer Ali, Yayasan Attaqwa Ujungharapan Bekasi, Senin (7/8/2023) lalu.
Workshop yang merupakan kegiatan berkala dalam rangka meningkatkan SDM para guru tersebut dipandu Kepala Litbang Ponpes Attaqwa Putra, Ust. H. Al-Fathan, B.Sc., MITC., dan menghadirkan pemateri Dr. (HC) Ubaydillah Anwar, CSC., CPT., seorang writer, trainer dan speaker pengembangan soft skills dan spiritualitas Islam berbasis kecerdasan hati (heart intelligence).
Narasumber yang sejak 2004 telah menjadi associate trainer, counselor dan juga speaker di perusahaan, lembaga internasional dan BUMN ini menyatakan bahwa Al-Quran dan para ulama Islam telah berbicara jauh lebih maju tentang kecerdasan hati dibanding dunia Barat.
“Kajian Barat baru sampai pada abad belakangan tentang pembahasan al-qalbu, yang dalam bahasa Arab bisa bermakna hati ataupun jantung, dan kaitannya dengan kesehatan manusia,” ungkap Ubaydillah Anwar.
“Sementara Al-Ghazali, Ibn Athoillah As-Sakandary dan para ulama tasawuf lainnya sudah beberapa abad sebelumnya berbicara dan jauh lebih dalam membahas tentang hati dan kaitannya dengan semua aktifitas tubuh manusia, kesehatan fisik dan juga jiwa manusia,” sambungnya.
Penulis puluhan artikel tentang kecerdasan hati ini juga mengatakan bahwa Al-Quran menggunakan idiom yang sangat variatif tatkala berbicara tentang hati.
“Ada Qalbun, Fuad, Lubb dan istilah-istilah lainnya dalam Al-Quran yang semuanya memiliki makna yang berbeda dan spesifik namun sangat berkaitan dengan hati,” jelasnya.
Lebih lanjut dipaparkan bahwa untuk menjaga dan meningkatkan kecerdasan hati, ada beberapa hal yang harus dilakukan : Pertama, Apresiasi hati dengan menemukan hal-hal penting dan non material yang patut disyukuri.
Untuk menemukannya, narasumber yang juga santri Langitan ini memberikan 4 kata kunci, yaitu menemukan purpose (tujuan), meaning (alasan spiritual), passion (kelebihan yang terus memanggil kita untuk melakukan pekerjaan dengan baik) dan problem (tantangan yang harus kita taklukkan).
“Dengan menemukannya seluruh tubuh anda akan bergerak karena keterpanggilan dan pengabdian untuk selalu berbuat yang terbaik. Sebagaimana Almaghfurlah KH. Noer Ali mampu memberikan segalanya yang dimiliki untuk Attaqwa dan Indonesia, bahkan secara totalitas di atas kepentingan dirinya dan keluarganya,” ujar Ubaydillah Anwar memberikan contoh konkrit kepada guru-guru Attaqwa Putra.
Kedua, adalah melakukan gerakan hati dengan selalu berupaya berprestasi dan berkonstribusi secara terukur dan terstandar, melakukan reskilling dan upskilling dalam ”ilmu hal,” hingga kita akan mencapai kualitas “sustainable career” hidup tanpa pensiun, mengabdi sepanjang hayat.
Ketiga, kerendahan hati, yang dengannya kita mampu menghormati orang lain sambil melawan kesombongan diri, juga siap membuka diri untuk berubah dan merespon perubahan dengan cara yang positif.
Ubaydillah Anwar menjelaskan efek kerendahan hati adalah kesehatan mental dan keadaan jiwa yang selalu positif.
Jika energi positif selalu ada dalam diri, pikiran dan perbuatan maka dia akan menular pada orang lain dan menjadi bola salju yang terus akan menciptakan hal-hal positif lainnya yang luar biasa.
“Bahasa Al-Qurannya adalah Nur ‘ala Nur, cahaya di atas cahaya,” papar alumni gontor 1993 ini.
Sementara dalam kalimat pembuka workshop, Pimpinan Pondok Pesantren Attaqwa Putra, KH. Husnul Amal Mas’ud, Lc., D.E.S.A., menjelaskan visi dan program-program pesantren ke depan yang membutuhkan kerja dan kontribusi positif semua sektor dan stake holder pesantren termasuk para guru.
“Semua khidmah kita untuk pondok Attaqwa ini, agar menjadi ibadah berawal dari hati dan niat pengabdian yang ikhlas,” tegas Kyai alumni Mesir dan Maroko ini.
Kecerdasan hati dan dampaknya yang luar biasa ini telah disinyalir Nabi saw. Dalam hadits Muttafaq ‘Alaih :
“Sesungguhnya, di dalam badan ini terdapat sekerat daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh badan, dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh badan. Sesungguhnya, ia adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).
MARAH YANG SEHAT
Marah yang terkontrol adalah marah yang menjadi strategi, bukan marah sebagai reaksi. Kita tahu kapan mulai marah, cara marah, alasan marah, ukuran marah, dan tahu kapan harus menghentikan kemarahan. Marah yang tak kontrol akan mudah berubah menjadi kebencian, hilangnya kasih sayang, dan kebrutalan. Kecepatan merebut daulat diri menjadi kunci dan itu tergantung kecepatan hati untuk menyadari.
(Serial Kecerdasan Hati, Ubaydillah Anwar, www.kecerdasanhati.com)
MENGGALI MANFAAT DARI NETWORK KITA
Serial Kecerdasan Hati
MENGGALI MANFAAT DARI NETWORK KITA
Ubaydillah Anwar, CSC., CPT. | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist
Hampir bisa dipastikan bahwa keberhasilan membangun network menjadi ciri utama orang-orang yang berprestasi di bidangnya. Network bukan sekedar kenalan. Network juga bukan sebatas mereka kenal kita. Network berarti mereka mengenal kita mengenai keahlian yang kita miliki atau peranan yang kita perjuangkan lalu terjadi koneksi seperti juga “net” (jejaring).
Riset mengenai network yang pernah dilakukan oleh Professor Rob Cross dari University of Virginia (www.inc.com) mengungkap dua hal yang unik. Pertama, orang-orang yang berprestasi di bidangnya itu memiliki network dalam jumlah yang sedikit (baca: selected). Kedua, mereka menjalin network dengan orang-orang di luar bidangnya. Misalnya, dengan pejabat, tokoh masyarakat, ahli tertentu, dan seterusnya.
Terlepas dari dua hal di atas, sebetulnya network yang sudah kita miliki sebaiknya tidak kita pahami sebatas untuk memenuhi kepentingan sesaat. Misalnya, pinjam modal atau minta koneksi bisnis. Ada manfaat lain yang bisa digali dari orang-orang yang menjadi network kita.
Pertama, untuk memenuhi re-upskilling (menaikkan dan menambah skill). Saya masih ingat ketika network saya mengajarkan cara mendowload artikel dan buku-buku berbahasa Inggris dan Arab di tahun 2002. Skill saya bertambah dan itu diberikan secara gratis dan dengan senang hati oleh network saya. “Saya menjadi pengusaha karena ketularan,” kata Pak Dahlan Iskan. Kita bisa belajar keahlian penting dari network kita.
Kedua, menjadikan network sebagai modal untuk berkontribusi, baik modal material maupun non-material. Misalnya, Anda bersama network aktif di kegiatan pendidikan luar sekolah, lingkungan hidup, antinarkoba, politik, majlis taklim, dan seterusnya. Idenya bisa dari Anda atau dari network Anda.
Malah al-Quran secara tegas menyatakan dalam Surah An-Nisa: 114 yang artinya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.”
Ketiga, jadikan network Anda sebagai sarana untuk memperbaiki kemampuan dalam berkomunikasi. Komunikasi itu bukan sekedar berbicara lalu dipahami. Ada banyak aspek dalam komunikasi dan itu sangat dibutuhkan oleh kemajuan seseorang. Misanya, menangani konflik, melakukan persuasi, negosiasi, influensi, dialog, joke, mempertahankan persahabatan, dan seterusnya. Ini semua butuh praktik. Termasuk pengalaman yang saya alami adalah bagaimana kita bisa nyaman bergaul dengan para senior. Saya belajar dari network saya.
Keempat, jadikan network untuk meningkatkan “value” Anda di mata mereka. Dengan modal kebaikan dan keahlian di bidang konsep dan desain, sahabat saya memberi layanan gratis ke beberapa seniornya. Mulai dari membantu orang membuat company profile, presentasi, banner, dan seterusnya. Setelah konsisten 2 tahun, sunnatullah merespon dengan menggerakkan orang lain untuk memberi kebaikan kepadanya di luar yang ia bayangkan.
Kelima, jadikan network untuk menambah pemahaman diri, penajaman visi dan tujuan hidup atau evaluasi diri. Seringkali Allah SWT memberikan petunjuk melalui cara hidup orang lain, termasuk dari network kita. Saya belajar keberanian, keyakinan, dan kelapangan dada dari tiga orang senior yang menjadi network saya.
Seringkali kita berpikir untuk mendapatkan netwok dari ciri-ciri orang yang ideal menurut kita, yang kita sendiri tidak memilikinya. Padahal, dalam praktiknya, kita hanya akan lama menjalin network dengan orang yang satu frekuensi dengan kita atau satu chemistry hati dengan kita.
Semoga bermanfaat.
HAMA KOLABORASI YANG PERLU DITANGANI
Serial Kecerdasan Hati
HAMA KOLABORASI YANG PERLU DITANGANI
Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist
Kolaborasi bukan semata saling menolong. Apalagi hanya sama-sama kerja. Kolaborasi menuntut bekerja sama untuk mensukseskan tujuan bersama. Kolaborasi menjadi satu dari empat isu pendidikan yang paling mendasar.
Pendidikan diharapkan mampu membekali generasi dengan 4C Skills, yaitu creative and critical thinking dan communication and collaboration skills.
Riset yang dilakukan para ahli dari Stanford University Amerika (2014) menemukan banyak hal positif ketika di tempat kerja dibangun cara-cara kerja yang kolaboratif. Dengan berkolaborasi, keuletan seseorang naik sampai 48-64% dalam menghadapi tantangan. Mereka juga merasa lebih asyik, dan ujungnya kinerjanya juga meningkat.
Bahkan kata Gregory Walton, asisten profesor psikologi di kampus tersebut, hanya dengan merasa bahwa seseorang di kantor menjadi bagian penting dari sebuah tim, hal itu sudah menambah motivasinya dan dapat menghilangkan tekanan oleh keharusan atau kompetisi.
Dengan seabrek nilai plus itu, bukan berarti kolaborasi tanpa gangguan. Karena itu, meski banyak orang yang mendambakan terjadinya kolaborasi di tempat kerja, tetapi praktiknya hanya sedikit yang bisa mewujudkan.
Hal itu bisa jadi karena tidak dapat mengatasi gangguan (hama). Di antara hama yang sangat perlu untuk diatasi adalah:
Pertama, beban dan bobot pekerjaan yang tidak adil. Artinya, dalam kolaborasi juga dibutuhkan manajemen dan pemimpin yang menegakkan keadilan dalam hal pekerjaan, reward, atau perlakuan. Ketidakadilan mengundang hama.
Kedua, kurang totalitas. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa energi hatinya dapat ditangkap oleh radar hati orang lain, apalagi mitranya. Orang yang kurang total tidak bisa berkolaborasi dengan orang yang total. Ibarat perang, tinggal energi mana yang menang. Jika di suatu tempat ada banyak orang yang total, maka orang yang setengah-setengah akan terpinggirkan. Sebaliknya juga begitu.
Ketiga, kontribusi. Elemen penting dalam kolaborasi adalah kontribusi. Kontribusi yang tidak konsisten atau yang tidak sebanding atau yang dinilai tidak penting oleh yang lain juga bisa menjadi gangguan.
Keempat, regulasi. Seindah apapun manusia berinteraksi dan berkolaborasi, pasti ada perbedaan dan konflik. Ketika dua hal ini muncul, apa regulasi dan budaya yang harus ditaati? Menyerang atau saling berbicara di belakang akan menjadi hama kolaborasi. Di sinilah peranan pemimpin dan manajemen.
Kelima, minus perawatan. Lingkungan dan sistem kerja yang kolaboratif bukan sebuah kebetulan, tetapi hasil usaha dan perlu perawatan. Misalnya, meeting, sharing, training, dan seterusnya. Ibarat tanaman, minus perawatan akan menyuburkan hama.
Di atas dari semua itu, sifat hati menjadi nomor satu. Hati yang dikuasai hawa nafsu dan sifat-sfat setan, sekali pun bisa berkolaborasi, tapi itu bukan kolaborasi yang sehati. Al-Quran menyampaikan istilah “tahsabuhum jamian waqulubuhum satta”, kelihatannya bersatu padahal hatinya berseteru.
Semoga bermanfaat.
Sekolah Pendidikan Politik Bina Insan Mulia Kolaborasikan Pesantren dan Kekuatan Politik
Sekolah Pendidikan Politik Bina Insan Mulia Kolaborasikan Pesantren dan Kekuatan Politik
Direktur Sekolah Pendidikan Politik Bina Insan Mulia, Dr. H.C. Ubaydillah Anwar menyatakan bahwa saatnya pesantren perlu berkolaborasi dengan kekuatan politik untuk masa depan alumni dan pesantren. Hal itu dinyatakan di sela-sela pelaksanaan The Winning Workshop untuk para caleg PKB dari DKI dan Banten di Pesantren VIP Bina Insan Mulia 2 Cirebon dari 13-15 Juli 2023.
Workshop yang dihadiri 550 peserta itu diisi oleh pemateri tingkat nasional. Yaitu KH. Imam Jazuli, Lc., MA, Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, Dr. H. Jazilul Fawaid, Waketum DPP PKB, Dr. Hj. Ida Fauziayh, Menaker RI sekaligus WK Pemenangan Pemilu, Eep Saifullah Fatah, Ph.D dari PolMark, Silih Agung Wasesa, M.Si. dari AsiaPR, dan Djayadi Hanan, Ph.D dari LSI.
Terkait pernyataannya, Ubaydillah menjelaskan bahwa arah dan isi pembangunan RI lebih banyak ditentukan oleh kekuatan politik. Sementara jumlah kaum santri yang berada di wilayah ini masih terbatas. Ini sangat berdampak pada kiprah santri dan nasib pesantren.
“Banyak santri yang telah dididik 24 jam di pesantren namun tidak bisa berperan di titik-titik sentral pembangunan karena langkahnya terhalang oleh ‘barrier’ politik. Solusinya, harus banyak santri yang menjadi politikus-negawaran supaya bisa memikirkan nasib santri,” paparnya.
Soal nasib pesantren, Ubaydillah memberikan bukti bahwa sejak Indonesia merdeka, ijasah pesantren tidak diakui oleh pemerintah, padahal kontribusi pesantren terhadap kemerdekaan sangat besar. Barulah ketika Gus Dur menjadi presiden, pengakuan itu ada. “Ini soal komunikasi dan bargain politik,” tegasnya berapi-api.
Bentuk kolaborasi yang ideal antara kekuatan politik dan pesantren menurut Ubaydillah dapat mencontoh langkah Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, K.H. Imam Jazuli, Lc., MA., dengan mendirikan Sekolah Pendidikan Politik Bina Insan Mulia.
Sekolah ini murni untuk pembekalan ideologi, skill, strategi, taktik, manajemen logistik, dan networking yang dikhususkan untuk santri yang telah memiliki modal sosial dan kapital di masyarakat. Sekolah Pendidikan Politik Bina Insan Mulia berdiri sejak 2018 dan telah mengeluarkan alumni sebanyak 850 orang.
Seiring waktu, pada tahun 2021, kiprah sekolah ini menemui kecocokan dengan perjuangan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam hal menjaga mazhab Aswaja, NU, kepesantrenan, dan kebangsaan. Sejak saat itu perhatian besar diberikan kepada PKB dan kadernya. “Perjuangan politik saya total untuk PKB,” tegas Kiai Imam Jazuli dalam pidato penutupan.
Totalitas kiai dengan julukan ‘without the box thinker’ itu telah ditunjukkan sejak lama. Mulai dari penyebaran tulisan ideologis di berbagai media, buku, video, kaos, fasilitasi dan bantuan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk kemajuan PKB.
Selain pembekalan caleg, Kiai Imjaz juga menjadi penggagas gerakan Ngaku NU Wajib Ber-PKB. “Ibarat emas, orang yang mengaku NU dalam tata cara ibadahnya namun tidak ber-PKB dalam berpolitik, itu masih belum 24 karat kadar emasnya,” jelas Pak Kiai disambut tepuh tangan hadirin.
Dalam sambutannya, K.H. Imam Jazuli juga mengarahkan agar Sekolah Pendidikan Politik Bina Insan Mulia dan LPP DPP PKB segera menyusun perencanaan yang matang untuk kegiatan pembekalan para caleg di daerah prioitas di seluruh Indonesia.
Sementara kepada para pengasuh pesantren yang menjadi tamu undangan, Kiai Imjaz mengajak agar pesantren tidak lagi hanya fokus di proses pendidikan di dalam. Sudah saatnya membangun kolaborasi dengan kekuatan politik untuk memfasilitasi kiprah alumninya di sentral pembangunan. Tentunya, tegas Kiai Imjaz, harus dengan cara-cara yang tidak merusak agenda dan esensi pendidikan.
Ketuk Pintu Langit, Caleg PKB Peserta Sekolah Politik BIMA Dibekali Tirakat Dalail Khairat
Ketuk Pintu Langit, Caleg PKB Peserta Sekolah Politik BIMA Dibekali Tirakat Dalail Khairat
CIREBON— Ratusan calon legislatif (Caleg) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dapil Jakarta dan Banten diijazahi tirakat Dalail Khairat di acara The Winning Workshop Sekolah Pendidikan Politik Pesantren Bina Insan Mulia (BIMA), Cirebon, Jawa Barat, Jumat (14/7/2023).
Ijazah tirakat Dalail Khairat diberikan Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, KH Imam Jazuli. “Ijazah tirakat Dalail diberikan kepada siapapun yang menginginkan. Hanya bagi yang mau saja,” kata Kiai Imam Jazuli.
Pemberian ijazah tirakat Dalail Khairat merupakan rangkaian dari kegiatan The Winning Workshop untuk para Caleg PKB Dapil Jakarta-Banten yang berlangsung selama tiga hari di Pesantren BIMA, Cirebon.
Sebelum memberikan ijazah kepada para Caleg, Kiai Imam Jazuli, meminta kepada para penerima ijazah agar tidak salah niat dalam mengamalkan tirakat Dalail Khairat.
“Harus diniatkan taqurruban ilallah atau mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena kalau kita sudah dekat dengan Allah, apapun yang kita minta insya Allah dikabulkan. Jangan pikir fadhilahnya dulu,” kata Kiai Imam Jazuli.
Dalam pemberian ijazah tirakat Dalail Khairat, para peserta dijelaskan dulu tentang amalan Dalail Khairat yang tak lain adalah amalan bacaan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang ada dalam kitab Dalail Khairat karangan Abu Abdullah Muhammad bin Sulaiman bin Abu Bakar al-Jazuli.
“Memang manusia itu selalu mendekat kepada Allah SWT ketika menghadapi kesulitan. Pengalaman yang saya rasakan saya selalu diberi kemudahan dalam banyak hal. Allah selalu memberikan jalan kemudahan,” kata Kiai Imam Jazuli.
Dalam pengamalan tirakat Dalail Khairat, para penerima ijazah akan membaca shalawat berbeda setiap hari sesuai dengan yang ada dalam kitab Dalail Khairat. Selain itu, para pengamal tirakat disarankan untuk berpuasa setiap hari kecuali di Hari Tasyriq dalam kurun waktu 1 sampai 3 tahun.
Namun puasa setiap hari ini tidak diwajibkan, hanya bagi yang mampu saja “Tidak harus berpuasa bagi yang tidak mau,” kata Kiai Imam Jazuli yang juga alumnus Pesantren Lirboyo dan Universitas Al-Azhar Kairo.
Pemberian tirakat Dalail Khairat kepada para Caleg PKB sengaja dilakukan mengingat kerasnya persaingan dalam Pemilu 2024 nanti. Para peserta Workshop yang selama dua hari dibekali dengan hal-hal teknis elektoral untuk memenangkan pencalegan diharapkan siap lahir bathin sepulang dari workshop.
“Ini jalan terakhir ketika semua sudah mentok. Kalau Allah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin,” kata Kiai Imam Jazuli.
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, dalam kapasitasnya sebagai penanggung jawab pemenangan PKB wilayah Jakarta-Banten juga tampak ikut dalam pemberian ijazah Dalail Khairat.
“Melihat semangat para Caleg ini sangat luar biasa, saya percaya PKB akan dapat suara di Jakarta dan Banten. Mereka (Caleg) ini digembleng lahir dan bathin, disini juga dibekali batinnya untuk mengetuk pintu langit,” kata Ida Fauziyah.
Ida Fauziyah yang masuk dalam daftar Caleg DPR RI PKB Dapil DKI Jakarta Dua ini sangat mengapresiasi gerakan Kiai Imam Jazuli lewat Sekolah Pendidikan Politik Pesantren Bina Insan Mulia.
“Saya sangat apresiasi kepada Kiai Imam Jazuli melalui pengajaran dan pendidikan, beliau juga peduli pada penyiapan kader bangsa melalui proses yang lebih riil dan nyata,” katanya.
Menurut mantan Ketua Umum PP Fatayat NU ini, Kiai Imam Jazuli sangat luar biasa, beliau tidak hanya berjuang untuk kepentingan para santrinya tapi juga untuk para Caleg PKB yang diharapkan mampu menterjemahkan aspirasi rakyat.
“Sekarang ini kan di antara partai yang punya komitmen kepada pesantren lewat undang-undang pesantren bisa dilihat rekam jejaknya hanya PKB. Tentu tidak hanya undang-undang pesantren, banyak kebijakan lain keberpihakan kepada pesantren,” ujar Ida Fauziyah.
Usai pemberian ijazah Dalail Khairat, Caleg PKB peserta Workshop Sekolah Penddikan Politik Binas Insan Mulia berziarah ke makam Sunan Gunung Jati. Di depan makam Sunan Jati mereka menggelar tahlil dan Nariyahan. Para peserta terlihat khusyu’ merapal doa hingga larut malam.
Lewat Sekolah Politik, PKB Gembleng Mental Caleg Demi Dongkrak Target Kursi DPR RI
Lewat Sekolah Politik, PKB Gembleng Mental Caleg Demi Dongkrak Target Kursi DPR RI
Sebanyak 550 Calon Legislatif (Caleg) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dapil DKI Jakarta dan Banten berkumpul di Pesantren Bina Insan Mulia (BIMA), Cirebon, Jawa Barat, Kamis (13/7/2023).
Pertemuan ini digagas Sekolah Pendidikan Politik Bina Insan Mulia dengan Lembaga Pemenangan Pemilu (LPP) PKB mulai kemarin hingga 15 Juli 2023.
“Acara ini dimaksudkan sebagai bengkel penyegaran agar para Caleg punya visi yang sama, agar mereka punya mental sebagai pemenang,” kata Ketua LPP DPP PKB, Jazilul Fawaid dalam acara yang bertemakan The Winning Workshop, seperti dikutip dari siaran pers diterima, Jumat (14/7/2023).
Jazilul menjelaskan, The Winning Workshop difokuskan untuk Caleg PKB Dapil DKI Jakarta dan Banten dengan pertimbangan perolehan suara PKB di dua Dapil ini dalam Pemilu sebelumnya kurang memuaskan.
Dia berharap, dengan workshop ini maka empat hal penting pemenangan Pemilu yaitu ideologi, strategi, taktik dan logistik bisa lebih dipahami lagi.
“Pembekalan ini agar para Caleg PKB bekerja secara fokus tepat sasaran karena mereka logistiknya terbatas jadi harus tepat sasaran,” tambah Jazilul.
Target 6 Kursi DPR dari Dapil DKI Jakarta
Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum DPP PKB ini menambahkan, PKB mentargetkan raihan enam kursi DPR RI di Dapil DKI Jakarta dan Banten dengan rincian masing-masing Dapil satu kursi. Sebagaimana diketahui pada Pemilu 2019 hanya meraih 1 kursi dari enam Dapil DKI Jakarta dan Banten.
“Hari ini kita punya potensi berdasarkan berbagai hasil survey. Tapi kinerja Caleg harus didampingi dan diarahkan agar ada harmoni kerja di semua jajaran Caleg. Kolaborasi ini yang akan menghasilkan suara yang lebih maksimal,” yakin Jazilul.
Jazilul menegaskan, PKB sudah sangat serius untuk meraih kursi DPR RI di dua dapil tersebut. Buktinya, komposisi Caleg DKI Jakarta ditaruh figur-figur publik seperti Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah, Ketua DPW PKB DKI Jakarta, Hasbiallah Ilyas, Ketua DPW PKB Banten, Ahmad Fauzi, beserta beberapa tokoh-tokoh incumbent lain.
Cak Imin Jadi Narasumber dalam Workshop
Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, KH. Imam Jazuli mengatakan, workshop akan dipandu oleh Direktur Sekolah Pendidikan Politik Bina Insan Mulia, Ubaydillah Anwar, dengan mendatangkan narasumber-narasumber kompeten di bidangnya seperti CEO PolMark Indonesia, Eep Saifulloh Fatah, Djayadi Hanan (LSI), Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Mantan Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siradj dan beberapa tokoh PKB.
“Ini komitmen terhadap peranan santri dan pesantren bagi pembangunan Indonesia agar lebih powerful,” ujar Kiai Imam.
Kiai Imam meyakini, Bina Insan Mulia ini bukan hanya pesantren tempat santri-santri mengaji tetapi juga Sekolah Pendidikan Politik yang tujuannya memperkuat khidmat kaum santri untuk pembangunan Indonesia.
Menurut Kiai yang akrab disapa Kiai Imjaz ini, tidak ada cara cepat untuk merubah kondisi Indonesia menjadi lebih baik kecuali lewat jalur politik. Selain itu, dia percaya bahwa PKB adalah satu-satunya partai yang paling jelas dan nyata memperjuangkan kepentingan umat Islam khususnya kaum santri.
“Diakui atau tidak, PKB adalah alat politik kaum santri yang konsisten memperjuangkan kepentingan warga Nahdliyin dan pesantren. Jadi kalau sekarang ada suara-suara mau memisahkan NU dengan PKB jangan dipedulikan,” kata dia.
Singgung Gerakan Kaum Nahdliyin
Menurut Kiai penggagas gerakan “Ngaku NU Wajib Ber-PKB, Struktural Sak Karepmu” ini, keputusan politik kaum struktural sering tidak searah dengan keinginan kaum kultural. Imbasnya dalam beberapa kontestasi Pemilu, PKB seringkali dirugikan.
“Jadi, struktural tidak mendukung tidak masalah tapi jangan bawa-bawa NU ke selain PKB. Perjuangan PKB adalah ibarat khidmat seorang anak kepada orang tuanya. Tak diakui tidak apa-apa sebab khidmat anak kepada orang tua adalah kewajiban,” kata Kiai Imam.
Kiai Imam Jazuli juga menyinggung bahayanya jika tidak ada sebuah gerakan politik dari kaum Nahdliyin yang ujungnya nanti akan berdampak pada berkurangnya penganut ideologi Ahlussunnah wal Jama’ah.
“Kita lihat bagaimana di Siria, Mesir dan Saudi Arabia, Ahlussunnah wal Jamaah sempat kalah disana. Awalnya disana tidak ada yang peduli pada politik, jangan sampai di Indonesia hal seperti itu terjadi karena akan membuat susah pesantren. Maka, saya tegaskan lagi, PKB ini adalah alat perjuangan pesantren,” dia menandasi.
Pesantren BIMA Cirebon Gembleng Caleg PKB Jakarta-Banten Lewat Sekolah Politik
Pesantren BIMA Cirebon Gembleng Caleg PKB Jakarta-Banten Lewat Sekolah Politik
CIREBON – Sebanyak 550 Calon Legislatif (Caleg) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dapil DKI Jakarta dan Banten kumpul di Pesantren Bina Insan Mulia (BIMA), Cirebon, Jawa Barat, Kamis (13/7/2023).
Pertemuan ini digagas Sekolah Pendidikan Politik Bina Insan Mulia bekerjasama dengan Lembaga Pemenangan Pemilu (LPP) PKB dengan tema The Winning Workshop.
“Acara ini dimaksudkan sebagai bengkel penyegaran agar para Caleg punya visi yang sama, agar mereka punya mental sebagai pemenang,” kata Ketua LPP DPP PKB, Jazilul Fawaid.
The Winning Workshop difokuskan untuk Caleg PKB Dapil DKI Jakarta dan Banten dengan pertimbangan perolehan suara PKB di dua Dapil ini dalam Pemilu sebelumnya kecil.
Workshop akan membahas empat hal penting pemenangan Pemilu dari ideologi, strategi, taktik dan logistik.
“Pembekalan ini agar para Caleg PKB bekerja secara fokus tepat sasaran karena mereka logistiknya terbatas jadi harus tepat sasaran,” tambah Jazilul Fawaid.
Ketua LPP yang juga Wakil Ketua Umum DPP PKB ini menjelaskan, PKB mentargetkan raihan enam kursi DPR RI di Dapil DKI Jakarta dan Banten dengan rincian masing-masing Dapil satu kursi.
PKB sebagaimana diketahui pada Pemilu 2019 hanya meraih 1 kursi dari enam Dapil DKI Jakarta dan Banten.
“Hari ini kita punya potensi berdasarkan berbagai hasil survei. Tapi kinerja Caleg harus didampingi dan diarahkan agar ada harmoni kerja di semua jajaran Caleg. Kolaborasi ini yang akan menghasilkan suara yang lebih maksimal,” kata Jazilul Fawaid.
Keseriusan PKB untuk meraih kursi DPR RI ditunjukkan dengan komposisi Caleg DKI Jakarta dengan menaruh figur-figur publik seperti Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah, Ketua DPW PKB DKI Jakarta, Hasbiallah Ilyas, Ketua DPW PKB Banten, Ahmad Fauzi, beserta beberapa tokoh-tokoh incumbent lain.
Workshop ini dipandu oleh Direktur Sekolah Pendidikan Politik Bina Insan Mulia, Ubaydillah Anwar, dengan mendatangkan narasumber-narasumber kompeten di bidangnya seperti CEO PolMark Indonesia, Eep Saifulloh Fatah, Jayadi Hanan (LSI), Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, Mantan Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siradj, dan beberapa tokoh PKB.
Workshop digelar di Sekolah Pendidikan Politik Bina Insan Mulia sebagai bentuk komitmen Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, KH Imam Jazuli, terhadap peranan santri dan pesantren bagi pembangunan Indonesia agar lebih powerful.
“Bina Insan Mulia ini bukan hanya pesantren tempat santri-santri mengaji saja. Disini ada Sekolah Pendidikan Politik yang tujuannya memperkuat khidmat kaum santri untuk pembangunan Indonesia,” kata Kiai Imam Jazuli.
Menurut Kiai yang akrab disapa Kiai Imjaz ini, tidak ada cara cepat untuk merubah kondisi Indonesia menjadi lebih baik kecuali lewat jalur politik. Dan PKB adalah satu-satunya partai yang paling jelas dan nyata memperjuangkan kepentingan umat Islam khususnya kaum santri.
“Diakui atau tidak, PKB adalah alat politik kaum santri yang konsisten memperjuangkan kepentingan warga Nahdliyin dan pesantren. Jadi kalau sekarang ada suara-suara mau memisahkan NU dengan PKB jangan dipedulikan,” katanya.
Menurut Kiai penggagas gerakan “Ngaku NU Wajib Ber-PKB, Struktural Sak Karepmu” ini, keputusan politik kaum struktural sering tidak searah dengan keinginan kaum kultural. Imbasnya dalam beberapa kontestasi Pemilu, PKB seringkali dirugikan.
“Jadi, struktural tidak mendukung tidak masalah tapi jangan bawa-bawa NU ke selain PKB. Perjuangan PKB adalah ibarat khidmat seorang anak kepada orang tuanya. Tak diakui tidak apa-apa sebab khidmat anak kepada orang tua adalah kewajiban,” kata Kiai Imam.
Kiai Imam Jazuli juga menyinggung bahayanya jika tidak ada sebuah gerakan politik dari kaum Nahdliyin yang ujungnya nanti akan berdampak pada berkurangnya penganut ideologi Ahlussunnah wal Jama’ah.
“Kita lihat bagaimana di Suriah, Mesir dan Saudi Arabia, Ahlussunnah wal Jamaah sempat kalah disana. Awalnya disana tidak ada yang peduli pada politik, jangan sampai di Indonesia hal seperti itu terjadi karena akan membuat susah pesantren. Maka, saya tegaskan lagi, PKB ini adalah alat perjuangan pesantren,” katanya.
Kiai Imam Jazuli yang juga alumnus Pesantren Lirboyo dan Universitas Al Azhar Mesir memang terlihat sangat totalitas mendukung PKB dalam memperjuangkan kepentingan santri dan pesantren.
The Winning Worskshop Sekolah Pendidikan Politik Bina Insan Mulia digelar dari 13-15 Juli 2023.
Sekolah Politik Bina Insan Mulia Tegaskan Hubungan Organik PKB dan NU
Sekolah Politik Bina Insan Mulia Tegaskan Hubungan Organik PKB dan NU
JAKARTA – Sekolah Pendidikan Politik yang digelar Pesantren Bina Mulia bagi calon anggota legislatif (caleg) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dinilai adalah langkah yang baik untuk mempersiapkan bakal wakil rakyat duduk di parlemen. Selain itu, kegiatan ini menunjukkan adanya hubungan organik antara PKB dan Nahdlatul Ulama (NU) .
“Saya kira ini satu program bukan hanya unik tapi bagus, melaksanakan sekolah politik di sebuah pesantren besar seperti Bina Insan Mulia ini, itu menegaskan hubungan organik antara PKB dengan basis utama PKB yaitu NU,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan di Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon, Jawa Barat, Minggu (16/7/2023).
Dalam pandangan Djayadi Hanan, NU berarti pesantren serta kiai. Sudah seharusnya rumah para caleg dan politisi PKB adalah pesantren, terutama yang segaris dengan NU.
Pesantren Bina Insan Mulia asuhan KH Imam Jazuli memiliki Sekolah Pendidikan Politik yang menggelar The Winning Workshop bagi para Caleg PKB khusus Dapil Jakarta-Banten sejak 13-15 Juni 2023. Kegiatan yang sama juga pernah digelar Sekolah Politik Bina Insan Mulia menjelang Pemilu 2019.
Workshop yang membahas strategi serta taktik pemenangan Pemilu 2024 dihadiri 550 caleg PKB Dapil Jakarta dan Banten. Kegiatan menghadirkan para narasumber kompeten yang membedah berbagai aspek yang dibutuhkan para caleg PKB untuk memenangkan pertarungan di Pemilu 2024.
“Ini unik karena menggunakan dua pendekatan sekaligus yaitu pendekatan ilmiah dalam memahami lanskap politik bagi para Caleg. Juga sekaligus dengan pendekatan yang sifatnya spiritual. Ini dibutuhkan caleg PKB karena menjadi caleg itu bukan hanya memerlukan stamina fisik, stamina intelektual, tapi juga stamina mental dan spiritual, dan itu harus disiapkan secara keseluruhan,” Kata Djayadi.
Menempatkan Sekolah Politik seperti di Bina Insan Mulia bisa memenuhi persyataran itu. “Saya kira output dari ini bukan hanya bagus bagi para caleg PKB mampu memetakan secara objektif kondisi dirinya maupun lingkungan dimana dirinya akan bertarung,” katanya.
Djayadi juga mempertegas sifat dasar PKB sebagai partai politik yang lahir dari rahim NU sebagai ormas terbesar umat Islam di Indonesia.
“Ini akan jadi dasar yang baik, konten yang baik bahkan bagi para caleg untuk menyatakan kepada para pemilih PKB, terutama NU bahwa memang mereka adalah caleg yang bisa diharapkan jadi jalur bagi para pemilih NU di dalam menyampaikan aspirasinya dalam kebijakan negara yang akan disampaikan oleh para caleg ini jika terpilih,” katanya.
Djayadi bahkan menyebut secara keseluruhan, aktivitas selama workshop di Sekolah Politik Bina Insan Mulia bukan hanya baik bagi perkembangan partai politik tapi juga spesifik bagi PKB memperkuat memperjelas brand PKB sebagai partainya NU. “Seharusnya PKB memperbanyak sekolah politik seperti di Bina Insan Mulia ini,” katanya.
Hal yang sama juga disampaikan CEO PolMark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah, yang juga tampil sebagai pemateri di hari pertama The Winning Workshop yang digelar di Pesantren Bina Insan Mulia. “Caleg PKB harus optimistis mampu raih suara banyak di Pemilu nanti, karena yang membedakan PKB saat ini dengan Pemilu sebelumnya adalah adanya kegiatan Workshop buat para Caleg seperti ini. Di Pemilu sebelumnya tidak ada,” kata Eep.
Eep menambahkan, PKB juga terlihat sangat serius melakukan persiapan jelang Pemilu 2024. Selain melakukan survei untuk mengetahui secara pasti kondisi partai di mata publik, Lembaga Pemenangan Pemilu (LPP) PKB juga melakukan kegiatan strategis seperti Workshop bagi para Caleg yang digelar di Bina Insan Mulia.
Mental Pemenang, Caleg PKB Dapil Jakarta dan Banten Digembleng di Sekolah Politik Pesantren BIMA
Ratusan Alumni Pesantren BIMA Tembus Kampus Eropa, Jepang, Tiongkok, Taiwan dan Timteng
Ratusan Alumni Pesantren BIMA Tembus Kampus Eropa, Jepang, Tiongkok, Taiwan dan Timteng
Sabtu, 1 Juli 2023 09:54 WIB
Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon, Jawa Barat, mewisuda lulusan SMP IT, SMK, dan MAUBI (Madrasah Aliyah Unggulan Bertaraf Internasional) di Hotel Aston Cirebon pekan lalu. Acara ini dihadiri lebih dari 1000 hadirin dari wisudawan, civitas, dan keluarga.
Menurut Ketua Panitia, Dr. H.C. Ubaydillah Anwar, yang menjadi kesyukuran tahun ini adalah target Pesantren Bina Insan Mulia untuk mengirim ratusan alumninya ke berbagai kampus bertaraf internasional di luar negeri tercapai dengan baik.
Sebanyak 68 persen alumni melanjutkan kuliah di berbagai negara. Selebihnya melanjutkan di kampus Negeri / swasta dalam negeri. Mereka berangkat dari jalur mandiri dan beasiswa.
“Keberhasilan ini tak lepas dari perjuangan KH. Imam Jazuli, Lc., MA melakukan road show ke berbagai negara untuk menjalin kerja sama dengan sejumlah universitas dan lembaga sayapnya 2-3 tahun terakhir ini,” jelas Ubaydillah. “Ke depan, Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia akan memberikan perhatian khusus ke Amerika dan Inggris,” tambahnya.
Suasana wisuda santri Pesantren BIMA saat wisuda di Hotel Aston Cirebon. Ratusan alumni Pesantren BIMA lanjutkan pendidikan keluar negeri.
Dari alumni SMK dan MAUBI yang berjumlah 192 santri, sebanyak 6 orang melanjutkan ke kampus di Eropa, tepatnya di Jerman dan Perancis. Mereka akan berkuliah di Albert Ludwigs German, Freiburg of Germany, Technische Universität München, dan Sorbonne University. Program study yang diambil adalah teknologi, bisnis internasional, dan manajement perhotelan.
Sedangkan untuk di Australia, tahun ini ada 2 santri, tepatnya di Queensland. Mereka akan masuk di Tafe Queensland dan Queensland Academy untuk program study IT dan business commercial. Negeri Sakura Jepang juga menjadi tujuan belajar 3 santri Bina Insan Mulia.
Mereka akan masuk di Waseda University, Shibaura Institute of Technology, dan Shizouka University dengan program study teknologi dan bisnis internasional.
Negeri Taiwan dan Tiongkok mendapatkan peminat yang cukup besar. Sebanyak 33 santri Bina Insan Mulia melanjutkan kuliah di negeri Formosa itu. Sebagian besar di China University of Technology dan di ST. Jhon University. Para santri melanjutkan study bidang IT, farmasi, teknik sipil, teknik mesin, dan business management.
Sejumlah kampus di Turki juga diminati oleh alumni Bima. Tahun ini, ada 32 yang melanjutkan ke negeri Erdogan itu, antara lain di universitas Ankara, Bandirma, Bogazicu, Bursa Technical, Docuz Eylul, Istanbul Technical, Kirklarely, Middle East Technology, Necmettin Erbakan Selcuk, Suleyman Demirel, Uludag Bursa, dan Bogazici University. Program studi yang dipilih antara lain teknologi IT, keislaman & bahasa, ekonomi, biomedical, farmasi, teknik mesin dan industri, dan teknologi komunikasi.
Alumni Bina Insan Mulia juga banyak yang tertarik melanjutkan kuliah di Tunisia. Bahkan akan menjadi populasi mayoritas pelajar Indonesia di sana. Sebanyak 28 santri Bima melanjutkan ke kampus tertua di negeri itu, yaitu Universitas Az-Zaitunah Tunisia. Program studi yang dipilih beragam tapi secara umum adalah studi Islam dan bahasa Arab.
Kampus Al-Azhar Mesir tetap menjadi pilihan utama bagi sebagian alumni Bima, meskipun tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini ada 6 orang yang akan melanjutkan ke kampus tertua di negeri Nil itu. Mereka mengambil program studi shariah, filsafat, dan ushuluddin.
Selain melanjutkan ke berbagai negara, alumni Bima juga mengisi kampus-kampus negeri dan swasta di dalam negeri, baik jalur mandiri dan beasiswa. Antara lain: UIN Jakarta, UIN Bandung, UIN Malang, UPI Bandung, Unpad Bandung, UNJ Jogjakarta, UNS Semarang, UNS Solo, Undip Semarang, Akademi Militer, dan Universitas Telkom Bandung.
Sisanya, melanjutkan ke berbagai kampus swasta seperti Universitas Muhammadiyah, STIKES, UNU, dan lain-lain. Program studi yang diambil variatif, mulai study keislaman, keperawatan, IT, teknik, dan bahasa.
K.H. Imam Jazuli, Lc., MA. dalam sambutannya menegaskan bahwa layanan dan perhatian pesantren terhadap alumninya menjadi prioritas.
Beliau menggambarkan seperti produk. Biar pun bahannya bagus dan sudah diproses dengan bagus, namun jika output-nya tidak mendapatkan penanganan dengan bagus, maka kualitasnya akan berkurang.
“Berapa banyak alumni pesantren yang dulunya hebat dan bagus, tetapi setelah keluar salah pilihan, bahkan salah jalan,” tandas beliau.
Karena itu, tambah beliau, sebagai feedback atas perhatian pesantren tersebut, para alumni diharapkan dapat membentuk jaringan Bina Insan Mulia di luar negeri dan di dalam negeri, menjadi brand ambassador, dan menjaga nama baik pesantren.
“Itu semua kuncinya ada di sense of belonging (rasa memiliki) di hati alumni terhadap pesantren,” jelas beliau.
Adapun untuk alumni SMP IT Bina Insan Mulia, 90% melanjutkan lagi di Pesantren Bina Insan Mulia. Ada yang melanjutkan di MAUBI dan SMK.
“Hal ini adalah kepercayaan masyarakat, khususnya wali santri, yang benar-benar harus dijaga dan terus ditingkatkan menjaganya,” pesan Kiai Imam Jazuli kepada para guru dan para pembimbing.
CETAK PULUHAN HAFIDZ DAN HAFIDZAH HANYA 4 BULAN, PESANTREN VIP BINA INSAN MULIA 2 BIKIN MENAKERTRANS SUJUD SYUKUR
CETAK PULUHAN HAFIDZ DAN HAFIDZAH HANYA 4 BULAN,
PESANTREN VIP BINA INSAN MULIA 2 BIKIN MENAKERTRANS SUJUD SYUKUR
Sejak Jumat (23 Juni ‘23 hingga Minggu (26 Juni ‘23) Pesantren VIP Bina Insan Mulia 2 punya hajat besar yang dilaksanakan di Aston Hotel Cirebon dan di Luxton Hotel & Convention Cirebon secara maraton.
Hajat itu berkaitan dengan wisuda peserta Program Tahfidz Al-Quran, Program Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Sains, dan Qiroatul Kutub.
Khusus untuk Program Tahfidz Al-Quran, capaian para santri SMP Unggulan Bertaraf Internasional dan SMA Unggulan Bertaraf Internasional Bina Insan Mulia 2 benar-benar memukau. Hanya dalam waktu efektif 4 bulan (satu semester), mereka mampu menghafal 30 juz.
“Dari 300 peserta, 40 orang berhasil sampai 30 juz. Sisanya beragama, dari 15 juz ke atas (30%), dan di atas 5 juz (50%),” jelas Ustadzah Siti Zahro, M.Pd.I, Kepala Sekolah SMA Unggulan Bertaraf Internasional Bina Insan Mulia.
Satu dari 40 santri itu adalah Adilhaq Firmanda, putra Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia, Dr. Hj. Ida Fauziyah, MS.i. Dalam sambutannya sebagai wali santri, Bu Menteri menyampaikan syukur, terima kasih yang luar biasa kepada Pengasuh Pesantren dan jajarannya sekaligus minta maaf bila ada santri-santri yang terkadang bikin kesel.
“Saat mendengar Adil termasuk anak yang hafal 30 juz, saya langsung sujud syukur, kebahagiaan saya melebihi kebahagiaan memiliki apapun, kebahagiaan saya di atas kebahagiaan,” ungkap Bu Menteri.
Kepada para santri, Bu Menteri berpesan bahwa berapa juz pun yang telah diraihnya, itu adalah kesyukuran yang luar biasa, karena mereka telah berjuang hebat siang malam. Yang penting, menurut Bu Menteri, jangan sampai hanya hafal. Harus dilanjutkan dengan menjaga, mengamalkan, dan mengamalkan untuk orang lain.
Diakui oleh K.H. Imam Jazuli, Lc. MA, Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia 1& 2 bahwa Program Tahfidz Al-Quran adalah program yang paling berat. Karena itu, beliau sangat mengapresiasi keberhasilan yang fantastis dari para santri Bina Insan Mulia 2.
Wisuda Program Tahfidz Al-Quran tahun ini diikuti oleh 1000 santri dari Pesantren Bina Insan Mulia 1 dan Pesantren VIP Bina Insan Mulia 2. Mereka adalah para santri SMP IT Bina Insan Mulia, SMK Bina Insan Mulia, Madrasah Aliyah Unggulan Bertaraf Internasional (MAUBI), SMP Unggulan Bertarf Internasional, dan SMA Unggulan Bertarf Internasional.
Dalam sambutannya yang berapi-api, kiai muda yang kerap dijuluki ‘without the box thinker’ ini menyampaikan pesan mengenai fadhilah dunia-akhirat bagi penghafal al-Quran bagi yang bersangkutan dan orangtuanya nanti. Selain itu, beliau juga mengingatkan jangan sampai hafalah al-Quran sebagai tujuan akhir, tidak dilanjutkan dengan usaha untuk mendalami dan memahaminya. “Akhirnya, hafalan al-Quran hanya sampai kerongkongan, dan itu sangat membahayakan,” tegas beliau.
Kepada para wali santri, beliau berpesan untuk menerima secara baik (ridlo) dan syukur berapa juz pun yang dicapai oleh putra-putrinya. Sebab, dalam menjalankan program tersebut, para santri telah berjuang optimal, penuh disiplin, dan termonitor progresnya oleh para pembimbing dan para guru. “Setiap 10 anak, mendapatkan monitor satu pembimbing atau ustadz dan itu berjalan selama 6-8 jam perhari,” jelas Kiai Imam Jazuli.
Keberhasilan Pesantren VIP Bina Insan Mulia 2 dalam mencetak para hafidz dan hafidzah tak lepas dari penerapan metode pembelajaran berbasis program yang dicetuskan oleh Pengasuh Pesantren sebagai revolusi inovatif. Atas keberhasilan itu, Pesantren Bina Insan Mulia kerap dijuluki pesantren program.
Pembelajaran berbasis program berbeda dengan pembelajaran berbasis buku atau berbasis jenjang. Pembelajaran berbasis program menerapkan target kinerja yang jelas, menuntut fokus dan disiplin, dan pendampingan yang optimal dalam sebuah program. Karena itu, pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien.
Berita baru dari Pesantren Bina Insan Mulia dalam wisuda semester ini adalah dibukanya jenjang pendidikan baru, yaitu SD Internasional Bina Insan Mulia atau BIES (BIMA International Elementary School) di bulan Juli tahun ini. “Dengan BIES, kami ingin mendapatkan kader unggul pembangunan bangsa dari sejak dini,” papar Dr. H.C. Ubaydillah Anwar selaku Ketua Panitia.
MEMBERI FEEDBACK NEGATIF KEPADA ATASAN, BAGAIMANA CARANYA?
Serial Kecerdasan Hati
MEMBERI FEEDBACK NEGATIF KEPADA ATASAN, BAGAIMANA CARANYA?
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist
Saya termasuk orang yang beruntung karena dulu atasan saya sering memberikan feedbacak dari cara saya berkomunikasi kepada mitranya di Saudi. Berdasarkan file faksimile, al-marhum atasan saya mengarahkan apa yang harus saya sampaikan mestinya dan bagaimana menyampaikannya. Dari situlah perubahan saya lakukan. Saya yakin banyak orang yang beruntung dari feedbacak atasannya.
Feedback adalah tanggapan kita terhadap apa yang dilakukan orang lain. Ada yang positif dan ada yang negatif. Dalam manajemen, feedback sudah biasa dijadikan alat bantu untuk perbaikan dan peningkatan, baik karakter maupun keahlian. Bagi seorang atasan, memberikan feedback negatif kepada bawahannya dapat dilakukan kapan saja dan relatif dengan cara yang lebih bebas.
Masalahnya adalah bagaimana ketika seorang bawahan, yunior, follower, atau murid ingin memberikan feedback kepada atasan, senior, atau gurunya. Lebih-lebih berupa feedback negatif. Bagaimana caranya?
Ciri pengikut atau bawahan yang bagus, tentu tidak sebatas jujur dan loyal, tapi harus juga pintar, termasuk pintar dalam merespon situasi atau keadaan yang ditimbulkan oleh keputusan atasan yang kurang tepat. Bukan sebatas membiarkan segala keadaan memutuskan dirinya dan memuji, apalagi pujian palsu.
Untuk memperkaya apa yang sudah Anda miliki, saya ingin share sedikit.
Pertama, pasti mengedepankan adab (cara-cara yang sopan yang bisa diterima oleh hati atasan). Cara dalam berkomunikasi jauh lebih penting ketimbang materi komunikasi. Banyak orang yang tidak mau menerima feedback bukan soal materinya, tetapi soal caranya. Apalagi terhadap senior atau atasan.
Kedua, pastikan waktunya tepat dan keadaannya mendukung. Misalnya, meminta waktu khusus agar bisa berbicara secara face-to-face, bukan di ruang umum. Bisa juga menunggu waktu saat dipanggil atau momen lain yang menurut kita tepat untuk menyampaikan.
Ketiga, menyampaikan materi feedback secara tidak langsung. Ibarat makanan, harus dimasak dan dibungkus dulu supaya matang dan enak dirasakan. Konkretnya, yang bisa kita sampaikan antara lain perkembangan situasi, problem yang muncul atau respon orang lain terhadap keputusan atasan berdasarkan bacaan kita. Tentu diperkuat dengan bukti.
Tanpa harus menyatakan bahwa apa yang telah dilakukan atasan itu perlu dievaluasi, sesungguhnya bukti-bukti di lapangan telah berbicara secara nyata. Bisa juga diperkuat dengan pengalaman orang lain atau hasil study ahli. Yang perlu dihindari adalah menyalahkan orangnya, idenya, atau langkahnya.
Keempat, tetap memberi ruang kepada atasan untuk memberikan tanggapan lebih dulu, baik berupa saran umum, solusi khusus, atau guideline.
Kelima, memasukkan usulan atau ide-ide perbaikan yang kita maksudkan. Akan lebih enak dirasakan apabila kita menggunakan kalimat pertanyaan. Misalnya, kita ingin agar sistem rekrutmen diperbaiki, lalu kita tanya apa respon atasan jika kita menggunakan teknik interview yang lebih professional.
Intinya, feedback adalah komunikasi dan ini tidak bisa disampaikan apa adanya. Baik itu kepada atasan, sejawat, maupun ke bawahan. Semua komunikasi membutuhkan strategi.
Al-Quran mengajarkan banyak hal mengenai hal ini. Kepada Fir’aun yang merupakan penguasa perkasa, Allah SWT menyuruh Nabi Musa dan Nabi Harus agar menggunakan strategi komunikasi yang lunak (qawlan layyina).
Kepada Abu Lahad dan Arwa, pasangan suami istri yang menghalangi perjuangan Nabi Muhammad SAW, Allah SWT tidak menyebut orangnya yang jahat (person) dalam al-Quran, tetapi tangannya dan istrinya yang merupakan si pembawa kayu bakar.
Jadi, Allah saja sangat berstrategi dalam komunikasi-Nya. Semoga bermanfaat.
MASIHKAH DUNIA PENDIDIKAN BERPIKIR AKAN MENYIAPKAN PEKERJA?
Serial Kecerdasan Hati
MASIHKAH DUNIA PENDIDIKAN BERPIKIR AKAN MENYIAPKAN PEKERJA?
Dr. H.C. Ubaydillah Anwar
Wakil Ketua Robithoh al-Ma’ahid al-Islamiyah (RMI) Jawa Barat
Hubungan kecocokan supply-demand antara dunai pendidikan (tingkat atas dan tinggi) dan dunia kerja terbukti lemah. Riset dan fakta membuktikan itu. Sebagai respon, maka pada 1990-an, lahirlah konsep CBHRM (Competency-Based Human Resource Management).
Konsep ini setengah tidak percaya dengan nilai akademik. Sekolah barulah dianggap dapat menghantarkan seseorang memiliki kualifikasi, belum kompetensi. Padahal, kebutuhan dunia kerja adalah kompetensi.
Kompetensi berarti kemampuan menerapkan sekian keahlian (skills) yang dibutuhkan oleh peranan, pekerjaan atau profesi yang dampaknya langsung pada hasil (kinerja).
Sebagai contoh, seseorang yang jago komputer di ruang kelas, belum tentu kompeten di pekerjaan professional. Kenapa? Jika dia tidak bisa bekerja sama dengan orang lain, mindsetnya negatif, tidak mau belajar lagi, apalagi suka bohong, maka kinerjanya lama-lama rendah.
Hampir semua lulusan pesantren bisa bicara di podium, sebab itu bagian dari kegiatan wajib. Tapi untuk menjadi speaker handal, seperti UAS atau almarhum Zainuddin MZ, nanti dulu. Menjadi speaker tidak cukup hanya dengan skill. Ia membutuhkan kompetensi.
Ketika tatanan zaman diobrak-abrik oleh disrupsi teknologi dan pandemi, maka kecocokan supply-demand itu semakin tidak jelas lagi. Bahkan sudah mulai muncul fenomena ledakan non-gelar untuk bidang-bidang tertentu. Artinya, posisi kualifikasi semakin didesak minggir oleh kompetensi.
Ini belum lagi bicara soal pengambilalihan mesin (artificial intelligence) terhadap pekerjaan manusia. Jargonnya, satu mesin bisa menangani 50 pekerjaan manusia yang sifatnya rutin dan tersistem. Cobalah suruh ChatGPT untuk menulis satu artikel tentang topik yang umum dengan panjang 350 kata. Lihat, apa hasilnya?
Karena itu, riset Bank Dunia menyimpulkan bahwa untuk Indonesia, di atas 57% semua pekerja (professional) perlu reskilling (dinaikkan skilnya) dan upskilling (ditambah lagi). Apalagi lulusan baru?
Kembali ke pertanyaan di atas, jadi bagaimana? Para pemikir dunia bersuara, dunia pendidikan diminta lebih fokus menyiapkan orang-orangnya dengan berbagai skill yang tidak bisa diganti oleh mesin dan responsif terhadap perubahan zaman. Syukur-syukur bisa membekali kompetensi sekaligus.
Berbagai skill tersebut mengerucut pada tiga klaster utama, yaitu: a) self leadership, b) collaboration, dan c) leading people. Artinya, jurusan apapun, perlu mendapatkan bekal tersebut. Artinya, dunia pendidikan semakin tidak bisa lagi mengoptimalkan pembekalan pada hand (keterampilan) dan head (pengatahuan kognitif), tetapi juga harus heart (heart).
Bahkan menurut riset mutakhir yang menyebut temuannya sebagai “new science” (HeartMarth Institute) justru heart-lah yang mestinya mendapatkan perhatian besar. Sebab, kinerja otak, skill sosial, dan koordinasi jasmani-rohani manusia ditentukan oleh heart.
Riset ini mengukuhkan eksplorasi spiritual ulama tasawuf seribu tahun sebelumnya bahwa hati adalah raja dalam pemerintahan jiwa (malik). Hand dan head adalah pasukan dan pelayan hati.
MENYAMBUT LAILATUL QADAR DENGAN DETERMINASI HATI
Serial Kecerdasan Hati
MENYAMBUT LAILATUL QADAR DENGAN DETERMINASI HATI
Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist
Begitu memasuki hari ke-17 Ramadhan, para imam sudah mengulang-ngulangi bacaan Surat al-Qadr dalam tarawihnya. Bahkan sehari-dua hari sebelumnya sudah banyak yang melakukan. Hal demikian bisa dipahami sebagai doa, semoga mereka mendapatkan Lailatul Qadr.
Jika dikaji dari pendapat ulama, ada tiga pengertian Lailatul Qadr yang begitu dominan.
Pertama, Lailatul Qadr adalah malam keagungan. Disebut keagungan karena pada malam itu al-Quran diturunkan ke langit dunia. Al-Quran adalah kitab suci yang mampu membongkar segala rahasia dunia dan akhirat dengan kepastian tidak ada salah sama sekali (laa royba fihi).
Di samping itu, al-Quran adalah kitab yang berisi pesan dan pelajaran kehidupan yang telah dipermudah oleh Allah untuk dipelajari. Dan itu Allah SWT sampaikan berkali-kali sebagai bukti “keseriusan”.
Sayangnya, hanya sedikit orang yang mau mengambil pelajaran dari al-Quran. Interaksi sebagian besar umat Islam dengan al-Quran barulah sebatas membunyikan redaksinya (lafadz Arabnya). Memang sudah bagus dan sudah berpahala, tetapi untuk diharapkan akan menghasilkan performa hidup dan kemaslahatan manusia, tentu masih jauh jaraknya.
Kedua, Lailatul Qadr adalah malam yang penuh sesak. Dikatakan demikian karena pada malam itu malaikat turun memenuhi bumi untuk mencatat berbagai kebaikan yang dilakukan oleh seorang hamba. Kebaikan di malam itu nilainya sangat tinggi, setara dengan lebih dari seribu bulan. Rasulullah SAW mencontohkan agar kita berjuang keras di malam-malam 10 hari terakhir, terutama di malam ganjil.
Ketiga, Lailatul Qadr adalah malam penentuan urusan besar termasuk urusan manusia berdasarkan apa yang dilakukan. Biasanya, penjelasan ini dirujukkan ke firman Allah dalam dalam Surat ad-Dukhan 3-5:
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul.”
Berdasarkan ketiga pegertian di atas, maka amalan kebaikan yang bisa diprioritaskan (digenjot) adalah yang terkait interaksi kita dengan al-Quran. Sebisa mungkin, kita perlu mendapatkan berbagai pelajaran baru dari al-Quran hingga membuat hidup kita berubah (qodar baru). Khataman baik-baik saja, tetapi prioritasnya jelaslah mengambil pelajaran.
Amalan lain yang sangat dianjurkan adalah memperbanyak ibadah individual dan ibadah sosial. Kedua ibadah ini tak terpisahkan dalam agama. Hal yang perlu dicatat adalah suatu perbuatan itu dinilai ibadah atau bukan tergantung tiga hal yaitu niat, tata cara, dan hasil (dampak). Mari kita niatkan karena Allah, kita lakukan berdasarkan petunjuk ilmu, dan hasinya nyata kebaikannya bagi kehidupan.
Terakhir, dan ini jarang diingatkan, adalah menciptakan determinasi hati dengan tadabbur (merenung). Determinasi dalam arti kepastian hati untuk menyasar tindakan tertentu untuk tujuan tertentu. Ringkasnya adalah perubahan apa yang kita inginkan dari diri kita agar takdir (qadr) kita berubah. Hal ini perlu kita dialogkan di dalam hati, seorang diri, dan tentang diri sendiri.
Semua perubahan penting manusia diawali dari deterimanasi hati lalu dibuktikan dengan aksi (niat yang kuat). Setelah itu berulah takdir Allah menghampiri. Pasti di dalamnya terdapat dinamika. Ulama besar, Imam Syafi’i berpesan: “Mendambakan kemuliaan hidup tanpa perjuangan sama seperti orang yang menghambur-hamburkan usianya untuk menemukan kemustahilan.”
Semoga bermanfaat.
SAATNYA TIDAK MENYALAHKA SETAN DAN KEADAAN
Serial Kecerdasan Hati
SAATNYA TIDAK MENYALAHKA SETAN DAN KEADAAN
Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist
“Barang siapa yang mengira dirinya mempunyai musuh yang lebih berbahaya dari nafsunya, berarti dia belum mengenal dirinya.”
Pesan bijak yang ditulis Syekh Nawawi al-Bantany dalam kitabnya Nashoihul Ibad di atas terasa pas sebagai bekal menjalankan puasa Ramadlan.
Banyak orang mempertanyakan realitas yang ganjil. Jika setan-setan itu telah diborgol di Ramadlan, seperti yang dijelaskan Rasulullan SAW dalam hadits yang begitu mashur, lantas kenapa dunia angkara murka berjalan biasa. Bahkan bisa jadi bertambah menjelang Idul Fitri karena kebutuhan hidup yang kurang terkait dengan inti puasa melonjak. Terus?
Terhadap pertanyaan di atas, al-Quran telah menyediakan jawaban, baik al-Quran yang tertulis (kitabiah) maupun al-Quran yang terbentang di alam raya (kauniah).
Pertama, ternyata tipudaya setan itu lemah (QS. An-Nisa: 76). Artinya, kemampuannya untuk menjerumuskan manusia itu kecil. Ini peringatan bagi manusia yang sering menyalahkan iblis atas pelanggaran yang dilakukan.
Kedua, kontribusi terbesar atas langkah manusia justru berasal dari kemampuannya mengontrol hawa nafsu. Hawa adalah kecenderungan, sedangkan nafsu adalah diri. Hawa nafsu sering dipahami sebagai kecenderungan diri yang menjerumuskan manusia ke bawah (hina).
Perlu dicatat bahwa karena hawa nafsu ini modalnya dari Tuhan, pasti ia tidak negatif karena dirinya, tetapi tergantung bagaimana manusia. Hawa nafsu yang terkontrol (self-leader), pasti bagus. Hawa nafsu yang mengontrol (victim), pasti celaka.
Meningkatnya kemampuan kontrol inilah yang menjadi tujuan perintah puasa (la’allakum tattaqun). Sekali lagi, tujuan puasa BUKAN surga atau pahala. Itu balasan yang pasti sifatnya selama mengerjakan dengan iman dan ikhlas. Hilangnya kesadaran untuk meningkatkan kontrol inilah yang membuat orang tetap rakus untuk berebut momen berbuka padahal sedang puasa.
Pusat kontrol manusia berada di hati. Ulama tasawuf menyebut sebagai malik (raja jiwa). Riset HeartMarth Instistute menyebut sebagai global co-ordinator. Fakta membuktikan, ketika hati manusia dikuasai hawa nafsu, maka otak dan perilaku manusia liar secara destruktif. Pengetahuan dan keahlian yang dikuasainya tidak berguna menyelamatkannya.
Satu dari lima tombol untuk mengaktifkan kontrol hati (kecerdasan) adalah perlawanan. Selama sebelas bulan kemarin, dari sekian produk hawa nafsu yang sering membuat kita bermasalah, manakah yang harus kita lawan? Mulailah kita perlu mendeskripsikan perilaku spesifik itu, lalu kita niatkan untuk kita lawan sampai nafsu itu kalah.
Kalimat tauhid adalah perlawanan. Revolusi dan reformasi adalah perlawanan. Tentu, sebagai perang melawan diri sendiri, berlaku juga prioritas, perencanaan, dan pembuktian (action). Bagaimana kalau saya sudah melawan dan membuat rencana, tapi masih gagal? Saatnya tidak lagi menyalahkan setan dan keadaan!
KH. Imam Jazuli Penggenggam Visi dan Ideologi Pendidikan Santri dan Politik
KH. Imam Jazuli Penggenggam Visi dan Ideologi Pendidikan Santri dan Politik
Oleh Dr. HC. Ubaydillah Anwar
TRIBUNNEWS.COM – Ketika melihat alumni pesantren banyak yang memanfaatkan ruang reformasi sebatas di podium untuk mengoreksi realitas, KH. Imam Jazuli justru tidak begitu. Saya dipanggil untuk diajak mendiskusikan sekolah politik bagi para santri yang telah memiliki modal sosial dan material di masyarakat.
Maka berdirilah Sekolah Politik Bina Insan Mulia tahun 2018. “Para santri yang telah memiliki modal sosial dan material di masyarakat, hukumnya wajib masuk dalam pertarungan politik. Jangan jadi santri yang cengeng, yang hanya bisa mengeluh dan menyalahkan tapi tidak punya tindakan,” tegasnya ketika membuka Sekolah Politik Bina Insan Mulia.
Kepada lulusan Universitas Al-Azhar Mesir yang telah menjadi kader partai, kami undang untuk diberi bekal strategi pemenangan, memahami peta aturan, dan manajemen diri. Hadirlah 90 peserta dari seluruh partai di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke di Pesantren Bina Insan Mulia.
Untuk narasumber, kami hadirkan pakar dari SMRC (Saiful Mujani Research & Consulting), pakar psikologi dan branding politik dari Universitas Indonesia, Panwaslu dan KPU. Tak ketinggalan juga mengundang motivator nasional dan menggandeng mitra media.
Sekolah Politik Bina Insan Mulia adalah aktualiasasi perdana dari idealisasi dan ideologi KH. Imam Jazuli di tanah air setelah sebelumnya aktif di politik internasional, baik di Mesir maupun di Malaysia.
Dari Dialog ke Keputusan Politik
Setelah Pemilu 2019, KH. Imam Jazuli mulai aktif menerima kunjungan sejumlah tokoh partai politik dari pusat sampai daerah. Antara lain Ketum PAN, Ketum PKB, Demokrat, Nasdem, Golkar, PDIP, dan lain-lain. Sejumlah kader KH. Imam Jazuli pun banyak yang menempati pos penting di berbagai partai politik.
Seiringan dengan itu, KH. Imam Jazuli melihat kebutuhan lain di masa depan di Indonesia ini, terutama peran kaum santri dalam memimpin pembangunan. Mulailah merintis Pesantren Bina Insan Mulia 2 pada 2020, sebagai pesantren yang memprioritaskan penguasaan ilmu-ilmu kauniyah dengan target lulusan ke perguruan tinggi di negara maju. Antara lain Australia, Amerika, dan Eropa.
“Mestinya, santrilah yang menentukan anggaran pembangunan, santrilah yang mengurus hutan, pertanian, dan jalan raya. Jangan sampai santri hanya kebagian tukang doa saja,” teriaknya suatu ketika di depan para guru dan santri.
Pada perjalanan berikutnya, KH. Imam Jazuli melihat ke luar lagi, ke arah potret posisi NU dalam politik nasional. NU dengan warganya yang mayoritas dalam pesta politik justru kerapkali hanya difungsikan seperti daun salam, hanya sebagai pelengkap.
Dalam refleksinya, NU tidak memiliki SDM yang mumpuni, terutama teknokrat dan birokrat untuk mengeksekusi kekuasaan yang didapat. Di samping itu, strategi NU yang asyik dengan diaspora politik ke berbagai partai dinilai melemahkan NU. Karena itu, diaspora harus diakhiri dan kembali ke satu partai: PKB.
Kiai penggemar kaos oblong ini mulai aktif menggelorakan “Ngaku NU wajib ber-PKB”. Mulailah membuat koas, postingan motivasi, menerbitkan buku, video, dan memfasilitasi berbagai kegiatan intelektual dan sosial untuk kader NU dan PKB.
Langkahnya mengundang ketertarikan banyak pihak. Tokoh pers nasional, Dahlan Iskan, sampai menulis khusus beberapa kali di laman utama webistenya. Tak terkecuali para pembesar PKB Pusat, mulai dari Cak Imin, Gus Jazil, Kang Cucun, dan lain-lain kerap datang untuk mendiskusikan masa depan.
Pilihan KH. Imam Jazuli ke PKB bukan sebatas alasan emosional sebagai warga NU kultural. Ada alasan teologis yang terkait dengan eksistensi ideologi ahlu sunnah wal jama’ah, pelurusan sejarah bahwa hanya PKB-lah partai yang lahir dari rahim NU, posisi kaum santri dalam pembangunan dan kekuatan dakwah NU ke depan apabila PKB menjadi parta besar.
Visi, Strategi dan Ekesekusi
Rentetan gebrakan yang dilakukan selama ini membuktikan bahwa KH. Imam Jazuli adalah sosok yang bervisi. Bervisi adalah produk dari kemampuan seseorang untuk mengkonstruksi potret masa depan ideal dan mampu menjadikannya sebagai energi untuk mencapainya.
Kata Albert Einstein, imajinasi itu lebih penting dari pada pengetahuan. Banyak pengetahuan tak menghasilkan perubahan jika krisis imajinasi dan hampa visi.
Tentu saja, visi semata tidak melahirkan gebrakan apa-apa jika tidak dilanjutkan dengan stretegi dan ekseksekusi. Saya lumayan sering diajak berdiskusi mengenai strategi dengan Kiai Imam. Terkadang di rumah, di jalan, di rumah makan, dan sering juga di hotel. Tapi saya lebih memilih menyimak, mencerna, dan sekali-kali bertanya atau merespon.
Itu saya lakukan karena saya tahu berdasarkan bukti-bukti bahwa Kiai Imam Jazuli memiliki lompatan yang di atas rata-rata soal strategi. Lebih-lebih kalau berbicara soal eksekusi. Kiai penggemar bangunan etnik ini punya nyali yang sudah benar-benar “without the box”. Jika orang berani di angka 5, Kiai sahabat saya ini pasti akan berani di angka 7 sampai 10.
Meruju pada hasil riset Prof. Teresa M. Amabile (1998), dari Harvard University, orang-orang yang kreatif dalam strategi dan eksekusi ini umumnya memiliki tiga hal kembar. Yaitu memiliki energi yang besar untuk mewujudkan visinya, memiliki skill yang handal dari latihannya, dan memiliki keberanian untuk mencoba hal-hal baru.
Makna dan Kontribusi
Bagi perjuangan PKB, hadirnya KH. Imam Jazuli sebagai tokoh ideologis yang telah membuktikan nyalinya, adalah bom keyakinan yang harus digunakan untuk menyingkirkan keragu-raguan dan rasa yang tidak pantas untuk menang atau menjadi besar. Kalkulasinya jelas. Ketika PKB mampu merebut warga NU, tidak usah semuanya, PKB akan menjadi partai besar.
Bagi warga NU, terutama NU kultural, kehadiran KH. Imam Jazuli perlu ditangkap sebagai kesadaran baru. Agar NU powerful dalam menentukan pembangunan, maka dakwahnya tidak cukup kultural dan politik kebangsaan. Harus mendapatkan dukungan dari politik kekuasaan. Caranya sudah jelas, yaitu memberikan dukungan kepada partai politik yang dilahirkan dari rahim NU, yaitu PKB. “PKB besar NU makin perkasa”, tegas Kiai Imam.
Ketika NU-PKB menjalin hubungan sinergis dalam politik, sudah tentu dampaknya akan semakin powerful bagi santri dan pesantren, terutama peranannya dalam pembangunan Indonesia.
Sejarah dunia mencatat bahwa yang mengubah masyarakat itu bukan serdadu militer atau demo massa, tetapi visi seorang visioner yang didukung oleh militer dan massa. Salam Ngaku NU Wajib Ber-PKB.
Penulis adalah Direktur Sekolah Politik Bina Insan Mulia, Cirebon, Jawa Barat dan Heart Intelligence Specialist
REFLEKSI 2023: LEBIH PENTING FOKUS PADA ENERGI KETIMBANG PADA RENCANA
Serial Kecerdasan Hati
REFLEKSI 2023: LEBIH PENTING FOKUS PADA ENERGI KETIMBANG PADA RENCANA
Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence Specialist
Dalam kisah yang mashur, ketika Sunan Kalijogo melihat orong-orang yang terputus kepala dan badannya, beliau langsung bertindak.
Dari sisa tatal yang dipakai untuk membentuk tiang Masjid Demak, beliau pakai untuk menyambung kepala dan badan binatang kecil itu.
Atas takdir Allah, orong-orong itu bisa hidup (bergerak) lagi.
Kisah ini bila diuji secara history (sejarah), mungkin gagal total. Verifikasi akademik menolak paparan di atas.
Hanya saja, bila dibobot dari aspek story (cerita) yang mengajarkan kehidupan (ibrotan), pastilah sukses besar. Apalagi dikaitkan dengan sosok kharismatik Sunan Kalijogo.
Kisah di atas menegaskan bahwa supaya makhluk hidup itu menjadi lebih hidup (bergerak dan bermakna), maka harus nyambung (connecting) antara otak (head), hati (heart) dan fisik (hand).
Oleh riset ilmuwan modern, peristiwa demikian disebut sebagai “coherence” (nyambung secara harmonis dan sinergis). Ajaran agama menyebutnya dengan istilah taufik (klop).
Ibarat mesin, seluruh sistem dan perangkat dalam mesin tersebut sudah aktif dan siap untuk berperforma tinggi.
Pada posisi koheren, otak mencapai gelombang Gamma: sadar, penuh konsentrasi, dan siap berperforma optimal, seperti orang mau lomba lari.
Tak hanya itu. Berdasarkan teori Triune Brain, hanya pada posisi koherenlah neocortex (otak intelektual) manusia aktif optimal. Tanpa koherensi, yang aktif di otak biasanya malah otak hewan ternak (masa bodoh) atau bahkan otak hewan buas (menerkam orang lain).
Pada posisi koheren, hati manusia mengeluarkan energi besar. Energi inilah yang membuat manusia memiliki kapasitas besar untuk mengontrol diri (menyuruh dan melarang). Ilmuwan menyebutnya sebagai self-regulating skill.
Tak hanya mengeluarkan kekuatan energi, hati juga mengeluarkan cahaya (nuur) untuk menunjukkan otak dan langkah.
Karena koherensi saja belum cukup menurut ajaran agama, maka ditambah satu lagi, yaitu hidayah dari langit. Lalu menjadilah wabillahi taufiq wal hidayah.
Ketika taufik dan hidayah menyatu pada diri manusia, langkahnya mendapatkan energi dan cahaya dari dua sumber. Maka disebutlah cahaya di atas cahaya (nuurun alan nuur).
Tanpa energi dan cahaya, rencana tinggallah rencana, tujuan menjadi kenangan, dan resolusi menjadi catatan yang mati suri.
Untuk memperkaya insight tentang bagaimana menciptakan koherensi hati, silakan eksplorasi di www.kecerdasanhati.com
Semoga bermanfaat.
UBAYDILLAH ANWAR MENGINSPIRASI PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DESA KAB. BELITUNG
MEMIMPIN DENGAN HATI YANG CERDAS adalah tema yang disajikan Dr. (HC) Ubaydillah Anwar, CSC, CPT pada sebuah Seminar Pemberdayaan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Desa dari wilayah Kabupaten Belitung pada Rabu 7 Desember 2022.
Acara yang difasilitasi oleh LEMBAGA PENDAMPING DESA ini, bertempat di Hotel Asyana Jl. Bungur Kemayoran Jakarta, Ubaydillah Anwar mengajak peserta yang berjumlah sekitar 30an orang, untuk menggunakan “Kecerdasan Hatinya” dalam mengelola pekerjaan yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat desa .
Topik yang disampaikan antara lain, Peranan Utama Pemimpin, ada tiga, yakni 1) Sebagai Pendidik, 2) Sebagai Penguasa dan 3) Sebagai Pelayan.
Pemimpin harus mengenal peranan Hati Manusia. agar memahami esensi kecerdasan hati. Dimana HATI itu dipandang sebagai Hati Jasmani ( Jantung / Heart) dan HATI Rohani ( Spiritual).
Hati yang CERDAS harus mencakup Harmonis, Synergis dan kesediaan HATI menangkan cahaya Illahi.
Pemimpin yang memiliki Kecerdasan HATI, mesti mendahulukan tujuan spiritual, untuk kemaslahatan orang banyak, ketimbang Tujuan Material, yang cenderung hanya mementingkan kebutuhan dirinya atau kelompoknya.
Pemimpin Cerdas Hati juga memiliki kemampuan menguasai masalah dan mau mengeluarkan kasih sayang.
Pemimpin yang punya kecerdasan hati, juga mau memperkuat Kontrol Diri.
Ubaydillah Anwar yang sehari-hari menjadi Penulis, Trainer dan Pembicara ini, kerap mem-posting ” tulisan-tulisan di Instagramnya @assi_channelofficial.
Anda membutuhkan Inspirasi Kecerdasan Hati Ubaydillah Anwar? Silahkan huubungi 081310696307
KAPANKAH SESEORANG MULAI DISEBUT TERKENA GANGGUAN MENTAL?
Serial Kecerdasan Hati
KAPANKAH SESEORANG MULAI DISEBUT TERKENA GANGGUAN MENTAL?
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
Laporan Harvard Medical School (2022) menyebutkan gejala umum gangguan mental adalah: a) merasa tak berdaya, b) hati galau nggak karuan, c) menarik diri dari lingkungan, d) dikuasai kemalasan, e) tidur tidak normal: tidur terus atau tak bisa tidur, f) mudah marah, g) mudah bermusuhan dan melakukan pelanggaran, h) paranoid, i) kerap mendengar suara-suara aneh dan halusinasi, dan g) sudah sering berpikir mati saja.
Sejak Covid 19 melanda dunia, catatan Mental Health Foundation yang berpusat di Inggris menyatakan bahwa dalam satu minggu, satu dari enam orang mengalami gejala umum di atas. Tentu, tidak semuanya. Mungkin salah satu atau sebagiannya.
Bagi yang merasa mengalami gangguan awal, tugasnya adalah segera menormalkan dengan mengingatkan diri. Al-Quran mengingatkan: “Maka berilah peringatan (proaktif) karena mengingatkan itu bermanfaat,” (QS. Al-A’la:9).
Bukti mental yang normal adalah ketika kita sanggup ber-ikhtiyar: memilih yang positif secara proaktif. Antara lain: memilih kegiatan yang produktif, memilih cara berinteraksi yang positif, memilih menangani konflik yang positif, mampu beradaptasi dengan perubahan, mampu menangani persoalan hidup dengan cara-cara yang tidak merusak, minimal tidak merusak diri.
Kenapa hati yang cerdas dibutuhkan dalam menangani gangguan mental? Seseorang tidak sanggup melakukan hal-hal yang berarti apabila energi dan kontrol dirinya lemah. Menangani gangguan juga sulit dilakukan apabila otak tidak kreatif. Pertolongan ilahi juga mutlak dilakukan sebab tanpa pertolongan-Nya, semua akan sesat dan gelap.
Itulah kenapa kecerdasan hati dibutuhkan. Hati akan cerdas apabila ada hubungan yang harmonis dengan otak (coherent). Hati akan cerdas apabila ada kerja sama yang sinergis dengan otak. Dan hati akan cerdas apabila antenanya terbuka untuk cahaya ilahi yang datang untuk menunjukkan atau mengingatkan (ya’muruhu wayanhahu).
Semoga bermanfaat.
TERNYATA TIDAK SEMUA ORANG YANG BAHAGIA ITU ‘HIGH PERFORMER’
Serial Kecerdasan Hati
TERNYATA TIDAK SEMUA ORANG YANG BAHAGIA ITU ‘HIGH PERFORMER’
Ubaydillah Anwar, CSC., CPT. | Heart Intelligece SpecialistHubungan antara rasa bahagia dan kualitas kinerja seseorang di tempat kerja telah diungkap banyak riset.
Dari banyak riset itu dapat disimpulkan hubungan keduanya tidak selalu kausatif (sebab-akibat).
Bahkan ada yang kontra-produktif (di luar dugaan). Dan hubungan ini juga dapat kita temukan di praktik dengan mudah.
Ada orang yang bahagia dengan keadaannya, namun kinerjanya rendah (happy low perfomers).
Ada yang rendah rasa bahagianya dan kinerjanya juga rendah (unhappy low performers). Sahabat saya yang seorang dirut HRD masih menambahkan dengan kalimat: “dan tidak mau pindah”.
Ada yang rendah rasa bahagianya, namun kinerjnya tinggi (unhappy high performers).
Terakhir adalah kelompok yang rasa bahagianya tinggi dan kinerjanya juga tinggi (high happiness high performers).
Potret Orang Indonesia
Kira-kira orang Indonesia di bagian mana dari 4 kelompok di atas? Belum pernah saya membaca hasi riset tentang itu. Tapi dari petunjuk riset lain, kita bisa menemukan sebuah potret umum.
Secara umum, orang Indonesia termasuk bangsa yang mudah untuk bahagia. Di tengah rumitnya persoalan sosial, indeks bahagia Indonesia jika dilihat di World Happiness Index (2021-2022) termasuk lumayan (82 dari 149 negara). Bahkan membaik saat Covid 19 mengamuk.
Meminjam guyonan Cak Nun, orang Indonesia itu memiliki teknologi rohani yang tinggi. Modal nikah cukup bismilah. Tidak perlu pakai bank guarantee. Masa depan serumit apapun cukup dihadapi dengan insya Allah. Dijajah bertahun-tahun, tetap tangguh. Sampai penjajahnya capek sendiri.
Hanya saja secara kemakmuran, di Asia Tenggara saja kita nomor 4 setelah Singapura, Malaysia, dan Filipina. Kemakmuran dilihat dari aspek modal sosial, keamanan, pemerintahan, dan ekonomi.
Artinya, secara syukur dengan lisan, kita sudah bagus. Syukur adalah pabrik utama rasa bahagia. Dalam keadaan apapun, mulut kita masih mudah untuk menyatakan al-hamdulillah.
Hanya saja, syukur dengan hati dan perbuatan, rata-rata kita masihh rendah. Kesyukuran dengan hati adalah kesimpulan yang membangun keyakinan dan kesadaran bahwa pada hari ini saya telah memiliki segala ‘resource’ yang berlimpah untuk maju, bahagia, dan bermakna (bermanfaat) sekaligus.
Setelah hati menyimpulkan itu, otak (head) dan tindakan (hand) akan bergerak untuk menciptakan perbuatan sebagai respon atas perintah hati. Tanpa keyakinan dan kesadaran itu, kreativitas otak tak bisa diharapkan. Dan sudah pasti, inovasi kinerja pun tidak terjadi.
Imam Ghazali dalam Ihya menulis bahwa inti syukur dengan demikian adalah menggunakan nikmat yang sudah ada dan itu berlimpah untuk tujuan-tujuan yang dikehendaki Tuhan, dan melawan berbagai dorongan dan tindakan kufur (ingkar).
Kekuasaan itu nikmat tapi jika digunakkan untuk kedzaliman atau malas untuk menggerakkan pembangunan, maka penggunaannya adalah kekufuran.
Selain Menghafal Qur’an, Santri di Pesantren VIP Bina Insan Mulia 2 Belajar Coding dan Robotik
Selain Menghafal Qur’an, Santri di Pesantren VIP Bina Insan Mulia 2 Belajar Coding dan Robotik
Geliat Santri Belajar Coding dan Robotik Sambil Menghafal Qur’an
Oleh: Dr. HC. Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence Specialist
Indonesia mengalami pertumbuhan kelas menengah yang luar biasa cepatnya dan mereka membutuhkan layanan pendidikan yang berbeda.
Pesantren VIP Bina Insan Mulia 2 hadir dengan fasilitas yang kaya kenyamanan, kelengkapan, dan tepat guna untuk pendidikan. Semua itu untuk menjawab perubahan hari ini dan kebutuhan masa depan.
Jenjang pendidikan yang tersedia saat ini adalah SMP Unggulan Bertaraf Internasional dan SMA Unggulan Bertaraf Internasional. Keduanya menerapkan kurikulum yang mengacu pada The Cambridge International Curriculum dan Singapore International Schools.
Pembelajaran teknologi robotik dan coding juga sudah diperkenalkan sejak dini kepada para santri. Tak sampai di situ, Pesantren VIP Bina Insan Mulia 2 juga memfasilitasi para santri untuk berkompetisi tingkat internasional di berbagai olimpiade sains dan robotik
Pesantren Bina Insan Mulia sebagai pesantren etnik terbesar di Indonesia yang mengusung konsep cottage dengan wajah etnik nusantara untuk asrama santri.
Mereka menempati asrama berukuran 12 x10 yang dilengkapi dengan TV LED 70 inch, kulkas dua pintu, play station, wifi, ranjang dua tingkat dengan kasur berstandar tinggi, dan kamar mandi di dalam.
Toilet setiap asrama distandarkan dengan hotel bintang 4, WC duduk dan AC berukuran 4PK. Juga disediakan kolam renang, fasilitas gymnastic, area outbound dan kafe yang menyediakan pilihan menu beragam.
Gizi dan nutrisi santri menjadi perhatian utama pesantren. Selain menyiapkan makan pagi, siang, dan malam, dapur juga menyiapkan snack dan menu tambahan bagi santri setelah kegiatan di malam hari.
Konten pendidikan dirancang agar dapat memenuhi kebutuhan dan tantangan generasi saat ini. Sebagai santri, mereka digembleng dengan pelajaran dan akhlak Islam yang berbasis kurikulum pesantren salaf dan modern.
Di tengah fasilitas modern yang disediakan, para santri Bina Insan Mulia mendapatkan gemblengan spiritual dengan mengamalkan tirakat dan wirid Dalailul Khoirat.
Penguasaan sains dan teknologi menjadi prioritas utama Bina Insan Mulia 2. Para santri juga mendapatkan bekal soft skills dan pendidikan budaya yang langsung dipraktikkan.
Untuk materi unggulan, Pesantren Bina Insan Mulia 2 menerapkan pembelajaran berbasis program yang telah teruji efisiensi dan efektivitasnya. Ada enam program unggulan yang telah diterapkan di pesantren ini, yaitu:
- Program Tahsin & Tahfid
2. Program Eksak
3. Program Qiroatul Kutub
4. Program Figh
5. Program Bahasa Inggris
6. Program Bahasa Arab yang menerapakan metode silsilah Azhar yang menjadi kurikulum pembelajaran bahasa arab Al-Azhar Mesir.
Para santri yang telah menyelesaikan satu program, akan diuji penguasaannya oleh tim guru dan pembimbing lalu diwisuda dengan prosesi yang sangat memotivasi perkembangan anak.
Setiap program diselesaikan dalam satu semester sehingga setiap santri akan diwisuda dua kali dalam setahun.
Pelaksaan wisuda berlangsung di hotel Aston, Luxton dan Swishbelt Hotel Cirebon.Seluruh santri dapat mengakses internet di asrama dan di kelas.
Sistem pembelajaran menerapkan kelas cerdas (smart kelas) dengan teknologi canggih layaknya di negara maju, seperti di Finlandia, Selandia Baru, atau Australia.
Kelanjutan studi alumninya dipersiapkan untuk memasuki kampus-kampus internasional di Australia, Eropa, Amerika, Cina, dan Timur Tengah. Hingga saat ini, Pesantren Bina Insan Mulia termasuk pesantren yang paling banyak mengirim alumninya ke kampus-kampus internasional di luar negeri karena jaringan yang telah terbangun.
Untuk melaksanakan agenda pendidikan, para guru adalah lulusan kampus terbaik dalam negeri dan luar negeri. Antara lain: Al-Azhar Kairo, Az-Zaitunah Tunis, Ibnu Tofel Maroko, Temple University Amerika, UNPAD, UGM, ITB, UPI, UNAIR, Universitas Indonesia dan lain-lain.
Di setiap asrama didampingi oleh pembimbing yang merupakan alumni Pesantren Bina Insan Mulia, Pondok Modern Gontor, Pondok Al-Amin Parenduan, Pesantren Lirboyo Kediri, dan lain-lain. Pembelajaran bahasa Inggris, Prancis, Arab dan Mandarin dibimbing langsung oleh native speaker dari luar negeri yang tinggal bersama santri di Pesantren.
“Pesantren VIP Bina Insan Mulia 2 berkomitmen untuk menghantarkan para santri menjadi mukmin yang kuat dengan standar kualitas global. Semua orang tahu bahwa pekerjaan ini tidak mudah dan tidak murah, tapi demi kepentingan umat dan bangsa, ini harus kami lakukan.”
Dengan multi bakat yang dimiliki dan pengalaman ekstensif di dunia usaha, kerjasama pendidikan antarnegara, politik dan pemikiran Islam, KH. Imam Jazuli Lc, MA., Pengasuh Pesantren VIP Bina Insan Muliab2 telah menghadirkan konsep pesantren yang inovatif dan revolusioner di bumi kenyataan.
Kiai yang akrab dijuluki “without the box thinker” ini telah, sedang, dan akan melakukan berbagai pembaharuan fundamental pada sistem, cara hidup, dan kiprah santri agar mampu mengambil peranan sentral dalam pembangunan Indonesia masa depan.
SISI GELAP ORANG CERDAS DAN SOLUSI KECERDASAN HATI
Serial Kecerdasan Hati
SISI GELAP ORANG CERDAS DAN SOLUSI KECERDASAN HATI
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
Selain diberi keistimewaan, orang cerdas juga diberi ujian. Jika gagal mengelolanya, ujian itu bisa-menjadi sisi gelap mereka. Apa saja ujiannya? Hasil riset yang ditayangkan majalah Inc, edisi November 2021mengungkap hal-hal berikut.
Riset Journal of Reseacrh in Personality 2016 menemukan, orang-orang yang ber-IQ tinggi cenderung suka menunda-nunda pekerjaan.
Bagi yang berhasil, mereka akan menemukan ide dan hasil yang bagus setelah menunda itu. Tentu ada deadline yang ditaati. Tapi bagi yang gagal, mereka terus menunda sehingga membuahkan kesia-siaan dan protes orang-orang yang mempercayainya.
Kajian Harvard Business Review dan telaah terhadap praktik hidup menemukan fakta bahwa orang cerdas sering cepat berganti pemikiran. Kata Jeff Bezos dari Amazon, indikator nomor 1 orang cerdas adalah mau mengubah pola berpikir.
Bagi yang berhasil, mereka menjadi orang terdepan dalam banyak hal (innovator) Tapi bagi yang gagal, mereka terus buang-buang waktu, uang, dan pikiran dalam pengembaraan yang tidak jelas.
Study British Journal of Personality tahun 2016 menemukan fakta bahwa orang-orang cerdas cenderung suka menyendiri dan kurang bisa menikmati kebahagian sebagaimana seharusnya.
Bagi yang berhasil, kegelisahan orang cerdas kerap menghasilkan karya dan gerakan yang inovatif dan bahkan revolusioner. Tapi bagi yang gagal, sendirinya orang cerdas hanya sebuah praktik menarik diri dari realitas aktual.
Terakhir, riset oleh jurnal Personality and Individual Difference mengungkap, orang cerdas suka begadang sampai menjelang pagi.
Bagi yang berhasil, keheningan malam adalah waktu yang sangat bagus untuk mengasah intuisi, menemukan gagasan yang spektakuler dan karya yang bermanfaat.
Mereka umumnya memiliki pendapatan dan pekerjaan yang lebih bagus. Tapi bagi yang gagal, terlalu banyak begadang menganggu kesehatan jasmani dan rohani.
Penjelasaan di atas dan fakta praktik hidup semakin menegaskan bahwa dikaruniai otak cerdas belum tentu menghasilkan kreasi, karya, prestasi dan kontribusi yang bermanfaat. Ini tergantung energi dan cahaya hati yang mengalir ke dalam otak.
Kerap saya katakan bahwa ketika membahas kecerdasan hati, bukan berarti mengesampingkan otak. Ini tidak tepat. Justru karena kita menyadari betapa powerfulnya otak, maka setiap orang perlu memahami kerja hati.
Kenapa? Karena kinerja otak ditentukan oleh kecerdasan hati. Bagi otak, kecerdasan hati menentukan kekuatan kontrol, menentukan rendah-tingginya energi, dan cahaya hati menentukan salah-benarnya otak beroperasi.
Sesuai penjelasan Rasulullah SAW bahwa orang cerdas itu bukan soal IQ-nya. Seperti ditulis dalam Riyadlush Sholihin, orang cerdas (al-kayyis) menurut Rasulullah adalah orang yang mampu menimbang dirinya (evaluasi, analisis, refleksi, dst) dan mampu mengorientasikan kebaikan yang dilakukan hari ini untuk akhirat.
Sedangkan orang yang tidak cerdas (kecerdasan rendah) adalah orang yang berhasil didikte oleh reaksi hawa nafsunya dan suka melangkah di atas angan-angan (yatamanna alallah).
Semoga bermanfaat.
MEMERAS PRIORITAS ADALAH PRIORITAS DARI PRIORITAS
Serial Kecerdasan Hati
MEMERAS PRIORITAS ADALAH PRIORITAS DARI PRIORITAS
Ubaydillah Anwar CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
“Agar kegiatan Anda lebih efektif, jangan memprioritaskan agenda, tapi agendakan prioritas Anda,” demikan petuah bijak berpesan. Karena itu, “Jangan hanya sibuk, tapi temukan apa tujuan dari kesibukan Anda, “ kata Thomas Alva Edison.
Banyak individu atau tim yang gagal mencapai tujuan-tujuan penting bukan karena tidak berkemampuan. Bukan pula karena tidak memiliki teknologi dan infrastruktur. Tapi karena terlalu banyak menaruh fokus pada kegiatan yang tidak berdampak secara kausatif (sebab-akibat) terhadap tujuan.
Maka, kuncinya adalah kesadaran ber-prioritas.
Karena itu, memeras prioritas adalah prioritas dari prioritas. Praktik manajemen menemukan pola yang nyaris stabil bahwa jika kita berhasil menemukan 20% kegiatan yang benar-benar prioritas, maka kegiatan itu akan menghasilkan 80% dari efektivitas tujuan.
Bahkan menurut Nabi Muhammad SAW, prioritas menjadi bukti kualitas keberagamaan seseorang. “Bukti kualitas yang bagus dari keberislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak penting bagi dirinya,” demikian beliau berpesan, seperti diriwayatkan oleh At-Tirmidzy.
Malah di dalam al-Quran, Allah SWT menyampaikan firman bahwa kemampuan menjalankan prioritas termasuk karakteristik mukmin yang winner (aflaha). “Mereka mampu memalingkan diri dari hal-hal yang tidak penting.” (QS. al-Mukminun: 3).
Untuk memeras prioritas (refining priority), darimana kita mulai? Kita bisa mempraktikkan pembelajaran berikut:
- Mengaktifkan dialog hati
Agar kita bisa melihat ke belakang dengan jernih, dialog hati (silent talk) mengenai diri sendiri sangat diperlukan. Petunjuk hati akan menyadarkan apakah selama ini kita lebih banyak fokus pada kegiatan dan kesibukan ataukah prioritas?
- Temukan ‘big picture’
Tumpukan dan lapisan kesibukan akan siap meracuni kita dalam waktu yang lama begitu kita gagal merumuskan ‘big picture’ dari tujuan-tujuan penting. Ibarat menjalankan kendaraan, langkah kita akan sulit mencapai tujuan apabila pandangan kita hanya fokus pada objek yang di depan mata saja. Bisa-bisa malah menabrak. Begitu kita sudah berhasil merumuskan gambaran besar dari tujuan kita, pasti akan lebih mudah memeras prioritas.
- Audit diri
Hal yang sangat prioritas untuk diaudit adalah: Apakah selama ini kita sering menyatakan “Yes” pada godaan sehingga gagal ber-prioritas? Apakah selama ini kita lebih fokus untuk menyenangkan orang lain sehingga prioritas menjadi korbannya? Apakah selama ini kita mengalami maniak kesibukan sehingga tidak sempat berpikir prioritas?
- Prioritas sekarang dan prioritas nanti
Setelah menemukan catatan penting, saatnya kita menentukan dua prioritas utam. Pertama, prioritas hari ini, yaitu kegiatan yang penting dan mendesak yang wajib kita sempurnakan. Kedua, prioritas hari esok, yaitu kegiatan yang sangat penting (sunnah muakkad) ke depan, namun tidak mendesak hari ini. Membaca dan mendalami skill baru memang tidak mendesak untuk hari ini, tetapi sangat wajib untuk hari esok kita.
Dalam kepemimpinan, memeras prioritas juga sangat prioritas. Riset mengungkap, jika seorang pemimpin gagal menemukan prioritas, maka ia juga gagal mengubah perilaku pengikutnya (www.neuroleadership.com).
KETIKA HATI DAN PIKIRAN BERTENTANGAN, MANA YANG HARUS DIMENANGKAN?
Serial Kecerdasan Hati
KETIKA HATI DAN PIKIRAN BERTENTANGAN,
MANA YANG HARUS DIMENANGKAN?
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
Hati dan pikiran adalah dua makhluk yang ditakdirkan untuk menjadi sumber cahaya dan energi.
Semua hati manusia menolak kebohongan. Seorang koruptor pun akan memilih bendahara yang jujur. Dengan pikiran, seseorang dapat menghitung peluang dan resiko. Pikiran bisa menjawab “how-to” yang kita butuhkan.
Selain diberi kehebatan, hati dan pikiran juga diberi kelemahan dan keterbatasan. Bahkan kendali hati sendiri, baik hati jasmani (jantung) dan hati rohani, bukan sepenuhnya pada hati. Demikian juga otak yang tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri sepenuhnya. Ketika seseorang sakit, otaknya tidak bisa berpikir. Ketika jantung seseorang berhenti, hidupnya berakhir.
Agar hati dan pikiran lebih powerful menghasilkan manfaat, wahyu (syar’iyyah) dan ilmu (kauniyah) diturunkan Allah SWT untuk membimbing hati dan pikiran. Tanpa ilmu, pikiran manusia tidak bisa mengubah benih padi menjadi nasi. Tanpa wahyu, hati manusia tidak bisa membedakan nabi dan penyihir.
Di ruang hidup pribadi, setiap orang menghadapi pilihan dan problem yang panduan untuk menyikapinya tidak dijelaskan sampai detail oleh ilmu dan wahyu. Allah SWT menurunkan intuisi. Intuisi adalah pengetahuan yang bersumber dari dalam hati. Ia hadir berupa kilatan, dorongan, dan informasi masa depan.
Beberapa ulama tasawuf mendefinisikan pengetahuan yang muncul di hati seseorang dan mendorongnya untuk berpihak atau bertindak sebagai ilham. Misalnya, sehabis shalat istikhoroh, ternyata kita secara magnetik punya keyakinan yang menguat di tindakan tertentu.
Intuisi juga hadir di pikiran. Para ahli menyebutnya sebagai aktivitas otak kanan (intuitive brain). Karena itu, tidak jarang seseorang merasakan hati dan pikiran sama-sama memunculkan dorongan. Bahkan terasa seperti bertentangan.
Bagaimana mendamaikan dan mana yang harus dimenangkan? Terhadap peristiwa demikian, ada dua pola penting yang perlu dijadikan pedoman.
Pertama, terhadap hal-hal yang sudah diatur oleh petunjuk wahyu (agama), ilmu, dan kesepakatan (al-uhud), maka hati dan pikiran harus ditundukkan untuk mengikutinya. “Tidak disebut beriman seseorang yang dorongan jiwanya tidak tunduk pada ajaran yang aku bawa,” sabda Nabi Muhammad SAW.
Meski demikian, cara menjalankan ketundukan itupun harus dengan hati dan pikiran. Iman dan ilmu adalah modal untuk menjalankan ajaran dan tangga untuk menggapai ketinggian derajat.
Kedua, terhadap hal-hal yang tidak diatur oleh wahyu, ilmu, dan kesepakatan dengan rinci, maka pertentangan yang terjadi perlu diubah menjadi sinergi. Sinergi adalah menyatukan dua perbedaan untuk mendapatkan hasil yang lebih bagus atau lebih besar, seperti menikah.
Artinya, terhadap hal yang kita putuskan dengan pikiran pun, hati harus dilibatkan di bagian lain. Sebaliknya, terhadap hal yang kita jalankan dengan hati pun, pikiran harus dilibatkan di bagian lain.
“Lakukan sesuatu dengan segenap hatimu (heart), tapi jangan lupa membawa pikiranmu (head),” pesan petuah bijak.
MEMBEDAKAN TEGAS DAN KERAS DALAM PRAKTIK PENDIDIKAN
Serial Kecerdasan Hati
MEMBEDAKAN TEGAS DAN KERAS DALAM PRAKTIK PENDIDIKAN
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
“Sebagai guru, saya sebenarnya tidak boleh memukul. Tapi, pada saat itu saya khilaf dan merasa emosi tinggi sehingga memukul anak tersebut,” kata seorang guru di Surabaya yang sempat menjalani hukuman penjara atas kekerasan yang dilakukan kepada muridnya.
Guru memang harus tegas, tetapi tidak boleh keras. Bagaimana dipraktikkan di lapangan?
Pendidikan yang tegas diharuskan oleh sunnatullah untuk menghasilkan karakter yang kokoh dan kompetensi yang unggul. Tegas dalam berpegang teguh pada prinsip. Tegas dalam berdisiplin. Tegas dalam mempertahanakan tujuan. Dan tegas dalam mencapai kemajuan.
Jangan sampai kita mengharapkan pembelajan dengan materi yang ringan-ringan, disiplinnya karet, yang penting enjoy, tapi mengharapkan hasil perubahan yang optimal. “Hayhata,” kata orang Arab. Alias, mana ada?
Tanggal 15 September 2022, tiba-tiba ada yang mengirim tiktok di WA saya. Isinya, seorang remaja tengah siap untuk demo. Ketika ditanya apa yang didemokan, jawabannya masya Allah! “Mendukung Pak Jokowi dilantik menjadi kapolri,” jelasnya polos di tiktok itu.
Sebagai produk pendidikan, ini patut menjadi renungan. Apakah ini hasil dari proses pendidikan yang mudah tapi dapat nilai ijazah mewah?
Lemahnya ketegasan berdampak pada kualitas SDM. Dan satu-satunya masalah besar bagi Indonesia dengan bonus demografis yang mulai diterima tahun 2024 adalah kualitas SDM yang rendah.
Tegas adalah respon positif terhadap kenyataan yang kita hadapi. Respon tersebut lahir dari prinsip dan pemahaman yang menancap di hati. Artinya, ketika hati hampa prinsip dan pemahaman, secara otomatis tidak muncul ketegasan.
Untuk tegas tidak menuntut kekerasan di praktik lapangan. Dengan kasih sayang, sopan, dan lembut, seorang guru tetap bisa tegas. Gambarannya seperti air. Barangnya lembut dan fleksibel, namun karakternya tegas. Air tetaplah air mau ditempatkan dimana saja meskipun bentuk fisiknya berubah.
Sebaliknya, keras adalah reaksi negatif terhadap kenyataan yang kita tolak. Reaksi tersebut bisa bersumber dari pemahaman yang minus atau karena kehilangan kontrol. Secara kecenderuangan, keras akan lebih banyak menghasilkan hal-hal yang destruktif.
Untuk era sekarang, hampir semua guru sudah punya pemahaman bahwa kekerasan adalah terlarang, lebih utamanya kekerasan fisik. Tapi, seperti diakui oleh seorang guru dari Surabaya di atas, kekerasan itu terjadi karena kehilangan kendali.
Pertanyaannya, bagaimana memperkuat kendali kontrol? Riset HeartMarth Institute menyimpulkan bahwa ketika jantung (hati fisik) dipenuhi emosi positif, maka bukan saja kinerja otak yang meningkat, tetapi kontrol diri dan ketangguhan jiwa juga lebih optimal.
Emosi positif yang terungkap dalam riset tersebut adalah apresiasi, syukur, kasih sayang, dan peduli. Bisa dipraktikkan langsung, ketika kita menemukan hal-hal yang kita apresiasi, kontrol kita meningkat. Lebih-lebih jika disempurnakan dengan kasih sayang dan cinta.
Sebaliknya, ketika kita mengembangkan kesimpulan negatif, ketidakpuasan, amarah, dan kebencian, maka kekuatan untuk mengontrol diri semakin melemah.
Al-Quran mengingatkan kita: “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri.” (QS. al-Hasyr: 19).
Tentu, untuk hasil yang optimal, secara institusi dibutuhkan aturan dan keteladanan.
BAGAIMANA GONTOR MENANGANI KEMELUT; PELAJARAN BAGI LEMBAGA BESAR LAIN DI INDONESIA
BAGAIMANA GONTOR MENANGANI KEMELUT;
PELAJARAN BAGI LEMBAGA BESAR LAIN DI INDONESIA
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
Sangat super sedikit lembaga pendidikan yang bisa bercerita siapa saja alumninya, apa saja kiprahnya di masyarakat, dan dimana saja mereka berkiprah.
Gontor menjadi salah satunya. Selama 98 tahun eksis, alumni Gontor tersebar di hampir seluruh negara di muka bumi ini. Kiprah, pekerjaan, dan peranannya bermacam-macam. Mereka disatukan oleh kode jiwa: di jidatmu ada PM (Pondok Modern).
“Kesuksesan lembaga pendidikan dilihat dari alumninya,” pesan Kiai Syukri yang saya catat.
Apakah semua alumni Gontor memenuhi standar sukses di masyarakat, baik secara ilmu, akhlak, dan kontribusi? Semua tahu jawabannya: pasti tidak. Ada yang melebihi, ada yang memenuhi, dan ada yang masih membutuhkan perbaikan.
Artinya, ada hetroginitas kualitas lulusan di sana. Ini agak sedikit berbeda dengan sekolah yang sejak di tingkat input sudah menetapkan standard keseragaman, yang sering kita kenal sebagai sekolah unggulan atau kampus mahal.
“Kami ini bukan lembaga asuransi yang menjamin, tapi lembaga pendidikan,” demikian pernyataan Kiai Hasan yang saya dengar dari sahabat. “Gontor telah banyak memberikan, tapi tidak pernah menjajikan,” nasihat ustad saya dulu di kelas.
Ciri Utama Pendidikan Gontor
Menurut cerita, ketika Pak Idham Chalid di tahun 1950-an tampil di pentas nasional sebagai Perdana Menteri RI (1956-1959), dan tokoh bangsa dengan jabatan dan peranan seabrek, KH. Imam Zarkasyi di Gontor tertegun, terharu, dan semakin yakin.
Indonesia yang tengah membutuhkan ulama yang intelek kala itu terjawab sudah. Dan itu adalah murid beliau. Apalagi setelah itu disusul lahirnya banyak tokoh di berbagai bidang dan skala dari Gontor. Kepercayaan masyarakat Indonesia dan dunia kepada Gontor semakin besar.
Apa ciri utama pendidikan Gontor? Yang saya rasakan, rasa pendidikan Gontor yang paling dominan adalah ketegasan. Tegas menerapkan standar, tegas menjalankan, dan tegas bersikap. Semua urusan dimuarakan ke nilai dan fungsi pendidikan.
Demi ketegasan, tidak ada keturunan kiai yang dipanggil gus, seperti tradisi di Jawa umumnya. Semua keturunan kiai mendapatkan perlakuan yang sama di mata disiplin. Keturunan kiai tidak berhak mendapatkan warisan material sedikit pun dari pondok. Tidak semua keluarga kiai itu menjadi keluarga pondok, dan ini diterima sebagai pemahaman terhadap nilai di Gontor.
“Apa yang kamu lihat, kamu rasakan, dan kamu jalankan di Gontor adalah pendidikan,” nasihat Kiai Syukri yang terus saya ingat. “Pendidikan di Gontor itu dari jaros (bunyi bel) ke jaros,” ungkap Cak Nun yang saya dengar langsung.
Ketika ketegasan itu harus diterapkan oleh semua orang, pasti tidak mudah. Lebih tidak mudah lagi ketika ketegasan itu harus dibedakan di lapangan dengan kekerasan atau keangkuhan di level guru muda dan pembimbing, dengan rata-rata usia 20-30 tahun.
Karena itu, antisipasi Gontor terhadap potensi kekerasan yang bersumber dari pemahaman mengenai ketegasan pun terus dilakukan melalui berbagai upaya. Dari mulai komunikasi seribu kali perhari, aturan, kemudahan laporan, sampai ke sanksi hukuman.
Pelaku kekerasan akan disanksi sekalipun niatnya untuk menegakkan disiplin. Artinya, sudah bisa dipastikan bahwa kekerasan bukan mazhab sebuah sistem.
Dalam berbagai kesempatan, Kiai Hasan sering menyampaikan bahwa bukan berarti Gontor tanpa kelemahan sekali pun telah berpengalaman selama hampir 100 tahun di pendidikan.
Namun begitu, tidak berarti kelemahan itu bisa dipahami sebagai peluang bagi setiap orang untuk mengoreksi. “Sebab, kami di dalam ini selama 24 jam melakukan perencanaan, pengelolaan, pelaksanaan, kontral dan evaluasi,” jelas sahabat saya yang menjadi ustadz senior di sana.
“Siapa yang percaya, silakan masuk. Gontor tidak pernah bikin iklan. Siapa yang tidak, silakan cari yang lain.” Demikian pernyataan awal Gontor kepada semua wali santri dan calon wali santri.
Bagaimana Gontor Menangani Kemelut?
Kasus pelajar di asrama berkelahi atau mengalami kekerasan oleh sesama mereka, bisa terjadi dimana saja. Apalagi jika lembaga itu sudah besar dengan santri ribuan.
Jika kasus tersebut sampai mengakibatkan kematian, seperti dialami ananda Albar Mahdi, santri Gontor asal Palembang, maka tidak ada sistem jiwa dan sistem lembaga yang langsung siap menerima itu. Pasti ada kehebohan, komplain, bahkan kemelut.
Lalu bagaimana menanganinya? Secara professional, ketika kemelut terjadi, dua hal yang harus ditangani serius adalah people (urusan manusia) and problem (urusan masalah). Tidak bisa salah satunya.
Kalau melihat langkah Gontor menangani kemelut tersebut, yang ditayangkan oleh berbagai media, dan isi pernyataannya, kedua unsur penting itu telah terpenuhi dengan berbagai dinamika yang ada.
Urusan people ditangani dengan meminta maaf, menunjuk juru bicara yang otoritatif supaya tidak simpang siur, silaturrahim oleh jajaran pimpinan ke keluarga, bahkan menawarkan beasiswa.
Sementara, untuk aspek problem, Gontor telah langsung memulangkan santri pelaku kekerasan, mengurus jenazah sampai ke orangtua, membuka lebar-lebar proses hukum, dan berkomitmen melakukan perbaikan yang optimal untuk mencegah kekerasan antarsantri melalui sistem.
“Tidak tepat jika ada orang yang mengatakan Gontor menyembunyikan fakta dan baru meminta maaf setelah ada viral di media. Pada hari H, utusan Gontor sudah menceritakan kronologinya dan sudah meminta maaf. Karena itu ada surat terbuka dari pihak keluarga kepada Pimpinan Pondok,” jelas sahabat saya di Palembang.
Tentu, kita semua paham bahwa untuk masalah seberat kematian, tidak ada problem solving yang langsung selesai dan berakhir secara one-off (makjleb). Ada dinamika dan proses yang berlanjut hingga ke titik tertenu.
Hal lain, sama-sama perlu disadari juga oleh lembaga pendidikan manapun, bahwa sejak tahun 2000, dunia mengalami disrupsi teknologi. Ada kekuatan baru yang menggeser tatanan hidup lama sehingga hadir tatanan baru.
Dengan disrupsi itu maka semua orang adalah pemilik kantor redaksi untuk surat kabarnya sendiri. Dan kantor itu dibawa kemana-mana di sakunya. Setiap orang bebas ngomong, bebas nulis, lalu ditampilkan di medianya sendiri kapan saja.
Apa maknanya ini bagi institusi dan organisasi? Selain perlu konsen pada people dan problem, satu hal lagi yang penting di tatanan hidup baru ini: kecepatan mengoptimalkan media.
Semoga bermanfaat.
CARA JITU MENDEBAT GAGASAN ORANG LAIN DI TEMPAT KERJA
Serial Kecerdasan Hati
CARA JITU MENDEBAT GAGASAN ORANG LAIN DI TEMPAT KERJA
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
Praktik membuktikan bahwa kesempurnaan sebuah konsep dan praktik sering dihasilkan dari bersatunya keragaman. Ajaran agama menyampaikan: fainnal barokata fil jama’ah (Ada kebaikan yang berlimpah dalam kolaborasi).
Sejumlah hasil riset yang saya baca di Harvard Business Review dan di The Managers’ Toolkit semakin menguatkan. “Cognitive diversity makes a group smarter,” tulisnya. Keragaman membuat kelompok lebih cerdas.
Bahkan ada temuan yang mengungkap, banyak kelompok yang menjadi melempem bukan karena tidak ada konflik, tetapi karena semua ‘adem-ayem’ (passive and indecisive).
Tak bisa dipungkiri bahwa keragaman yang produktif itu dalam prosesnya sering dihasilkan dari debat. Apesnya, debat sendiri tak selalu konstruktif. Malah lebih sering destruktif.
Karena itu, dibutuhkan cara-cara jitu agar dapat membuahkan hasil yang jempolan dalam mendebat gagasan teman kerja.
Darimana dimulai? Sebelum otak dan mulut bekerja, hati perlu ditata lebih dulu. Kita mendebat bukan untuk mengalahkan, menjatuhkan, menjauhkan, atau karena ada interest tersembunyi yang licik.
“Ingat, kita di kapal tim yang sama. Tidak ada yang menang untuk mengalahkan. Tujuan utama kita adalah mencapai tujuan utama tim.” Demikian sahabat saya kerap mengingatkan timnya.
Pada tingkat penerapan skill, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Mampu memberi perspektif yang sehat pada gagasan orang lain. Artinya, selain tahu kelemahannya, juga tahu kelebihannya.
- Menyampaikan maksud dengan bahasa yang jelas dan spesifik.
- Fokus mendebat gagasan, bukan pada orang, apalagi menyalahkan orangnya. Lalu hadirkan gagasan yang menurut Anda lebih bagus.
- Perkuat gagasan dengan fakta, kebijakan perusahaan, opini ahli, hasil riset, atau pengalaman orang lain. Artinya, Anda membuka kemungkinan baru.
- Tetap bisa mendengarkan dengan baik.
Terakhir, kerendahan hati (tawadlu) adalah kunci sukses bagi yang mendebat dan yang didebat. Tanpa kerendahan, debat mendebat malah mengacaukan otak dan mulut.
Kerendahan hati mengandung dua unsur.
Pertama, menyadari ketidaksempurnaan secara konstruktif. Hasilnya, mau mendengar, mau memperbaiki, terbuka pada perspektif baru, dan mau belajar terus.
Kedua, menyadari bahaya kesombongan (merendahkan orang lain). Hasilnya, memperlakukan orang dengan baik, tidak mudah menolak orang, dan tidak mudah kehilangan kontrol atas omongan, sikap, dan tindakan orang lain.
Artinya, kerendahan hati menghasilkan kemajuan dan kedekatan. Riset terhadap 1435 pemimpin korporasi yang disebut the great leaders menyimpulkan kerendahan hati menjadi ciri nomor satu (Jim Collin: 1996).
Rasulullah SAW mengajarkan, “Dan tidaklah seseorang bertawadlu’ karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim).
KETIKA TEMPAT KERJA SUDAH SEPERTI NERAKA, APA YANG HARUS DILAKUKAN?
Serial Kecerdasan Hati
KETIKA TEMPAT KERJA SUDAH SEPERTI NERAKA,
APA YANG HARUS DILAKUKAN?
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
“Dia pindah bukan karena punya masalah dengan pimpinan, Pak . . . Tapi karena clash dengan teman, ” demikian penjelasan seorang senior HRD kepada saya.
Secara internasional, riset Society of Human Resource Management menemukan 1 dari 5 orang meninggalkan pekerjaan karena masalah dengan lingkungan.
Ketika tempat kerja sudah berubah rasanya seperti ‘neraka’, sangat mungkin hal itu menyebabkan orang yang menjadi andalan Anda itu pergi. Bisa jadi ia punya masalah dengan atasannya atau temannya.
Tempat kerja demikian sering disebut toxic workplace (lingkungan yang telah beracun). Cirinya yang paling umum adalah konflik destruktif, hilangnya budaya menghormati dan menyayangi, kekerasan, dan KKN merajalela.
Orang yang sebagus apapun akan bermasalah jika tempatnya bermasalah. Malah bisa jadi yang jadi jagoan di sana justru orang yang tidak bagus.
Agar lingkungan demikian tidak berlanjut, perlu ada respon yang cepat. Strategi dan langkahnya tentu tak terhitung, tergantung pimpinan menyerap realitas. Hanya saja, ada poin-poin inti yang perlu diperhatikan.
Pertama, peduli dan bukti. Pimpinan tidak bisa hanya mengeluhkan, apalagi membiarkan. Justru harus hadir untuk peduli dan membuktikan dengan aksi dan sistem (bila perlu). “Kekuasaan diturunkan oleh Tuhan agar bisa digunakan untuk melindungi,” pesan Khalifah Ali.
Tempat kerja perlu menyajikan keselamatan dan kebaikan (as-salamualaikum wa rohmatullah). Dengan begitu, akan ada berbagai kebaikan (wabarokatuh).
Bukti akan menghasilkan keyakinan. Seeing is believing. Kinerja orang-orang akan mudah dioptimalkan apabila semua merasa aman dan yakin memang keamanan terjamin.
Kedua, forum terbuka untuk membahas perilaku manusia. Membahas perilaku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai organisasi akan meningkatkan kemampuan setiap orang untuk menyeleksi perilaku secara alami.
Yang perlu dihindari adalah memahas person (kecuali dengan alasan yang mengharuskan). “Loyalitas pada lembaga adalah yang paling inti di sini,” jelas seorang pengasuh pesantren besar di Jawa Barat kepada saya.
Ketiga, memastikan semua orang berkembang. Jika setiap orang mendapatkan tantangan untuk berkembang dengan tugas dan peranannya, maka secara alami akan kurang tertarik untuk terlibat ke dalam hal-hal negatif.
Apalagi jika mereka sadar bahwa langkahnya akan dinilai dan berdampak ke reward. Potensi mereka untuk menciptakan racun semakin terkikis.
Keempat, pembekalan. Hasil riset Stanford University (2000) menyimpulkan bahwa untuk kinerja jangka panjang, kesuksesan seseorang dalam bertugas dan berperan, 75%-nya ditentukan oleh soft skills (keahlian bermuamalah). Di sinilah pentingnya pembekalan.
Langkah seorang pemimpin akan lebih powerful lagi apabil dilanjutkan dengan membentuk kelompok dalam mengikis racun itu sehingga menjadi ‘bayty jannaty’ (kantorku adalah surgaku).
Al-Quran mengajarkan: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah: 119).
KENAPA “HATIMU ADALAH HAKIKATMU”? APA BUKTI-BUKTINYA?
Serial Kecerdasan Hati
KENAPA “HATIMU ADALAH HAKIKATMU”? APA BUKTI-BUKTINYA?
Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence Specialist
“Hatimu adalah hakikatmu,” demikian temuan spiritual (mukasyafah) orang-orang arif. Sebab, hati adalah raja dalam pemerintahan jiwa (al-malik).
Temuan ini juga sinkron dengan hasil riset ilmuwan mutakhir (HeartMath: 1995) yang mengungkap bukti-bukti bahwa hati fisik (jantung) adalah global coordinator (koordinator jiwa dan raga manusia).
Peradaban Barat menyebut hati sebagai tempat singgasana esensi manusia yang disebut ‘being’ sehingga hanya manusia yang punya hatilah yang disebut human being (pada dasarnya).
Terkait dengan bukti-bukti, mari kita mulai dari yang paling besar (makro).
Negara dengan pemerintah di dalamnya dibentuk untuk melindungi yang kecil supaya tidak dicaplok oleh yang besar. Juga untuk memberikan ruang berprestasi kepada orang-orang yang benar dan sungguh-sungguh. Dan juga untuk menghukum orang-orang yang jahat.
Tapi di tangan orang yang hatinya gelap dan keliru, aturan negara dan pemerintah justru dipakai untuk yang sebaliknya. Yang kuat malah semakin membabi buta. Aturan bisa disetir. Orang-orang yang benar dan sungguh-sungguh seringkali malah kalah oleh orang yang jahat. Jadi, hati adalah hakikat manusia.
Pabrik obat dan ilmu kedokteran pun sama. Di tangan hati yang jernih dan lurus, keduanya adalah solusi bagi kemanusiaan. Tapi di tangan hati yang gelap dan keliru, kedunya adalah bencana. Pabrik obat dapat digunakan untuk menciptakan ketergantungan manusia kepada obat, alias supaya sakit terus. Jadi, hati adalah hakikat manusia.
Media sosial pun sama. Di tangan hati yang jernih dan lurus, media adalah perekat sosial. Tapi di tangan hati yang gelap dan keliru, media sosial justru menciptakan keadaan yang anti-sosial. Orang bisa menghina dan meng-olok-olok orang lain semau-maunya.
Semua perintah agama yang pasti benarnya dan pasti baiknya jika dijalankan oleh hati yang keliru dan gelap, akan menimbulkan hasil yang salah dan bermasalah. Jama’ah tapi isinya malah pertengkaran.
Ketika ajaran agama diolah menjadi energi untuk berkreasi dan inovasi, hasilnya adalah karya peradaban yang luar biasa. Tapi jika diolah menjadi muatan nafsu, pelarian, dan anti ilmu, justru hasilnya kerap destruktif (merusak kehidupan).
Ini semua tergantung hati. Jadi, hati bagi manusia adalah hakikatnya.
Semoga bermanfaat.
SELAMAT DATANG ZAMAN ANTI-PENSIUN
Serial Kecerdasan Hati
SELAMAT DATANG ZAMAN ANTI-PENSIUN
Ubaydillah Anwar, CSC,. CPT. | Heart Intelligence Specialist
Disrupsi digital mengubah segalanya.
Meski diperkirakan akan ada 400-800 juta pekerjaan yang akan hilang sampai tahun 2030, tetapi ada pekerjaan baru yang jauh lebih banyak. Sekitar 900 juta pekerjaan baru akan hadir di seluruh dunia. Itu prediksi riset McKinsey 2019 yang dipublikasikan beberapa media.
Hari ini, dengan berlimpahnya fasilitas teknologi, semua orang dimanapun ia hidup, selama dapat terhubung dengan internet, ia memiliki kesempatan untuk mendapatkan sustainable career (karier yang anti-pensiun).
Semua orang difasilitasi oleh internet untuk menyajikan layanannya kepada masyarakat. Layanan itulah yang menjadi kunci karier dan bisnis. Layanan akan menciptakan pelangga n dan pelanggan adalah tujuan bisnis. “Tujuan dari semua bisnis adalah pelanggan,” pesan al-marhum Prof. Peter Drucker,
Rumah akan menjadi pusat kegiatan bisnis dan belajar. Selain juga tempat tinggal. “Jika Anda tidak menemukan layanan apa yang bisa Anda berikan kepada khalayak, Anda selesai,” pesan para pakar pengembangan karier. Inilah era layanan. Dari rumahnya seseorang bisa menawarkan layanan pijat, training memasak, konsultasi perpajakan, sampai ceramah agama.
Tentu untuk mendapatkan rahmat dan berkah sustainable career tersebut tidak gratis. Meminjam istilah Bank Dunia, dibutuhkan reskilling (belajar lagi skill baru) dan upskilling (meningkatkan keahlian).
PERSIAPAN MENUJU ‘SUSTAINABLE CAREER’
Langkah paling awal sebelum berbicara sustainable career adalah menggeser paradigma hidup. Dari yang semula sebagai penganut paham ‘job security’ harus digeser ke penganut paham ‘career security’.
Paham ‘job security’ berarti orang tersebut berpikiran dan berkeyakinan bahwa nasib kariernya ditentukan oleh pekerjaan di kantor, oleh kekuatan di luar dirinya, oleh perusahaan, dan seterusnya. Ia menempatkan diri sebagai objek atau bahkan victim.
Penganut pahami ini menolak untuk mempelajari skill baru sesuai keunggulannya. Ia hanya mempelajari atau mengarjakan apa yang disuruh oleh rutinitas di tempat kerja.
Sebaliknya, penganut paham ‘career security’ mengandalkan nasib kariernya pada penguasaan skill, pada network yang dibinanya, para usaha yang dilakukannya, dan pada Tuhan yang disembahnya. Inilah yang disebut praktik tawakal: hati bergantung kepada Penguasa jagat, tapi otak dan seluruh anggota badan bergerak menuju tujuan.
Penganut pahami ini, seperti kata Henry Ford, industriawan America, selalu hidup. “Businesses that grow by development and improvement do not die.”
Artinya, dibutuhkan keberanian untuk menyingkirkan hijab/tabir hati yang selama ini takut melompati comfort zone, menaruh harapan pada orang dan kenyatan secara berlebihan, dan selalu terhalang oleh “tapi” yang muncul dari dalam.
Hasil riset yang saya baca di Harvard Business Review (Juli/29/2016) menyadarkan saya. Riset mengungkap: “Jika Anda tidak pernah keluar dari ‘comfort zone’ (kenyamanan rutinitas, Anda tidak pernah serius mempelajari sesuatu.”
Semoga bermanfaat.
5 KONDISI YANG MEMBUAT CAHAYA HATI PARA PEJABAT MATI
Serial Kecerdasan Hati
5 KONDISI YANG MEMBUAT CAHAYA HATI PARA PEJABAT MATI
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
Hampir semua WAG yang saya ikuti di tiga pekan ini ramai mengomentari dua berita.
Pertama, soal penembakan polisi oleh polisi di rumah dinas polisi dan yang mati justru CCTV.
Kedua, dan ini baru terjadi sekali seumur Indonesia, tertangkapnya rektor bersama pejabat penting di kampus itu oleh KPK. Hampir pasti soal korupsi.
Pembahasannya secara politik, hukum, aturan dan sampai komentar kelas warung kopi sudah ‘overload’. Sekarang, bagaimana pembahasannya secara kecerdasan hati? Jika hati sebagai raja atau the ruling organ (amir), lalu hati yang bagaimana yang dapat menggelapkan pikiran dan tindakan?
Ada lima kondisi yang dapat mematikan cahaya hati. Ini penting bagi pejabat. Kenapa? “Sabar pada saat hidup sedang berlimpah kemudahan dan kekuasaan justru lebih sulit,” pesan orang bijak.
Pertama, amarah hati yang telah menguasai diri. “Amarah menghilangkan akal sehat,” pesan Rasulullah SAW seperti dikutip Syaikh Nawawi Al-Bantany. Riset mengungkap, 90% tindakan destruktif yang tak terkendali berawal dari amarah (PsychologyToday).
Kedua, hasad (iri-dengki). Status sebagai putra Nabi Adam AS tidak menghentikan Qabil dari kejahatan karena telah dikuasai iri, dengki, dan amarah. Ia membunuh Habil. Artinya, cahaya hati tidak sanggup menyinari pikiran dan tindakannya karena terhalang (mahjub) oleh iri-dengki.
Ketiga, rakus. Negeri + 62 ini menjadi contoh yang sangat nyata. Sudah banyak orang yang bergelimang harta tapi ditangkap KPK. Rakus muncul ketika prinsip hidup tidak sampai menancap di dada. “Siapa yang melihat ke dalam akan sadar dan siapa yang terus melihat ke luar akan melayang,” pesan orang bijak.
Keempat, melemahkan diri (dzalim atas diri sendiri). “Saya sebetulnya ingin menjadi pejabat yang baik, tapi godaan iblis terlalu memaksa. Jadinya, iblislah yang harus bertanggung jawab, ” gumam pejabat itu. Iblis yang mendengar langsung protes. “Saya menggoda Anda untuk korupsi hanya satu juta, tapi Anda malah mengkorupsi 100 miliar!” protes Iblis.
Melemahkan diri menghasilkan sikap permisif terhadap kebobrokan dan tidak ideologis dalam merespon kenyataan. Padahal, untuk menghadapi godaan dan tekanan dibutuhkan perlawanan dari dalam (mujahadah). Hal ini pasti tidak dimiliki oleh orang yang melemahkan dirinya.
Kelima, mendewakan logikanya sendiri dalam mengarungi hidup ini sehingga cahaya ilahi di hati tersingkirkan (mahjuro). Ketika Qarun diminta zakat oleh Nabi Musa, Qorun menolak dengan alasan yang sangat “logis”.
Dia berpikir bahwa dirinya menjadi investor dan pebisnis yang hebat itu karena kompetensinya sendiri dan tidak ada kontribusi Tuhan sedikit pun. Gelaplah hati, pikiran, dan tindakan Qarun.
Semoga bermanfat.
MEMBEDAH HATI ROHANI-HATI JASMANI, DAN MANA YANG LEBIH MENENTUKAN: OTAK ATAU HATI?
Serial Kecerdasan Hati
MEMBEDAH HATI ROHANI-HATI JASMANI, DAN
MANA YANG LEBIH MENENTUKAN: OTAK ATAU HATI?
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist | www.kecerdasanhati.com
Dalam berbagai kesempatan, kerap saya ditanya mana yang sebenarnya disebut hati itu. Tentu semua orang berdasarkan latar belakang masing-masing dapat menyajikan penjelasan yang berbeda-beda.
Apalagi jika dikaitkan dengan organ lain yang sangat inti bagi manusia, yaitu otak. MIsalnya ketika ditanya, manakah yang menentukan langkah manusia: hatikah atau otakkah?
Jujur, saya sendiri tidak memiliki pengetahuan faktual mengenai hal itu. Saya belum pernah melihat bagaimana jantung dibedah atau hati liver dibedah dan diteliti bagaimana cara kerjanya. Lebih-lebih soal otak.
Tapi berdasarkan keterangan: a) kitab suci (al-Quran), b) ajaran para nabi, c) spiritual discovery oleh orang-orang arif melalui kitab-kitabnya, d) riset ilmiah para ilmuwan mutakhir, dan e) praktik manusia melalui artifak yang ada, dapat saya jelaskan sebagi berikut.
Pertama, baik dalam bahasa Inggris (heart) atau dalam bahasa Arab (qolbun atau qulubun atau kalbu), keduanya merujuk pada jantung, benda di bagian kiri dada manusia. Meski demikian, heart sendiri diterjemahkan dengan hati dan begitu juga qolbun atau qulubun yang diterjemahkan juga dengan hati/kalbu.
Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa khusus orang Indonesia, hati itu bisa berarti tiga, yaitu: a) jantung, b) hati rohani, dan c) hati liver. Bagiamana itu bisa terjadi memang belum disepakati asal-asulnya.
Kedua, berbicara soal hati dalam kajian ilmu pengetahuan, spiritualitas, agama, dan praktik hidup, hati punya dua jenis, yaitu hati fisik (jantung) dan hati rohani (qalbu). Hati rohani bersemayam di hati fisik yang tidak kelihatan tetapi semua praktik menusia telah diberi pemahaman bahwa di dalam dirinya ada hati yang tidak kelihatan, yang itu bukan jantung, tetapi hati rohani.
Riset para ahli di Heartmarth Institute (1995) terhadap jantung (hati fisik) menyimpulkan bahwa hati adalah organ utama penentu kinerja otak (global coordinator), penjaga keseimbangan body and mind, sumber perasaan, emosi, kesadaran, bahkan intuisi.
Dalam jantung, menurut riset mereka, terdapat benda kecil yang disbeut heart brain (otak hati) yang bekerja secara mandiri: melakukan learning, memorizing, sensing, dan seterusnya. Riset mengungkap bahwa hatilah yang paling sering berkomunikasi ke otak, bukan sebaliknya.
Kemampuan hati (jantung) meradiasi gelombang elektromagnetik dan enegi jauh lebih kuat ketimbang otak. Mereka menemukan bahwa ketika da orang yang sedang marah di satu tempat, amarah dari hati itu mempengaruhi orang lain dalam radius sekian meter.
Hampir semua penjelasan riset di atas boleh dikatakan tidak bertentangan dengan spiritual discovery orang-orang arif yang tela menjelaskan hati (qulub) di buku-buku klasiknya sekitar di atas 1000 tahun lalu. Ini bisa dibaca di karya Ali bin Abu Thalib (Khalifak ke-IV), Al-GHazali, atau Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah.
Semua menyimpulkan bahwa hatilah yang menentukan hakikat manusia. Hatilah raja dalam pemerintahan jiwa. Hatilah yang menentu kerja seluruh anggota tubuh (jasmani dan rohani). Bedanya, orang-orang arif menjadikan hati rohani sebagai objek bahasannya, sementara para ilmuwan barat menjadikan jantung sebagai objek risetnya.
Nabi Muhammad SAW dan nabi-nabi lain juga sudah berbicara mengenai hati. Nabi Muhammad pernah berbicara mengenai hati fisik (jantung atau segumpal daging/darah) yang menyebut sebagai penentu kesehatan manusia.
Nabi Muhammad juga menjelaskan bahwa yang menentukan kualitas amal manusia di mata Tuhan itu bukan jenis amalnya, tetapi kualitas hatinya (hati rohani, mislanya ikhlas atau tidak ikhlas, dst).
Nabi Musa diceritakan ketika hendak menghadap Fir’aun meminta kepada Tuhan agar diberikan kelapangan dadanya (hati). Dan masih banyak keterangan soal hati dari para nabi.
Dalam hitungan saya, al-Quran menyebut kata hati dalam 4 kata di sekitar 230 tempat, yaitu dada/hati fisik (shudurun), qolbun (hati rohani), fuad (hati kecil, biasanya begitu diterjemahkan), dan albab (hati yang paling dalam/.wisdom).
Semua penjelasan hati dalam al-Quran mengarah pada hati rohani, yang menjadi penentu hakikat manusia, penentu kinerja otak, tempat dimana cahaya Tuhan dan kegelapan iblis bersemayaman.
Semua peradaban manusia sepertinya telah memahami dua makhluk hati ini melalui artefak bahasa. Katakanlah ada yang berpesan cintailah pekerjaanmu dengan segenap hatimu. Kita semua tahu pasti bukan dengan jantung (hati fisik) tetapi hati rohani. Sakit hati yang secara reflek memegang dada. Pasti bukan jantungnya (hati fisik) tapi hati rohani.
MASIHKAH DUNIA PENDIDIKAN BERPIKIR AKAN MENYIAPKAN PEKERJA?
Serial Kecerdasan Hati
MASIHKAH DUNIA PENDIDIKAN BERPIKIR AKAN MENYIAPKAN PEKERJA?
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
Hubungan kecocokan supply-demand antara dunai pendidikan (tingkat atas dan tinggi) dan dunia kerja terbukti lemah. Riset dan fakta membuktikan itu. Sebagai respon, maka pada 1990-an, lahirlah konsep CBHRM (Competency-Based Human Resource Management).
Konsep ini setengah tidak percaya dengan nilai akademik. Sekolah barulah dianggap dapat menghantarkan seseorang memiliki kualifikasi, belum kompetensi. Padahal, kebutuhan dunia kerja adalah kompetensi.
Kompetensi berarti kemampuan menerapkan sekian keahlian (skills) yang dibutuhkan oleh peranan, pekerjaan atau profesi yang dampaknya langsung pada hasil (kinerja).
Sebagai contoh, seseorang yang jago komputer di ruang kelas, belum tentu kompeten di pekerjaan professional. Kenapa? Jika dia tidak bisa bekerja sama dengan orang lain, mindsetnya negatif, tidak mau belajar lagi, apalagi suka bohong, maka kinerjanya lama-lama rendah.
Hampir semua lulusan pesantren bisa bicara di podium, sebab itu bagian dari kegiatan wajib. Tapi untuk menjadi speaker handal, seperti UAS atau almarhum Zainuddin MZ, nanti dulu. Menjadi speaker tidak cukup hanya dengan skill. Ia membutuhkan kompetensi.
Ketika tatanan zaman diobrak-abrik oleh disrupsi teknologi dan pandemi, maka kecocokan supply-demand itu semakin tidak jelas lagi. Bahkan sudah mulai muncul fenomena ledakan non-gelar untuk bidang-bidang tertentu. Artinya, posisi kualifikasi semakin didesak minggir oleh kompetensi.
Ini belum lagi bicara soal pengambilalihan mesin (artificial intelligence) terhadap pekerjaan manusia. Jargonnya, satu mesin bisa menangani 50 pekerjaan manusia yang sifatnya rutin dan tersistem.
Karena itu, riset Bank Dunia menyimpulkan bahwa untuk Indonesia, di atas 57% semua pekerja (professional) perlu reskilling (dinaikkan skilnya) dan upskilling (ditambah lagi). Apalagi lulusan baru?
Kembali ke pertanyaan di atas, jadi bagaimana? Para pemikir dunia bersuara, dunia pendidikan diminta lebih fokus menyiapkan orang-orangnya dengan berbagai skill yang tidak bisa diganti oleh mesin dan responsif terhadap perubahan zaman. Syukur-syukur bisa membekali kompetensi sekaligus.
Berbagai skill tersebut mengerucut pada tiga klaster utama, yaitu: a) self leadership, b) collaboration, dan c) leading people. Artinya, jurusan apapun, perlu mendapatkan bekal tersebut.
Dengan kata lain, dunia pendidikan semakin tidak bisa lagi mengoptimalkan pembekalan pada hand (keterampilan) dan head (pengatahuan kognitif), tetapi juga harus heart (heart).
Bahkan menurut riset mutakhir yang menyebut temuannya sebagai “new science” (HeartMarth Institute) justru heart-lah yang mestinya mendapatkan perhatian besar. Sebab, kinerja otak, skill sosial, dan koordinasi jasmani-rohani manusia ditentukan oleh heart.
Riset ini mengukuhkan eksplorasi spiritual ulama tasawuf seribu tahun sebelumnya bahwa hati adalah raja dalam pemerintahan jiwa (malik). Hand dan head adalah pasukan dan pelayan hati.
5 KOMPETENSI UTAMA SEORANG PEMIMPIN HARI INI
Serial Kecerdasan Hati
5 KOMPETENSI UTAMA SEORANG PEMIMPIN HARI INI
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT | Heart Intelligence Specialist
Perubahan besar tengah terjadi di dunia hari ini. Dibutuhkan kualitas pemimpin yang kuat ke dalam dan hebat ke luar. Apa saja kompetensi utama yang perlu dimiliki, terutama pemimpin dunia usaha?
Study terhadap 195 pemimpin di 38 korporasi global, menyimpulkan ada 5 kompetensi utama yang paling dibutuhkan dari seorang pemimpin (The Most Important Leadership Competencies, According to Leaders Around the World, Harvard Business Review: March 15, 2016).
Kelimanya adalah: a) kemampuan menerapkan standar etika yang tinggi dan jaminan rasa aman di organisasi, b) memberdayakan anak buah supaya menjadi orang yang mandiri, c) kemampuan menyadarkan hubungan yang berarti pada pegawai dan rasa memiliki, d) terbuka terhadap ide dan eksperimentasi, dan e) komitmen pada kemajuan intelektual dan profesional pegawai.
Artinya, kecerdasan hati memainkan peranan sentral bagi seorang pemimpin.
Seorang pemimpin perlu menggali ke dalam hati apa prinisp kebenaran yang benar-benar meng-guide keputusan dan tindakannya. Prinsip inilah yang menjadi mata air penerapan etika dengan standar yang tinggi (integritas).
Integritas adalah modal inti kepercayaan. Dalam hubungan profesional, dipercaya itu maqomnya lebih tinggi daripada disukai. Sebab, hanya orang yang percaya pada Anda yang mau berurusan dengan Anda.
Kasih sayang dari hati juga sangat penting. Tanpa kasih sayang, kecenderungan seorang pemimpin adalah mengeksploitasi. Kasih sayanglah yang akan menggerakkan pemimpin untuk berkomitmen pada pemberdayaan dan kemajuan pegawai, baik intelektual dan professional.
Pemimpin dengan kasih sayang yang tinggi tidak sama dengan pemimpin yang enak (nice leader). Mereka bisa jadi mendidik dengan disiplin yang tegas dan standar yang tinggi. Dan itu rasanya tidak enak, plus prosesnya juga tidak mudah.
Kasih sayang juga yang menjadi modal bagi pemimpin untuk bisa membangun hubungan yang yang berarti di lingkungannya. Bukan sebatas hubungan yang berkomunikasi (communicating), tetapi hubungan yang saling memiliki ikatan hati (connecting).
Nabi Muhammad SAW pernah diajari oleh Allah SWT terkait posisi kasih sayang dalam hubungan kepemimpinan. “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. “ (QS. Ali Imran: 159).
Artinya, kasih sayang merupakan syarat untuk membangun tim, pengikut, dan penolong dalam organisasi. Kasih sayang (compassion) adalah kualitas yang dihasilkan dari peduli dan aksi.
Kesediaan hati pemimpin untuk diajar (membuka dada) oleh problem dan perubahan juga menjadi kunci respon yang konstruktif. Dada yang terbuka akan menghantarkannya menjadi sosok yang bijak, pembelajar yang lincah, dan inovatif. Pemimpin yang membatu hatinya (qosiyatul qulub), melihat perubahan dan problem sebagai kegelapan.
EMPAT SUMBER KONFLIK YANG PALING DOMINAN DALAM TIM, KENALI DARI AWAL!
Serial Kecerdasan Hati
EMPAT SUMBER KONFLIK YANG PALING DOMINAN
DALAM TIM, KENALI DARI AWAL!
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
Konflik adalah keniscayaan dalam tim. Tapi itu tidak masalah. Sebab, konflik itu ada yang mendinamiskan dan ada yang menghancurkan.
Secara umum, konflik akan menghancurkan apabila tidak dikelola dengan baik. Karena itu, memahami sumber konflik sejak dini menjadi penting.
Survei terhadap 1000 manajer di 76 perusahaan internasional di dunia mengungkap fakta baru. Ada empat sumber konfliK yang paling dominan (91%).
Yaitu: masalah komunikasi (39%), kejelasan standar kinerja (14%), masalah waktu pekerjaan (16%), dan masalah ekspektasi ke orang lain (22%). Demikian tulis Harvard Business Review, Mei/31/22.
Masalah komunikasi menyangkut cara berkomunikasi, jalur komunikasi (aturan) dalam tim, dan kanal komunikasi (wa, sms, atau telpon).
Para nabi mempraktikkan 6 cara berkomunikasi yang apabila dipraktikkan oleh kita dengan tepat, akan menghindarkan tim dari konflik yang merusak. Tepat dalam arti kapan, kepada siapa, dan tentang apa.
Keenam cara itu adalah: komunikasi yang materinya benar, komunikasi yang caranya baik, komunikasi yang materi dan caranya tidak lebai alias mudah diterima, komunikasi yang memuliakan, komunikasi yang efektif, dan komunikasi yang soft (tidak kasar).
Orang yang diajak berkomunikasi pun perlu memberi respon dengan baik. Setidak-tidaknya seimbang. Jangan sampai terkesan minimalis. “Saya kirim wa ke dia panjang lebar, tapi jawabnya hanya iya dan ok. Orang seperti ini maunya apa, Pak?” papar peserta training ke saya.
Terkait standar kinerja dan waktu, agar tidak menyulut konflik, standar tersebut perlu dibuat se-SMART mungkin. Dalam arti Specific (jelas), Measurable (dapat diukur), Attainable (dapat dicapai), Relevant (sesuai), dan Time (jelas waktunya).
Jangan sampai hasil kerja seseorang ditolak atau disalahkan, tetapi standarnya tidak jelas. Ketidakjelasan menimbulkan kesalahpahaman dan konflk. Standar dapat dibuat secara refleksional (terkonsep) maupun reaksional (langsung diarahkan).
Agar konflik tidak muncul dari perbedaan harapan, maka setiap orang dalam tim perlu dibuatkan aturan mengenai tugas dan peranan yang jelas. Ada yang wajib, sunnah (lebih utama jika dikerjakan), haram (terlarang), makruh (lebih baik dihindari), dan mubah (bebas).
Tentu, tidak mungkin mewadahi seluruh perilaku manusia ke dalam sebuah format aturan. Karena itu, urusan hati menjadi penting. Hati yang dipenuhi peduli dan kasih sayang akan membentuk tim seperti bola (mudah digerakkan) dan seperti bangunan (saling menguatkan).
Masalahnya adalah kondisi hati manusia mudah berubah dan bahkan bisa turun kecerdasannya ke titik terendah. Karena itu, saling mengingatkan, ikatan hati, dan pembekalan skill menjadi penting.
.
AWAS, SATU ORANG BERMASALAH MEMPENGARUHI BANYAK ORANG DALAM ORGANISASI!
Serial Kecerdasan Hati
AWAS, SATU ORANG BERMASALAH
MEMPENGARUHI BANYAK ORANG DALAM ORGANISASI!
Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence Specialist
Riset Harvard Business Review (HBR) tahun 2018 menemukan fakta bahwa 37% penasihat finansial akan cenderung melakukan pelanggaran jika mereka bertemu dengan orang baru yang telah punya riwayat pernah melanggar.
Kecenderungan meningkat dua kali lipat jika orang baru itu berhasil membangun kedekatan dan berbagi pengalaman. Pada setiap tindak pelanggaran, menurut riset tersebut, akan berdampak pada 0.59 kasus pelanggaran melalui mekanisme penularan.
Temuan di atas klop dengan filsafat hidup yang diajarkan kepada saya di pesantren dulu. “Akhlak buruk itu menular, su’ul khulqi yu’di,” demikian pesannya.
Pelanggaran bisa dalam bentuk antara lain: suka absen tanpa alasan, sering salah menempatkan diri sehingga banyak konflik, anti empati dalam ucapan dan tindakan, berontak di belakang, tidak jelas komitmen pada kinerja, atau korupsi layanan pada pelanggan.
Perilaku baik pun menular. Riset HeartMath Institute (2015) menemukan fakta bahwa ruang hati seseorang yang dipenuhi apresiasi, cinta, peduli, dan kasih sayang meradiasikan energi positif kepada orang-orang sekitar.
Tentu ada perbedaan bagaimana perilaku baik dan perilaku buruk menular. Perilaku baik menular seringkali tidak langsung ke aksi nyata, melainkan ke perilaku batin (heart atau mind) lebih dulu. Inilah yang disebut terminal hati.
Untuk mengubahnya menjadi perilaku nyata dan performa kerja dibutuhkan sentuhan lagi. Misalnya, dibuat aturan, pelatihan, penyadaran, atau program perbaikan kinerja. Sedangkan untuk perilaku buruk, menularnya capat, mudah, dan energinya besar.
Agar perilaku buruk tidak mewabah dalam organisasi, dibutuhkan ketanggapan. Organisasi dapat menerapkan formula 3D: Detection, Dissemination, dan Defeat sebagai respon.
Detection berarti cepat mengetahui. Kecepatan deteksi tergantung pada sekuat apa koneksi hati seorang pemimpin dengan lokasi, peranan, dan orang-orang. Koneksi hati akan mengaktifkan intuisi dan juga informasi dari luar. Bukti koneksi hati adalah pemahaman atas masalah.
Dissemination berarti menyebarkan pengetahuan mengenai desain organisasi. Mulai dari visi, misi, nilai-nilai, perilaku yang diharapkan dan yang ditolak. Penyebaran perlu dilakukan melalui berbagai kanal, media, dan cara.
Defeat berarti mengalahkan perilaku buruk dengan perilaku baik. Jumlah orang yang berperilaku baik perlu ditingkatkan agar dapat mengontrol energi dari perilaku buruk. Mengalahkan bukan berarti menghilangkan melainkan mengontrol, sama seperti sumber penyakit dalam tubuh.
Tentu ada wilayah di luar kontrol, seperti juga organ kita. Terhadap sumber keburukan yang di luar kontrol manajemen, agama memberikan solusi dengan memperbanyak ibadah/kebaikan sosial. Inilah mekanisme spiritual untuk mengundang pertolongan Tuhan. “Sedekah itu dapat menutup 70 pintu keburukan,” pesan Nabi Muhammad SAW dari Imam Thabrani.
BANYAK ORANG HEBAT NAMUN TIDAK UNGGUL DALAM TIM, ADA APA?
Serial Kecerdasan Hati
BANYAK ORANG HEBAT NAMUN TIDAK UNGGUL DALAM TIM, ADA APA?
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
Sebelum bergabung dengan kantor baru, Dedi oleh teman-temannya disebut sebagai leader yang top. Anehnya, begitu pindah, kinerjanya lama-lama runtuh. Bahkan kharisma profesionalnya juga tergerus.
Prof. Peter Drucker (The Daily Drucker: 2004) menyebut hal demikian dengan istilah “sudden incompotent” (mendadak tak berdaya). Apa yang bisa dijelaskan dari kasus demikian? Praktik dan hasil riset menjelaskan hal-hal berikut:
- Kimia hati
Harvard Business Riview (2019) menerbitkan hasil riset bahwa ternyata orang yang bekerja dengan purpose di dadanya jauh lebih dahsyat (produktif) mengalahkan orang yang bekerja dengan passion (bakat, hobi, atau yang lain).
Purpose adalah tujuan yang benar-benar bermakna bagi seseorang. Purpose adalah panggilan hati untuk mengabdi atau berkontribusi. Begitu seseorang menemukan purpose, maka akan langsung dapat membangun chemistry (kimia hati) dengan peranan, tugas, posisi, dan lokasinya.
Artinya, organisasi perlu menghantarkan orang-orangnya menemukan purpose, tujuan-tujuan besar yang bermakna bagi hidupnya di dunia dan akhirat. “Motivasi harus diawali dari emosi,” demikian sebuah riset mengungkap.
Tanpa purpose, apalagi tanpa passion, kehebatan seseorang mudah terhambat oleh hal-hal yang sepele.
- Politik kantor yang kotor
Di semua kantor ada praktik politiknya selama masih beroperasi. Bedanya, ada yang masih fair dan ada yang sudah kotor. Politik yang kotor cenderung hanya menghebatkan orang-orang yang dekat.
“Pak, yang naik jabatan di kami bukan karena kompetensinya tapi yang sering pergi ke Jakarta untuk mendekati atasan,” kata seorang peserta pelatihan communication skill kepada saya tahun 2014.
Politik yang kotor mengubah fungsi kantor sebagai tempat perang. Di sinilah hukuman Tuhan mudah datang. Nabi Muhammad SAW berpesan, “Dosa yang paling cepat balasannya di dunia adalah kezaliman dan permusuhan.” (HR. Imam Tirmidzy).
- Salah penempatan
“Menempatkan orang yang tidak sesuai kehebatannya (poor fit), sama seperti menggunakan golok di bagian yang tumpul,” kata sahabat saya yang seorang senior HCM di salah satu BUMN.
- Masalah pribadi
Melalui serangkian riset sejak tahun 1995 (The Science of Heart), HeartMarth Institue mengungkap, orang yang hatinya dipenuhi frustasi, stress, anti peduli, dan kekhawatiran yang tak terkendali, akan menghasilkan incoheret heart (jiwa yang tidak siap untuk berperforma tinggi).
Konkretnya antara lain: energinya kecil sehingga mudah patah. Social skill-nya kacau sehingga banyak konflik. Dan performa otaknya juga rendah sehingga tidak kreatif dan tidak cepat belajar.
Itulah kenapa setiap organisasi, institusi, dan korporasi perlu me-repositioning-kan eksistensinya bukan semata sebagai tempat kerja, tetapi juga tempat untuk mengeluarkan kehebatan bagi orang-orangnya.
Semoga bermanfaat.
KAPAN SAAT YANG TEPAT UNTUK MECAT?
Serial Kecerdasan Hati
KAPAN SAAT YANG TEPAT UNTUK MECAT?
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
Selama menjadi pegawai dulu, saya adalah orang yang pernah mengikuti dua tipe atasan yang kontras. Ada yang anti mecat orang dan ada sangat gemar memecat.
“Saya tidak mau memutus rizki orang,” kata yang anti. “Saya mecat orang untuk kualitas kinerja,” kata yang satunya.
Mengingat pecat memecat ini sarat dengan tipe orang, maka seringkali muncul pertanyaan: bagaimana praktik tersebut tepat untuk dilakukan?
Hemat saya, ada dua landasan yang bisa dijadikan pijakan. Pertama, landasan hubungan kemanusiaan. Kita dikasih pilihan untuk menjadi orang yang adil dan orang yang mulia secara kemanusiaan dalam merespon perilaku orang.
Bagaimana menerapkannya? Untuk perilaku seseorang yang dampak buruknya akan mengena ke banyak orang (organisasi), maka keadilan lebih perlu untuk ditegakkan.
“Satu orang pun yang mencuri pulpen, akan saya usir dari tempat ini. Sebab kelakuan buruk itu menular,” tegas KH. Abdullah Syukri, Pengasuh Pondok Modern Gontor di depan 3000 murid dan guru tahun 1992 yang saya catat di buku agenda. Inilah contoh keadilan diterapkan.
Tapi untuk keburukan yang menyasar pada kita sebagai person (leader), maka menjadi manusia yang mulia lebih perlu untuk dibuktikan. Artinya, seorang leader perlu memaafkan orang yang mendzolimi/bersalah, memberi orang yang menghalangi, dan menyayangi orang yang membenci.
Untuk menjadi manusia yang adil dan mulia di wilayahnya, dibutuhkan hati yang cerdas. Sebab, hati yang koneksinya tidak sampai ke langit (ajaran/value), tidak memiliki alasan yang kuat untuk menjadi manusia yang mulia dan adil.
Kedua, landasan sistem organisasi. Dari sejumlah kajian yang dipublikasikan oleh Harvard Business Review, Gallup, dan Forbes, ada beberapa hal yang bisa dijadikan pembelajaran.
Yang mendasar adalah perlunya PIP (Performance Improvement Plan) dalam organisasi. Maksudnya, untuk memecat seseorang itu landasannya harus faktual, bukan prasangka, asumsi, atau tekanan jama’ah.
Untuk mendapatkan fakta berarti organisasi tersebut perlu memiliki standar kinerja (PIP) yang terkonsep dan terkomunikasikan. Sehingga dengan begitu seseorang tidak merasa ujuk-ujuk dipecat. Artinya, perlu ada dokumentasi perilaku yang bisa membuktikan pelanggaran.
Secara internasional, ada sejumlah perilaku yang bisa digunakan keputusan pemecatan. Antara lain: kinerja yang rendah, sering tidak masuk tanpa alasan, gagal melakukan perbaikan, moralnya merusak budaya kantor, mempengaruhi orang lain dalam hal keburukan, merusak kebijakan organisasi, melakukan kriminal, pembangkangan terhadap tatanan organisasi, pelecehan, dan perkelaian.
“Memecat orang yang bersalah tidak saja bagus bagi bisnis, tetapi juga dibutuhkan jika tujuan Anda adalah untuk memperbaiki kualitas kinerja,” demikian saran dari hasil riset Gallup Inc (22).
BAGAIMANA MEMAHAMI DUNIA-AKHIRAT DALAM PRAKTIK HIDUP?
Serial Kecerdasan Hati
BAGAIMANA MEMAHAMI DUNIA-AKHIRAT DALAM PRAKTIK HIDUP?
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
“Tidak ada benda dan peristiwa apapun di dunia ini yang terpisah dari agama,” demikian catatan saya setelah menyimak petuah KH. Hasan Abdullah Sahal, Pengasuh Pondok Modern Gontor, ujung tahun 2014.
Dengan kata lain, tidak ada komponen material dan spiritual yang terpisah, sebagaimana anggapan orang selama ini. Motor yang kita pakai bukan saja makhluk material, tetapi juga spiritual.
Buktinya, ketika seseorang menyayangi motornya, motor itu akan menunjukkan keindahan dan ketangguhan dalam melayani pemiliknya. Jika pemilikinya ikut ojek online, motor itu juga akan memberinya rizki yang lebih banyak. Demikian berlaku ke semua hal.
Material adalah representasi dari dunia sekarang ini, sedangkan spiritual adalah representasi dari dunia nanti (akhirat).
Meski hakikatnya tidak terpisah (oneness, ahad), tapi pemahaman manusia mengenai hubungan dunia-akhirat tidak sama.
Tiga Kelompok Pemahaman Manusia
Secara umum, bagaimana manusia memahami hubungan dunia-akhirat dapat dikelompokkan menjadi tiga.
Pertama, kelompok yang menolak dan mengabaikan keberadaan akhirat. Al-Quran memastikan semua hati nurani manusia memahami adanya akhirat.
Riset internasional selama 3 tahun oleh University of Oxford Inggris menyimpulkan: manusia memiliki tendensi alami untuk mempercayai Tuhan dan kehidupan setelah kematian (NDTV/12 May, 2011).
Bahwa ada yang menolak atau menerima, itu pilihan manusia. Penolakan terhadap akhirat yang dilakukan manusia bisa berbentuk statemen maupun komitmen (mengakui namun tidak meresponi).
Kedua, kelompok yang memisahkan. Jumlah kelompok ini sangat banyak di Indonesia. Di masjid itu urusan akhirat, tapi di kantor itu urusan dunia. Umrah ke Makkah itu akhirat, tapi belajar sains ke Amerika itu dunia.
Ada joke dari Gus Dur. Ketika ada seorang preman ditangkap polisi, rupanya di saku preman itu terdapat banyak kartu keanggotaan kegiatan NU. Tentu polisi heran. Bisa-bisanya orang yang rajin ikut kegiatan NU tapi suka malak di terminal.
Ketika ditanya mengenai hal itu, si preman menjawab: “Saya di NU untuk tabungan akhirat, tapi saya di terminal ini untuk mencari nafkah di dunia.”
Ketiga, kelompok yang mampu menyatukan (tauhid), mengutuhkan (integrated), dan meng-esa-kan (manunggal) hubungan tersebut. Dengan pemahaman ini, maka pengawasan dan bimbingan Allah ada dimana-mana.
Di balik kegiatan yang material, ada spiritual. Demikian sebaliknya. Ada akhirat di balik dunia dan perlu ada dunia di balik tujuan akhirat. Tidak ada urusan agama dan non-agama dalam hidup, karena memang satu dan ada hisabnya, seperti pesan KH. Hasan Abdullah Sahal di muka.
Semoga bermanfaat.
LIMA CARA MENGUBAH PERILAKU ORANG LAIN DI TEMPAT KERJA
Serial Kecerdasan Hati
LIMA CARA MENGUBAH PERILAKU ORANG LAIN DI TEMPAT KERJA
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
“Ubai. . . .d, jangan menelpon orang lain jika butuh bantuan. Cukup telepon saya. 24 jam terbuka untuk you,” suara al-Marhum atasan saya di telepon ketika meminta saya untuk mengubah perilaku.
Itulah pengalaman pribadi tahun 1998 di tengah memuncaknya demo yang meminta Presiden Soeharto turun. Saya pun akhirnya mengubah perilaku.
Hampir semua organisasi di dunia ini disesaki oleh tuntutan saling menyuruh orang lain untuk berubah. Memang seringkali efektif dan efisien jika dilakukan dari atasan ke bawahan atau dilakukan oleh orang yang punya power kuat.
Bagaimana jika dilakukan kepada sesama? Ini yang kerapkali menimbulkan problem.
Lima Cara Mengubah Perilaku Orang Lain
Adakah cara lain? Praktik dan riset ilmiah menawarkan 5 cara berikut yang bisa Anda coba. Tentu butuh proses untuk menemukan yang paling tepat berdasarkan konteks.
- Bahasa yang asertif
Terhadap orang yang terus terlambat dalam meeting yang penting, kita tidak mengatakan dia tidak punya otak (menyalahkan orangnya), tapi menjelaskan meeting telah berjalan 30 menit dan dampak dari keterlambatan itu bagi pekerjaan (asertif dan fokus pada tindakan). Barulah menyepakti perubahan ke depan.
- Pertanyaan mengenai solusi ke depan
Dengan pertanyaan yang tepat, orang akan melihat ke dalam diri untuk melakukan refleksi dan evaluasi sehingga perubahan sangat mungkin terjadi. “Pertanyaan mengenai perubahan perilaku masa depan (apa yang akan Anda lakukan?) mempercepat kesiapan seseorang untuk berubah,” demikian hasil riset Journal of Consumer Psychology (Forbes, Jan 2016).
- Ajakan yang menguatkan kedaulatan diri
Secara naluri, orang akan lebih tertantang untuk menunjukkan kehebatannya apabila dikasih otoritas penuh (self self control). Misalnya, kita meminta seseorang untuk membuktikan rencananya mengatasi dampak buruk dari perilakunya. Dengan begitu, ia akan lebih tertantang untuk berubah.
- Tawaran bantuan
Tawaran mengisyaratkan kedekatan dan dukungan. Normalnya, tidak ada hati manusia yang tidak tunduk kepada kebaikan. “Kebaikan adalah bahasa hati yang dipahami oleh semua manusia di dunia,” kata para motivator. “Sentuhlah apa yang ada di hatinya,” kata penyair dan penulis lagu.
Dengan menyentuh hati, seseorang akan bergerak. Apa yang dilakukan atasan saya adalah tawaran bantuan yang menggerakkan hati.
Itulah cara-cara beradab yang bisa kita lakukan. Al-Quran mengajarkan: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125).
Apakah pasti berhasil? Pastinya tidak. Karena itu, terkadang perlu negosiasi dan konfrontasi dengan konsekuensi: menang-kalah, menang-menang, dan kalah-kalah.
Selamat mempraktikkan!
MENYIMAK PRESENTASI ALLAH SWT DI DEPAN MANUSIA
Serial Kecerdasan Hati
MENYIMAK PRESENTASI ALLAH SWT DI DEPAN MANUSIA
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT | Heart Intelligence Specialist
Terhadap kenikmatan dan kebaikan yang diterimanya, manusia cenderung akan mengangkat dirinya sebagai sebab paling utama (the cause). Jangan kan jasa orang lain, peranan Tuhan saja kerap termarjinalkan dari hatinya.
Tapi sebaliknya, terhadap keburukan dan penderitaan, manusia cenderung menuding ke selain dirinya sebagai penyebab. Orang lain, keadaan, dan bahkan Tuhan sekali pun kerap menjadi sasaran. Konon, orang akan cenderung menuding ke luar 10.000 kali barulah menuding ke dirinya 1 kali.
Ada penjelasan Allah SWT (presentasi) di lima tempat dalam al-Quran yang esensi dan aksentuasi (tekanan)-nya sama:
- “ . . . .dan sesungguhnya Allah tidak menzhalimi hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali Imran: 182).
- “Dan sesungguhnya Allah tidak menzalimi hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Anfal: 51).
- “ . . . dan Allah sekali-kali tidak menzalimi hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Hajj: 10).
- “Dan Tuhanmu sama sekali tidak menzhalimi hamba-hamba(-Nya).” (QS. Fushilat: 46).
- “. . . dan Aku tidak menzhalimi hamba-hamba-Ku.” (QS. Qaf: 29).
Lima ayat di atas, jika kita bahas dari sisi bacaan, terjemahan, dan tafsirnya, tentu tidak susah kita lakukan hari ini. Cuma, bukan itu ujung dari perintah-Nya. Tugas kita adalah mentransformasikan (mengolah) ayat tersebut menjadi energi, strategi, dan aksi menghadapi realitas harian.
Begitu kita telah paham-sepaham-pahamnya di dalam hati bahwa apa yang menimpa kita adalah akibat (effect) dari pilihan kita dan Allah tidak dzolim sedikit pun terhadap kita, maka hati kita lebih cepat ridlo (menerima dengan baik). “Penolakan itu akibat dari kedangkalanmu,” pesan Ibnu Atho’illah dalam Al-Hikam.
Kajian psikologi menyimpulkan bahwa untuk bisa mengubah diri dan mengubah realitas, syarat yang paling awal adalah ridlo (positive acceptance). Dan ridlo ini merupakan bukti keimanan.
Begitu kita telah paham-sepaham-pahamnya, maka kedaulatan atas diri kita telah kita rebut dengan sempurna. Sebaliknya, begitu kita menuding ke luar terus, apalagi kebablasan, sama artinya kita menyerahkan kedaulatan diri. Akibatnya, kita menjadi victim (korban), bukan victor (pemenang). Kita menjadi reaktif, bukan proactive (penentu ikhtiyar).
Begitu ridlo dan kedaulatan diri telah kita miliki, kita akan mudah melakukan evaluasi, aksi, dan lebih cepat menerima pengajaran dari langit melalui berbagai media dan channel (hidayah, ilham, intuisi, inspirasi, dan seterusnya).
Terhadap berbagai kekacauan yang terjadi (chaos), para nabi cepat berkesimpulan: “Inni kuntu minadz dzolimin” (akulah yang harus melakukan evaluasi atas pilihan-pilihanku dan akulah yang bertanggung jawab, full!).
Semoga bermanfaat.
Perusak Produktivitas Organisasi
Serial Kecerdasan Hati
PERUSAK PRODUKTIVITAS DALAM ORGANISASI
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT | Heart Intelligence Specialist
Produktivitas organisasi menjadi kunci eksistensi. Sebab, dari sinilah trust (kepercayaan orang) lahir. Riset di bisnis mengungkap peranan trust dalam menggerakkan orang untuk membeli sebesar 80%. Sisanya terkait dengan branding dan faktor lain. Artinya, tanpa trust, organisasi mati.
Angka tersebut dapat menjadi pelajaran bagi organisasi non-profit juga. Praktik di Indonesia membuktikan itu. Banyak organisasi sosial keagamaan atau lembaga pendidikan yang mendapatkan funding dari publik melalui wakaf, misalnya. Apa faktornya? Pastinya ada trust terhadap produktivitas organisasi tersebut dalam mengelola amanah publik.
Produktivitas suatu organisasi dapat rusak karena melakukan hal-hal berikut:
- Terlalu cepat ada pergantian atau perputaran
Dua hal ini memang dibutuhkan, tetapi terlalu cepat melakukannya justru malah merusak. Hasil riset Eagel International Resource menyebutkan 40% produktivitas seseorang hilang gara-gara task switching (pergantian) yang tidak tepat.
- Tidak memberi ruang kreasi dan eksplorasi
Semua sepakat bahwa organisasi membutuhkan arahan, tujuan, dan strategi eksekusi yang pasti dan kuat. Untuk tiga hal ini, sahabat saya punya pedoman bagi orang-orangnya: no question and no discussion! Banyak diskusi malah bikin lambat.
Tapi dalam hal mengeksekusi strategi tersebut, perlu ada ruang kreasi dan eksplorasi. Sebab, dua hal ini akan membuat hati manusia menjadi lebih cerdas karena ada gerakan di dalamnya. Google punya aturan “20% Rule”. Maksudnya, setiap orang didorong mengalokasikan 20% waktunya untuk berkreasi bagi organisasi yang menurutnya penting.
Ruang kreasi dan eksplorasi akan membangun ikatan hati dan energi sehingga produktivitas seseorang tetap terjaga. Bahkan bisa meningkat.
- Membiarkan kehampaan
Urusan hati sangat penting bagi produktivitas organisasi. Organisasi yang membiarkan orang-orangnya kehilangan makna hidup, terutama hubungan antara kerja dan tujuan yang bermakna (life purpose), dapat merusak produktivitas.
Karena itu, berbagai kegiatan yang memfasilitasi setiap orang untuk terhubung kembali dengan tujuan hidup yang berarti, seperti training, outing, pengajian, meeting mingguan, coaching atasan, dan lain-lain sangat penting. Hati perlu digugah, perlu diikat, perlu dingatkan, perlu dibersihkan, dan perlu digerakkan.
Sebab jika tidak, ruang hati menjadi hampa, dan hal ini dapat merentankan orang terkena ‘burn-out’ (kehilangan energi) dan ‘career paralysis’ (kelumpuhan berkarier). Bagi generasi sekarang (Gen Z), seperti diberitakan Kompas, sebanyak 41% memilih menganggur ketimbang tidak bahagia di tempat kerja. Riset dilakukan tahun 2022 di wilayah Eropa, Asia Pasifik dan Amerika.
Bagaimana di Indonesia? Kata kawan saya: hari ini, loyalitas pegawai lebih ke kariernya dan dirinya, bukan ke perusahaannya, seperti saya dulu!
Semoga bermanfaat.
OBROLAN YANG MENDORONG KINERJA TIM
Serial Kecerdasan Hati
OBROLAN YANG MENDORONG KINERJA TIM
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT | Heart Intelligence Specialist
Dua hal yang menentukan kehebatan dan keutuhan tim adalah komunikasi dan kolaborasi (perkawinan).
Praktik membuktikan bahwa gabungan individu yang hebat belum tentu menghasilkan tim yang kuat. Sebaliknya, banyak tim yang hebat padahal isinya orang yang biasa-biasa saja secara individu. Ini tergantung kualitas komunikasi dan sistem kolaborasi.
Sarana penting yang bisa digunakan untuk memperkuat kohesi hati dan kolaborasi tim adalah obrolan di luar ruang rapat, heart by heart communication. Obrolan tersebut bersifat informal. Waktunya pun tidak lama-lama.
Tetapi, menurut riset Gallup Inc, sebuah perusahaan riset terkemuka di dunia, obrolan tersebut sangat men-drive hal-hal positif dalam tim. Riset mengungkap ada 5 obrolan yang dapat mendukung tim (5 Conversations That Foster Teamwork in the Workplace: April 27, 2022):
- Obrolan yang dapat memahamkan orang mengenai peranannya dan keterkaitannya dalam organisai. Semakin paham seseorang bahwa apa yang dilakukannya berdampak penting bagi organisasi (orang banyak), maka ia akan semakin terpacu.
- Obrolan yang menghangatkan kedekatan, misalnya saat ngopi bareng atau makan bareng lalu saling menanyakan hal-hal penting dalam hidup. Katakanlah menanyakan perkembangan anak, hewan peliharaan, kelompok pengajian, bacaan buku, mancing, dan seterusnya.
- Obrolan yang mendiskusikan prioritas dan perkembangan pekerjaan. Meski tidak harus seserius di ruang rapat, tapi obrolan tersebut sangat membantu.
- Obrolan yang membahas feedback positif (masukan perbaikan) atas apa yang telah dilakukan.
- Obrolan mengenai prestasi tim dan masa depan.
Secara kecerdasan hati, bila obrolan di atas dilakukan seseorang dengan cara yang diterima oleh hati, maka akan menghasilkan apa yang disebut ‘coherent heart’ (hati yang cerdas).
Koherensi adalah keadaan batin dimana hubungan jantung dan otak dan hubungan antara hati rohani (spiritual heart) dan pikiran (mind) sangat harmonis dan sinergis.
Koherensi ini dapat dihasilkan dari kegiatan untuk saling peduli, mewujudkan kasih sayang, dan melihat hal-hal yang bisa diapresiasi dari diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan dunia ini.
Kepada pribadi, koherensi akan berdampak pada energi positif, kemampuan menjalin hubungan sosial yang makin bagus, dan performa otak yang semakin tinggi.
Dan bila dilakukan secara bareng-bareng, maka yang terjadi adalah ‘global coherent heart’. Demikian riset ilmiah HeartMarth Institute mengungkap.
Hal ini akan mempengaruhi miliu yang harmonis, rasa lingkungan yang rindang, dan budaya jama’ah yang progresif.
Menurut al-Quran, sebagaimana dijelaskan dalam Surah An-Nisa’: 114, sebagian besar obrolan manusia tidak menghasilkan kebaikan, kecuali obrolan yang mengarahkan dan menghasilan shodakoh (memberi kebaikan), kemakrufan (hal-hal yang diterima oleh hati kecil manusia), dan perbaikan hubungan antarmanusia (ishlah).
Semoga bermanfaat.
KECERDASAN HATI DAN KEPEMIMPINAN DI PONDOK MODERN GONTOR
KECERDASAN HATI DAN KEPEMIMPINAN DI PONDOK MODERN GONTOR
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
Minggu hari ini (15/Mei /22), ada peristiwa akademik akbar di Pondok Modern Gontor. Para santri baru dan wali santri ditentukan nasibnya. Mereka berkumpul untuk menyimak pembacaan hasil ujian yang telah berhari-hari dijalani. Ada yang langsung diterima di Gontor Satu, Dua, Tiga, dan seterusnya, dan ada yang tidak lulus.
Tahun ini, calon santri terhitung sedikit. Hanya sekitar 2000 untuk santri putra dan putri. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, jumlah calon santri mencapai 8000-10.000. Mereka datang dari seluruh pelosok negeri dan dari luar negeri.
Selain ingin mengetahui hasil ujian, pidato Pimpinan Pondok Modern mengenai prinisp Gontor sangat ditunggu-tunggu oleh semua. “Mengetahui Pondok Modern itu lebih penting daripada mengetahui hasil ujian,” pesan Kiai Hasan Abdullah Sahal.
Seluruh Pimpinan Pondok Modern mendapatkan warisan kepemimpinan yang disebut dunia hari ini sebagai kepemimpinan berprinisip (principle centered leadership). Dan inilah yang menjadi salah satu pilar kepemimpinan dengan hati yang cerdas.
Sederhananya, kepemimpinan berprinsip adalah kepemimpinan yang menempatkan prinsip-prinsip sebagai pemandu langkah (practical road map). Langkah pemimpin tidak dipandu oleh kepentingan pribadi atau harapan kolektif.
Membaca hasil posting-an di sejumlah WAG, ada beberapa prinsip fundamental yang disampaikan Kiai Hasan Abdullah Sahal tahun ini. Di antaranya adalah:
- Pondok Modern berdiri di atas dan untuk semua golongan.
- Pondok Modern telah diwakafkan kepada umat Islam.
- Seluruh kegiatan di Gontor ditangani oleh santari sebagai pendidikan.
- Keputusan Gontor (penerimaan santri) tidak bisa diintervensi, dikomentari, dan didokumentasikan oleh pihak luar.
- Gontor tidak mengistimewakan perlakuan berdasarkan nasab, status sosial, marga, dan semua atribut sosial.
- Pondok Modern mendidik kehidupan, bukan semata pelajaran.
- Tidak ada organisasi wali murid, komite sekolah, bahkan tidak organisasi keturunan Pimpinan Pondok di Gontor.
Bagaimana Gontor Menjalankan Prinsip?
Semua organisasi apapun di dunia ini ingin menjadi organisasi dengan kepemimpinan yang berprinsip. Tapi dalam praktiknya, yang benar-benar menjadi kenyataan (culture), jumlahnya sangat sedikit. Selebihnya, organisasi yang hanya memiliki prinsip dalam konsep, tetapi tidak berprinsip dalam praktik.
Apa rahasia keberhasilan Gontor menerapkan kepemimpinan berprinsip? Dari praktik yang berjalan di Gontor, saya mencatat ada lima core factors (faktor utama) yang sering saya sebut sebagai formula 5K+1P. Penjelasannya kira-kira sebagai berikut:
- Keteladanan (K1). Para kiai tidak semata memberi contoh dalam menjalankan prinsip, tetapi menjadi contoh. Menjadi contoh berarti perilaku tersebut sudah melekat menjadi sifat.
- Kekuatan (K2). Agar lembaga bisa berdiri dengan prinsipnya,Gontor telah menyiapkan resources (bekal), dari mulai ekonomi, SDM, dan fasilitas pendukung. Gontor berprinsip di atas kekuatan.
- Komunikasi (K3). Para kiai dan guru-guru terus memviralkan prinsip Gontor dengan berbagai cara, channel, dan kesempatan. Melalui cerita, ceramah, contoh, coretan, dst. Komunikasi dilakukan secara tahunan, bulanan, mingguan, dan harian.
- Konsekuen (K4). Di depan prinsip, tidak ada orang Gontor yang punya keistimewaan. Siapa yang melanggar ditindak. Bahkan tidak ada sebutan “gus” di Gontor. Aset material Gontor tidak bisa dimiliki oleh keturunan kiai.
- Panduan (P). Agar prinsip dapat ditransformasikan ke bawah, ada panduan yang bisa dilihat, didengar, dipahami, dan diajarkan.
Semoga bermanfaat.
Serial Kecerdasan Hati – KENAPA SUDAH PROFESOR KOK MELAKUKAN PENYIMPANGAN BERPIKIR?
Serial Kecerdasan Hati – KENAPA SUDAH PROFESOR KOK MELAKUKAN PENYIMPANGAN BERPIKIR?
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specilist
“Kenapa sudah profesor kok bisa melakukan penyimpangan berpikir?” tanya seorang kawan membuka obrolan lebaran di rumah saya kemarin.
Beberapa hari menjelang Idul Fitri, jagat medsos diramaikan oleh protes terhadap tulisan seorang profesor yang melakukan distorted thinking (penyimpangan berpikir) dengan kesimpulannya.
Pertama, menyimpulkan bahwa ternyata orang yang tidak berjilbab mampu mencapai kompetensi dan prestasi akademik (skor IELT, hasil wawancara LPDP, dll) lebih unggul dibandingkan dengan orang berjilbab. Bahkan masih ditambah dengan ungkapan “gurun” sebagai sikap yang merendahkan bagi sebagian orang.
Jika kesimpulan di atas yang dimaksudkan, tentulah itu distorsi. Apa hubungannya jilab dan kompetensi? Jilbab wilayahnya di pilihan kesadaran, sedangkan kompetensi wilayahnya di pilihan kerja keras dan kerja cerdas. Siapapun bisa mencapai kompetensi akademik asalkan kerja keras dan kerja ceras, baik dengan cara yang lurus maupun dengan cara yang bengkok (menyuap, curang, misalnya).
Kompetensi, kekayaan, jabatan, dan semisalnya termasuk nikmat Tuhan yang diberikan secara kompetitif (ar-Rahman). Sedangkan kesadaran iman, takwa, berintegritas, termasuk berjilbab jika dilakukan untuk kesalehan jatidiri, adalah nikmat eksklusif (ar-Rahim). Jika distorsi tidak dihentikan, lama-lama pak profesor bisa bikin status begini: orang yang shalatnya rajin banyak yang miskin, padahal bandar narkoba saja kaya raya.
Kedua, menyimpulkan ungkapan masya Allah, biqodrillah, dan seterusnya sebagai KPI (Key performance indicator) akhirat yang tidak pas untuk diucapkan di dunia. Jika ini yang dimaksudkan, benar-benar profesor telah krisis toleransi. Kenapa?
Seluruh bangsa di muka bumi ini memiliki bahasa untuk menyiasati dan menyikapi ruang hidup yang di luar kontrol secara bijak. Sebagian orang Islam di Indonesia menggunakan bahasa al-Quran atau hadist Nabi sebagai pilihan. Tentu saja bahasa Arab, seperti masya Allah itu. Dan inipun pilihan yang sah.
Orang Jawa memiliki bahasa seperti kersaning ngalah, mugo-mugo, dll. Orang Barat menggunakan istilah: may God, goodluck, dan seterusnya. Bahasa seperti semoga, mudah-mudahan, atau saya berharap, adalah ungkapan spiritual sebagai pengakuan adanya kekuatan di luar kita.
Misalnya pak profesor tidak suka ungkapan berbahasa Arab, tidak masalah. Itu hak perasaan. Tetapi tuntutan hidup seseorang di ruang publik terhadap hal yang demikian adalah bertolerasi sebagai ciri peradaban.
Ketiga, menghakimi orang lain, baik ke pribadi atau kelompok, apabila merugikan disebut kedzaliman. Tapi ada kedzaliman yang hanya bisa dituntut oleh Tuhan dan ada kezdaliman yang manusia pun punya kuasa untuk menuntutnya. Kapan itu?
Misalnya pak profesor berbicara hanya dengan istrinya, sahabatnya, atau timnya soal orang berjilab, tentu sulit untuk dituntut oleh manusia. Hamipr semua kita ‘menikmati’ dosa berghibah di ruang khusus. Tapi ketika itu disampaikan di ruang publik, maka orang lain yang merasa dirugikan punya hak sosial untuk menuntut.
MAKHMUMUL QULUB: WHAT IS THAT?
Kenapa sudah profesor kok masih melakukan penyimpangan berpikir? Sejarah mencatat anak, menantu, keluarga sebagaian nabi pun bisa melakukan itu. Bahkan lebih dari itu: melakukan distorted action (tindakan kezaliman/kerusakan).
Apa rahasianya? Riset ilmiah dan discovery ulama tasawuf menyimpulkan bahwa hati manusia, baik hati fisik (jantung) maupun hati rohani mengkomando otak dan perilaku.
Dalam Science of the Heart (2008), riset HeartMath mengungkap jantunglah yang sering berkomunikasi dengan otak, bukan sebaliknya, Karena itu, jantung disebut sebagai the ruling organ atau global coordinator.
Al-Ghazali dan ulama tasawuf lain menyimpulkan hatilah (hati rohani) yang menjadi raja dalam pemerintahan jiwa. Selain hati, semua organ jasmani dan rohani manusia adalah pasukan sekaligus pelayan hati.
Artinya, ketika hati error, maka otak dan perilaku sangat mungkin melakukan distorsi? Supaya tidak terjadi, bagaimana caranya? Rasulullah SAW menyebut istilah rahasia: “makhmumul qulub”. Para sahabat belum tahu apa maksudnya.
Berdasarkan hadist Nabi SAW, makhmumul qulub (hati yang terpelihara) adalah hati yang selalu bertakwa (eleng wan waspodo) dan hati yang selalu dibersihkan sehingga tidak ada noda, selalu bercahaya, tidak ada kebencian dan kedengkian.
MORAL KILLER DALAM ORGANISASI
MORAL KILLER DALAM ORGANISASI
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT | Heart Intelligence Specialist
Fakta sejarah umat terdahulu memberikan pelajaran penting terkait eksistensi. Banyak umat yang hilang dari peredaran jagat ini ternyata bukan karena kurang canggih skill-nya. Mereka dilenyapkan oleh Allah SWT karena karakter moral yang rusak atau modal spiritualnya ludes.
Ada petunjuk penting dari al-Quran yang perlu dijadikan pelajaran. “Dan Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, selama penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan,” (QS. Hud: 117).
Tentu fenomena di atas tidak lantas dimaknai bahwa skill, teknologi, dan sains tidak penting bagi peradaban. Untuk mengisi dan mengangkat performa peradaban, manusia membutuhkan semua itu. Dari sain dan teknologi inilah lahir kemewahan, kemajuan, dan kegegap-gempitaan zaman.
Dengan sains dan teknologi, manusia membangun kemajuan dan ketinggian. Tapi jika tanpa modal moral, maka langkahnya dalam mencapai kemajuan dan ketinggian akan jatuh terjunggal dan terhempas.
Karena itu, organisasi apapun di dunia membutuhkan modal moral untuk menjaga eksistensinya dan menyempurnakan capain kinerjanya.
EMPAT MORAL KILLER
Mempelajari hasil riset dan fakta-fakta organisasi di dunia ini, ada sedikitnya empat moral killer (penghancur moralitas) yang perlu diwaspadai.
Pertama, disintegritas atasan. Jika atasan kerap ngomong A tapi yang dilakukan atau yang diperintahkan B, maka kepercayaan (trust) akan turun. Kekacauan moral terjadi ketika kepercayaan terkikis. Orang akhirnya bertindak sesuai kepentingan egonya. Anjuran moral hanya berupa tulisan dan ucapan.
Sampai hari ini, bila kita melihat tren hasil riset internasional mengenai modal personal yang harus dimiliki para pemimpin, bisa kita temukan bahwa integritas (sidik) tetap menjadi nomor wahid.
Kedua, konflik destruktif. Organisasi sepak bola, kampus, masyarakat, keluarga, atau perkumpulan apapun di dunia ini apabila hubungan antarmanusia di dalamnya sudah didominasi oleh konflik yang merusak, sudah pasti bangunan moralnya berantakan.
Tak hanya itu. Menurut petunjuk al-Quran, laknat Allah pun akan turun dalam berbagai bentuk (QS. Ar-Ra’d: 25). Lain soal kalau konfliknya masih berupa konflik produktif yang justru malah menyegarkan kreativitas.
Ketiga, sistem manajemen yang lemah. Pada manajemen yang lemah, orang yang melanggar atau yang tidak berprestasi dibiarkan, tetapi kepada yang hebat juga dibiarkan. Artinya, manajemen tidak membedakan perlakuan kepada orang yang baik (the best) dan orang yang buruk, yang berprestasi bagus dan yang tidak berprestasi.
Manajemen yang lemah mengingkari tugas dasarnya untuk menegakkan keadilan dan kemuliaan. Jika ini berlanjut, dipastikan moralitas di organisasi kacau. Banyak yang tidak termotivasi untuk berprestasi, lebih buruk lagi jika orang yang tidak baik malah mengendalikan situasi.
Keempat, rakus oleh atasan. Dengan kekuasaan di tangan, seorang atasan dapat berbuat sebanyak mungkin untuk memenangkan kepentingan pribadi. Aturan bisa dibuat dan pelanggaran terhadap aturan pun bisa disiasati. Dan ini jamak terjadi.
Tapi hubungan atasan-bawahan bukan semata hubungan administratif dan fisik. Ada hubungan hati yang terus berkomunikasi. Karena itu, ada ungkapan bijak yang berpesan, “Atasan yang rakus tidak bisa menghentikan kerakusan bawahannya.” Kenapa? Karena yang mengendalikan perilaku orang lain bukan semata posisi, tetapi juga komunikasi hati.
LAILATUL QODAR; MASIHKAH DITURUNKAN OLEH TUHAN…?
LAILATUL QODAR; MASIHKAH DITURUNKAN OLEH TUHAN…?
Lailatul Qodar berarti malam yang penuh keagungan, malam yang super-sangat menentukan, dan malam yang dipenuhi kemuliaan. Itulah beberapa arti yang dikandung oleh kata “qodar”.
Penjelasan di atas sangat mudah dipahami oleh siapapun ketika dikaitkan dengan turunnya al-Quran.
Hadirnya al-Quran sangat menentukan nasib manusia dan dunia ini. Setiap orang diberi pilihan untuk menjadi mukmin, kafir, munafik, ateis, agnostik, atau apapun. Yang tidak bisa dipilih adalah apabila seseorang ingin langkah hidupnya selamat, maka harus bertakwa. Takwa adalah hukum yang menentukan.
Pesawat terbang, menggoreng kerupuk, sampai komen di medsos apabila ingin selamat harus takwa.
Dalam al-Quran, takwa ada yang berlaku umum (kauniyah) dan berlaku khusus (syar’iyyah). Takwa umum perlaku untuk semua makhluk, semua gerakan, dan semua peristiwa. Takwa dalam arti ketaatan terhadap hukum-hukum kauniyah (alam/saintifik) yang sudah ditetapkan Allah.
Al-Quran adalah kitab yang menjamin zero-errors (tidak ada kemungkinan salah selama-lamanya). Laroiba fih. Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai rahasia akhirat dan rahasia dunia ini yang tidak sanggup ditandingi oleh manusia manapun selama-lamanya.
Bukankah ini keagungan bagi orang-orang yang mau menggunakan hati dan pikirannya? Tanpa penjelasan al-Quran, siapa yang bisa ngomong secara pasti Tuhan itu esa/satu?
Selain sebagai petunjuk, al-Quran menyediakan obat dan cahaya bagi hati. Tentu dengan syarat apabila arti dan maknanya diserap oleh hati yang cerdas (qolbun salim). Yaitu hati yang meyakini kebenarannya dan membuktikannya dalam praktik hidup.
Hati menjadi pokok bahasan yang istimewa dalam al-Quran. Tidak kurang dari 230 ayat berbicara mengenai hati. Terkadang menggunakan kata dada (shudurun), hati (qolbun), hati kecil (fuad), dan hati inti (albab).
Kenapa hati? Hatilah tempat hidayah. Hatilah tempat iman. Hatilah tempat ilmu (understanding). Langkah manusia di dunia ini ditentukan oleh mata yang ada di dadanya (QS. al-Haj: 46), bukan mata yang ada di kepala (baik mata fisik maupun mata pikiran).
Karena al-Quran menyediakan obat, cahaya, dan ilmu bagi hati yang merupakan ruling organ (penentu langkah), maka turunnya al-Quran adalah kemuliaan bagi manusia dan dunia ini.
Singkat kata, malam diturunkan al-Quran adalah malam penuh berkah (berlimpah kebaikan). Pada malam itu, jagat ini digambarkan penuh sesak dengan malaikat.
Lailatul Qodar & Takdir Hidup Manusia
Didasarkan dari hadits Nabi SAW yang begitu mashur, banyak orang yang menggenjot ibadahnya di masjid di malam-malam terakhir bulan Ramadlan. Utamanya malam ganjil. Mulai dari terawih, tadarus al-Quran, wirid, dan shalat sunnah lain. Melalui praktik ini, banyak penafsiran muncul dari para ulama terkait Lailatul Qodar.
Ada yang berpendapat, di malam Lailatul Qadar itu kadar rejeki seseorang ditentukan selama setahun. Ada lagi yang berpendapat, di malam Lailatu Qodar itu nilai ibadah manusia mengalami kelipatan dahsyat, sama seperti ibadah seribu bulan. Ada juga yang berpendapat, di malam itu ibadah seseorang dapat menghapus dosa-dosa sebelumnya.
Terlepas pemahaman manapun yang kita praktikkan hari ini, tapi yang jelas Lailatul Qadar itu waktunya dan bentuknya dirahasiakan oleh Allah. Karena itu, akan lebih beruntung jika seseorang saat ini menunggu datangnya Lailatul Qadar menerapkan disiplin berharap berdasarkan hukum syar’iyyah dan kauniyah yang diajarkan al-Quran.
Berharap kepada Allah adalah ibadah hati. Bahkan disebut sebagai kendaraan menuju Allah. Tanpa harapan, seseorang akan gelap dan sesat hatinya. Tapi berhadarp menurut agama tidak sama pengertianya dengan berharap seperti yang kita definisikan.
Ulama tasawuf, seperti al-Ghazali, Ibnu Qoyyim, dan lain-lain menjelaskan bahwa untuk berharap itu harus menempuh tiga disiplin penting. Yaitu: menggunakan ilmu, mengolah keadaan hati, dan membuktikan dalam tindakan (ilmun, halun, wa’amalun).
Disiplin di atas dapat kita terapkan untuk mengharap perubahan takdir dari Allah di bulan Ramadlan ini. Kita bisa mulai dari merenungi pesan-pesan al-Quran karena Lailatul Qadar terkait dengan al-Quran. Dari sekitar 6.236 ayat al-Quran, kira-kira manakah satu ayat saja (sedikitnya) yang menurut kita perlu kita jadikan dasar untuk perubahan diri. Perubahan takdir bersumber dari perubahan diri.
Tentu dibutuhkan kondisi hati yang terus menerus mengharapkan rahmat Allah dengan yakin (optimis). Untuk sebuah perubahan yang besar atau berarti, tahu dan mampu saja tidak cukup. Dibutuhkan yakin. Bahkan seringkali yakin lebih menentukan ketimbang tahu dan mampu.
Ujungnya adalah aksi nyata. Action plan. Kita perlu menentukan apa yang kita lakukan dan apa yang harus kita hindari agar perubahan diri terjadi. Selama kita terus berkomunikasi dengan hati, kita akan diberi tahu melalui berbagai bentuk (intuisi). Lebih sempurna lagi apabila ditambah pengetahuan dari luar (buku, video, masukan para ahli atau bacaan).
Kepada orang yang berharap, al-Ghazali pernah berpesan. Isinya kurang lebih begini: kalau Anda menabur benih di tanah yang cocok lalu Anda merawatnya seoptimal mungkin, maka menunggu sukses masa panen adalah harapan. Kalau Anda merawatnya dengan kemalasan, maka menunggu sukses masa panen adalah khayalan. Dan jika Anda sudah merawatnya namun keliru caranya atau tidak cocok benih dan tanahnya, maka menunggu sukses masa panen adalah kebodohan.
Berharap Lailatul Qodar, semoga tidak tatingharap…”
Serial Kecerdasan Hati – PRODUKTIVITAS CIRI UTAMA KESUKSESAN PUASA
Serial Kecerdasan Hati – PRODUKTIVITAS CIRI UTAMA KESUKSESAN PUASA
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT | Heart Intelligence Specialist
Banyak yang mengkaitkan puasa dengan pahala, surga, atau pengampunan dosa. Padahal, jika dikembalikan ke narasi al-Quran, ternyata bukan itu yang seharusnya kita buru siang-malam. Justru produktivitaslah yang harus menjadi perhatian utama bagi orang yang menjalankan puasa.
Al-Quran dengan gamblang menjelaskan bahwa tujuan utama puasa adalah untuk (meningkatkan) bertakwa. Takwa ini jika menelaah penjelasan al-Quran adalah produk yang sangat nyata yang bisa diukur pada diri seseorang di dunia ini. “Sebenarnya setiap orang sudah mengetahui keadaan diri mereka masing-masing,” (QS. al-Qiyamah: 14).
Artinya, siapapun yang berpuasa, idealnya harus ada hasil yang nyata pada dirinya. Bahasa modern untuk menyebut itu adalah produktif atau menghasilkan produk. Apa saja produk tersebut?
Di antara produk ketakwaan yang dijelaskan al-Quran adalah integritas (iman pada al-ghoib), mendirikan shalat (bukan sebatas mengerjakan), spiritual (yakin pada akhirat), proaktif (merespon positif atas hal negatif), kematangan emosi, empati, kasih sayang, sabar, dan seterusnya. Untuk lebih lengkapnya, kita bisa merujuk pada sejumlah ayat dalam al-Quran.
Kenapa konsentrasi pada tujuan produktivitas tersebut menjadi penting? Berbagai riset modern menemukan fakta bahwa tujuan adalah alat penting agar manusia mengeluarkan kehebatan yang terpendam di dalam dirinya.
Jika seseorang berpuasa dengan tujuan untuk meningkatkan produk ketakwaan dalam tindakan hati dan hasil yang nyata di dunia sekarang ini, maka tujuan itu akan mendoronganya untuk mengeluarkan kekuatan (jihad) dan ini akan menghasilkan karakter. “Karakter hanya bisa dihasilkan melalui jihad (perjuangan,” kata orang bijak. Begitu jihad telah dijalankan, sudah pasti petunjuk dari Allah didatangkan. Demikian al-Quran menjelaskan.
Ini berbeda dengan ketika seseorang menjalankan puasa untuk mengejar pahala, surga, atau pengampunan dosa dengan mengesampingkan peningkatan takwa. Selain tujuan tersebut tidak berbentuk produk (hasil yang nyata hari ini di dunia yang bisa diukur), pun juga kurang kuat dorongannya untuk mengeluarkan kehebatan diri (latihan berjihad). Inilah barangkali jawaban kenapa banyak orang yang beribadah (puasa), tapi karakternya dalam menghadapi hidup tidak terbentuk.
Lalu, apakah salah jika orang berpuasa untuk pahala dan surga? Salah dan tidak salah tentu bukan wilayah manusia untuk menghukuminya.
Bukankah banyak hadits Nabi yang berbicara puasa dan pahala, puasa dan pengampunan, puasa dan surga? Jika kita telaah, penjelasan Rasulullah SAW terkait dengan pahala, surga, dan pengampunan, ternyata posisinya bukan di tujuan, melainkan di balasan. Balasan sifatnya pasti selama persyaratannya kita penuhi.
Ibaratnya begini. Ada dua orang karyawan yang sama-sama pergi ke kantor setiap hari. Karyawan A menjadikan gaji bulanan sebagai tujuan. Sedangkan karyawan B menjadikan pengembangan diri sebagai tujuan. Keduanya tetap mendapatkan balasan (gaji) selama bekerja sesuai prosedur. Yang berbeda adalah karakter dan keahlian.
Secara kauniyah, karyawan B lebih bisa diprediksi akan memiliki keahlian yang lebih banyak dan karakter yang lebih kuat dalam waktu kurang lebih 10.000 jam hari kerja (6-7 tahun).
Artinya, puasa adalah madrasah atau moment of God’s education agar kita hadir sebagai sosok yang lebih bertakwa dari tahun sebelumnya dengan hasil yang nyata (produktif). Sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah, takwa itu pusatnya di dada (hati). “At-Taqwa ha huna,” demikian sabda beliau.
Serial Kecerdasan Hati – KONFLIK DAN KECERDASAN HATI
Serial Kecerdasan Hati – KONFLIK DAN KECERDASAN HATI
Oleh Ubaydillah Anwar, CSC, CPT.
Heart Intelligence Specialist
Konflik adalah cara Tuhan mendidik manusia. Sudah menjadi keputusan takdir bila konflik harus ada di dunia ini. Bahwa nanti ada orang yang menjadi lebih baik, lebih kuat, atau lebih tercerahkan setelah konflik atau sebaliknya, itu pilihan manusia. Bahwa ada konflik yang mendapatkan solusi cepat atau sebaliknya, itu juga pilihan manusia.
Di sinilah letak pendidikannya: menguji pilihan-pilihan manusia.
Teori komunikasi modern menyebut konflik sebagai keniscayaan dari konsekuensi. “Conflict is the consequent,” kata mereka. Setiap ada pihak-pihak yang berkomunikasi dan berinteraksi, pasti nanti ada konflik. Soal konflik itu kemudian menjadi konstruktif atau destruktif, itu tergantung pilihan yang ditempuhnya.
Malah di tahun 1945, Keren Horney, psikolog asal Jerman, menggagas pemikiran yang disebut sebagai kebutuhan dasar manusia, baik untuk melindungi diri atau untuk berkembang. Horney menyimpulkan ada tiga kebutuhan itu, yaitu: a) kecenderungan untuk bergerak menuju orang lain, misalnya bekerja sama, b) kecenderungan untuk menjauhi orang lain, seperti mandiri, dan c) kecenderungan untuk melawan orang lain, seperti adu kekuatan atau konflik.
KENAPA KONFLIK MENJADI SEMAKIN DESTRUKTIF?
Tentu ada sekian sebab/faktor yang membuat konflik semakin buruk dan memperburuk situasi (destruktif). Apalagi jika konfliknya berskala besar, seperti Rusia-Ukraina, Israil-Palestina, Syiah-Syunni, dan seterusnya. Pasti tidak ada faktor tunggal.
Praktik dunia professional menemukan indikasi konflik yang destruktif. Di antaranya: a) mendorong seseorang untuk melemahkan/menghancurkan orang lain, b) menusuk dari belakang secara sembunyi-sembunyi, c) merusak produktivitas, d) persaingan saling mengalahkan, d) menggunakan bahasa yang merusak hubungan, e) sikap acuh tak acuh atau dingin, dan seterusnya.
Dari praktik yang sering terjadi, konflik menjadi destruktif karena masing-masing pihak telah mengalami apa yang disebut “losing perspective” (kehilangan perspektif) yang sehat. Masing-masing pihak telah mendefinisikan bahwa dirinya benar 100% dan lawannya salah 100%.
Akibat kehilangan perspektif tersebut, maka kebencian, amarah, atau kedendaman (general negative emotion) memenuhi dada manusia. Secara kecerdasan hati, sebagaimana ditemukan dalam riset HeartMart Institute, begitu dada terpenuhi oleh emosi negatif, maka secara otomatis seseorang akan kehilangan self-regulation ability (kemampuan mengatur diri).
Sejarah dipenuhi dengan catatan dari tindakan seseorang yang lepas kendali secara ekstrim karena dada dipenuhi amarah atau kebencian. Dimulai dari Qobil putra Nabi Adam sampai ke X,Y, Z, dan seterusnya hari ini.
Jauh sebelum riset di atas mengungkap fakta tentang manusia, malaikat telah menyampaikan ini kepada Nabi Dzulkarnain. Sang Nabi meminta nasihat kepada malaikat agar hidup manusia tidak salah. Malaikat kemudian berpesan: jangan pernah dikuasai amarah. Kenapa? Begitu seseorang dikuasai amarah, maka iblis dapat menyetirnya (kehilangan kendali diri). Demikian kira-kira al-Ghazali dalam kitab Ihya menceritakan pertemuan Nabi Dzulkarnain dengan malaikat.
MENCERDASKAN HATI SEBAGAI SOLUSI
Solusi di sini jelas bukan obat, yang begitu diminum lantas bekerja sendiri. Solusi dari konflik adalah learning steps (langkah-langkah pembelajaran) yang dapat menghantarkan kita menjadi lebih baik.
Idealnya, solusi konflik selalu ada dua, solusi yang berbasis manajemen untuk mengatasi materi atau persoalan yang dikonflikkan. Untuk ini, biasanya yang paling umum adalah negosiasi kepentingan (interest). Hasilnya ada yang menang-menang, kalah-menang, atau saling-mengalah.
Tapi solusi manajemen di atas seringkali belum bisa memperbaiki hubungan manusia yang pernah berkonflik. Harus ada solusi yang berbasis kecerdasan hati. Ini sangat berguna terutama ketika konflik itu terjadi dengan orang-orang dekat yang sebagian besar waktu kita bersama mereka.
Untuk mencerdaskan hati harus dimulai dari apresiasi (menciptakan kesimpulan yang apresiatif), baik terhadap konfliknya atau terhadap orang yang berkonflik dengan kita. Jangan sampai kehilangan perspektif itu berlanjut. Dada yang dipenuhi apresiasi akan menghidupkan otak dan akan memperkuat kemampuan regulasi diri.
Solusi hati lain yang telah disahkan oleh semua agama, semua ajaran spiritual, dan ilmu pengetahuan adalah memaafkan. Memaafkan bukan berarti menghapus kesalahan orang yang menurut kita salah, tetapi menghapus kebencian dan kedendaman dari dada kita.
Dunia ini menyediakan dua jalur untuk proses memaafkan, yaitu jalur darat dan jalur udara. Jalur darat adalah menempuh langkah-langkah memaafkan berdasarkan prosedur ilmu. Dimulai dari meluapkan amarah, bernego dengan diri, sampai bisa menerima, lalu memutuskan untuk memaafkan. Waktunya bisa sehari, seminggu, atau sepuluh tahun.
Sedangkan jalur udara adalah jalur dengan mengendarai burog (bahasa Arab: kilat). Artinya, kita memaafkan orang lain karena perintah iman dan hanya untuk mengharap ridlo Allah. Titik. Ini bisa terjadi seketika atau sangat kilat.
Dialog juga solusi hati sangat bagus. Dialog adalah lawan dari debat. Dialog berarti saling bertukar kebenaran lalu menyepakati aksi-aksi yang perlu dilakukan demi kebaikan. Untuk dialog ini, syaratnya adalah hati yang dipenuhi apresiasi, care (peduli), dan compassion (menganggap orang lain juga penting atau memunculkan kasih sayang).
Serial Kecerdasan Hati – KENAPA BERPIKIR KRITIS ITU BERBEDA DENGAN BERPIKIR NEGATIF?
Serial Kecerdasan Hati – KENAPA BERPIKIR KRITIS ITU BERBEDA DENGAN BERPIKIR NEGATIF?
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
Ada ungkapan yang diyakini banyak orang dari Albert Einstein. “Berpikir itu pekerjaan sulit dan karena itu hanya sedikit orang yang berhasil melakukannya,” kata dia. Oleh Thomas Edison, kenyataan ini pernah ia jelaskan dengan kalimat yang keras: “Sebagian besar manusia memilih mati ketimbang disuruh berpikir.”
Lebih dahsyat lagi kalau melihat hadits Nabi Muhammad, seperti dikutip Al-Ghazali dalam Ihya: “Agama itu akal.” Istilah akal kerap mengarah pada dua pengertian utama, yaitu pemahaman positif yang dihasilkan dari hati rohani dan akal dalam arti kesimpulan positif dari proses berpikir. Dan menggunakan akal adalah perintah pertama manusia dalam al-Quran: Iqro!
Salah satu konsep berpikir yang hari ini digaungkan sangat penting untuk kualitas hidup manusia adalah berpikir kritis (critical thinking). Prosesnya dimulai dari kemauan untuk mengamati situasi eksternal lalu membuat penjelasan yang kritis, bukan penjelasan yang dibangun dari opini sendiri semata.
Untuk menghasilkan penjelasan yang kritis itu, idealnya dibutuhkan dukungan informasi, data, pengetahuan, pijakan ilmu, dan cahaya agama. Ujung dari prosesnya adalah serangkaian rumusan sikap dan tindakan yang dapat menghasilkan solusi atau kreasi baru yang pas untuk ukuran/keadaan kita.
Sebagai latihan, kita bisa mempraktikkan berpikir kritis ini untuk merespon bisnis kita, lingkungan kerja, pengembangan karier, situasi politik yang tidak kita harapkan, kehidupan sosial yang selama ini kita anggap mengecewakan, dan seterusnya.
Tentu dalam praktik dan konsepnya terhadap skala dari yang rendah sampai yang tinggi. Intinya, jangan sampai kita hanya memproduksi reaksi negatif dalam berbagai bentuk atas manusia dan keadaan yang kita nilai tidak beres. Inilah yang disebut berpikir negatif.
Berpikir kritis adalah perintah akal, ilmu, dan perintah agama. Selain itu juga sangat menyehatkan otak. Sebaliknya, berpikir negatif adalah larangan, selain juga berdampak destruktif.
Untuk berpikir kritis memang butuh syarat. Teori triune brain mensyaratkan agar kita harus menjadi manusia yang seutuhnya. Teori tersebut membagi struktur otak menjadi tiga: otak reptile, otak mamalia, dan otak manusia berakal (neo cortex).
Ketika kita hanya bereaksi negatif atas situasi (lawan dan lari) berarti yang bekerja adalah otak reptil. Ketika kita menjadi total individualis, orang lain tidak penting, semau sendiri, berarti yang aktif dominan adalah otak mamalia.
Kita baru menjadi hayawanun nathiq (hewan yang berakal) saat menggunakan neo cortex (berpikir, menggunakan instrumen pengetahuan, dan cahaya ajaran). Tentu, pada setiap orang tidak bisa lepas dari adonan sifat mamalia atau reptilnya.
Bahkan Al-Ghazali menyebut ada empat adonan yang membentuk sifat manusia: mamalia, binatang buas, setan, dan ketuhanan (penentu). Kualitas seseorang tergantung sekuat apa sifat-saifat ketuhanannya mengontrol sifat kehewanan dan kesetanannya.
Di sinilah hati menjadi penentu. Otak bukan penentu tunggal dalam struktur pemerintah jiwa manusia. Riset dan ajaran menyimpulkan hati yang menjadi raja dan penguasa sekaligus penentu kinerja otak (cognitive performanca). Hati yang sakit dan hati yang mati tak akan sanggup menyuruh manusia menggunakan neo cortex brain-nya.
Terbukti, ketika hati dikuasi amarah, kebencian, iri-dengki, pembenaran diri sendiri, dan kerakusan, mana bisa berpikir kritis? Qabil yang putra seorang nabi pun tak sanggup berpikir kritis saat hatinya gelap.
Semoga bermanfaat.
BAGAIMANA MENGUASAI SKILL BARU DENGAN MENGOPTIMALKAN KECERDASAN HATI?
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
Mendadak saya mendapatkan kejutan dari seorang sahabat. “Saya serius akan mencalonkan diri sebagai legislator di Senayan,” tegasnya begitu.
Tentu saya kagum dengan komitmennya dan pastinya saya memberi support. Kami sering berdiskusi ngalor-ngidul dengan kesimpulan: politik adalah sentral perubahan besar bagi bangsa dan negara.
Selama ini, sahabat saya ini adalah seorang professional di bidang psikologi. Karena akses informasi dan jaringannya semakin luas, maka peluang yang datang kepadanya juga sebagai banyak.
Tidak menutup kemungkinan hal ini juga Anda alami. Peluang baru semakin banyak seiring dengan bertambahnya pengalaman, kiprah, dan jaringan Anda.
Tentu semua orang tahu bahwa tidak ada peluang yang bisa dieksekusi dengan hanya komitmen. Butuh skill baru jika peluang itu menawarkan tantangan baru dengan benefit dan dampak yang lebih besar. “High risk high return,” kata sahabat saya.
Skill baru juga dibutuhkan jika kita hari ini terancam akan “dideportasi” ke tempat lain karena pendatang baru lebih jago dan lebih cocok dengan demand zaman.
Riset Bank Dunia mengungkap setidaknya 52% tenaga kerja Indonesia membutuhkan re-skilling (diberi skill baru) dan up-skilling (dinaikkan penguasaan skill-nya).
KECERDASAN HATI UNTUK PERFORMA DIRI
Ketika membahas kecerdasan hati, tidak berarti otak tidak penting. Ini keliru. Justru hati perlu dicerdaskan agar otak bisa bekerja makin optimal atau agar terjadi kerjasama yang makin sinergis antara hati (dada) dan otak (kepala).
Kenapa harus dimulai dari hati? Baik secara wahyu, ilmu, dan praktik manusia telah disimpulkan bahwa hatilah yang menjadi leader dalam pemerintahan jiwa dan raga (the ruling organ).
Bagaimana praktiknya dalam pembelajaran skill baru? Kita bisa menjalankan learning steps berikut:
Pertama, memperdalam self-understanding. Tingkatkan dialog hati untuk menambah pemahaman mengenai diri. “Walaupun Anda mengetahui banyak hal di dunia ini, tetapi jika Anda tidak mengetahui diri Anda, sama saja Anda tidak mengetahui apapun,” pesan orang bijak.
Pemahaman diri di sini mencakup, antara lain: apa target Anda, apa keunggulan Anda, apa peluang yang bisa Anda raih dengan kapasitas yang ada, apa problem Anda, dan skill apa yang benar-benar Anda butuhkan.
Sambil memegang dada, bukalah dialog penting tersebut. Jawabannya akan muncul di saat Anda seringkali tidak menyadarinya (fi ajalin musamma).
Dialog tersebut perlu diperluas dan diperdalam hingga mendapatkan pemahaman yang lebih komplit dan akurat mengenai diri secara internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (problem dan peluang).
Ilmu mengenai diri inilah yang sesungguhnya wajib dicari (fardlu ain), baik untuk kehidupan di dunia maupun di akhirat. Khalifah Ali bin Abu Thalib menyebutnya sebagai ilmul hal (ilmu keadaan diri).
Oleh pakar psikologi dari Cornell University Amerika, Prof. R. Stenberg disebut sebagai the successful intelligence (kecerdasan untuk sukses). Kecerdasan ini bertumpu pada tiga kemampuan, yaitu: menganalisis keadaan, kreatif merespon keadaan, dan kemampuan mempraktikkan.
Kedua, menemukan metode yang cocok. Untuk orang dewasa, banyak model pembelajaran yang bisa dilakukan, tergantung skill-nya dan arenanya. Untuk skill baru yang mengandung keterampilan tinggi, orang dewasa umumnya sangat bagus menerapkan model 70:20:10.
Belajarlah dari praktik langsung (70%), belajarlah dari orang lain (20%) dan belajarlah teorinya secara otodidak atau dari kelas (10%). Tentu, angka ini bukan angka matematis, melainkan angka indikatif. Misalnya public speaking. Anda mau baca buku setebal 1000 halaman pun tidak mengubah Anda jika tidak dipraktikkan. Harus banyak praktik dan belajar ke orang.
Bagaimana kalau kandungan konseptualnya tinggi, misalnya membangun personal brand? Anda bisa menerapkan model formal learning (terprogram), informal learning (bebas), dan social learning (mentor dari para senior) secara seimbang.
Untuk menemukan metode yang cocok, biasanya intuisi hati berperan penting. Luangkan waktu untuk memanggil pengalaman masa lalu di keheningan. Intuisi hadir bisa dalam bentuk dorongan tertentu atau “aha” tertentu.
Ketiga, temukan kepastian. Semua orang tahu bahwa belajar skill itu bagus, tetapi yang lebih penting adalah menemukan kepastian bahwa skill yang Anda pelajari itu berdampak serius pada peningkatan performa.
Di sinilah dibutuhkan berpikir kritis. Supaya otak bisa bekerja dalam mempertanyakan efektivitas belajar, hati harus bening. Jika hati dikuasi oleh berbagai suara yang tidak penting, sulit seseorang mempertanyakan efektivitas kegiatannya. Al-Quran telah mengajarkan bahwa ciri orang beriman yang serius adalah kemampuannya dalam menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak penting (QS. al-Mukminuun: 3).
Dunia pendidikan kita sering menjadi sasaran protes karena gagal mempertanyakan hal mendasar: kenapa anak yang sudah duduk di bangku sekolah 16 tahun tapi malah jadi beban sosial karena menganggur? Ada apa? Yang salah anaknya, sekolahnya, atau sistemnya? Nasihat Einstain: the important thing is not to stop questioning.
Keempat, temukan panggilan hati tertinggi (purpose). Fakta di dunia dan hasil riset Harvard Business Review (HBR) mengarah pada kesimpulan yang sama bahwa yang berperan dominan bagi kiprah seseorang itu ternyata purpose, bukan passion (bakat, keunggulan, skill teknis, dst).
Purpose dalam hal ini adalah Anda menemukan jawaban dari pertanyaan hati: peranan besar apa yang optimal dapat saya lakukan untuk berkontribusi pada dunia ini yang dampkanya sampai ke akhirat?
Begitu Anda menemukan jawaban yang semakin dalam, semakin kuat, dan semakin bermakna, maka energinya semakin besar. Otak manusia akan memunculkan gelombang GAMMA ketika hatinya menemukan makna tertinggi. Dan ini akan membuat pembelajaran semakin dahsyat.
Inilah yang bisa menjelaskan kenapa Ki Hajar yang bukan doktor pendidikan menjadi tokoh pendidikan. Kenapa KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari yang bukan doktor leadership menjadi tokoh organisasi besar. Dan seterusnya dan seterusnya sampai ke para nabi.
Semoga bermanfaat.
Honoris Causa Pesantren, Kenapa Tidak?
TRIBUNNEWS.COM – “Tepat di jam 10.35 WIB telah terjadi ledakan besar (big bang) di dunia pesantren. Sejak pesantren eksis di Nusantara sekitar 400 tahun lalu, baru kali ini ada terobosan begini.”
Seperti itu pesan tertulis yang dikirim ke saya dari salah seorang profesor yang hadir pada acara inagurasi doktor honoris causa pesantren.
Acara inagurasi sendiri bertempat di Ballroom hotel Aston Cirebon. Tak kurang dari 1.000 orang yang hadir memenuhi ballroom tersebut. Sengaja kami mengundang 58 kiai-kiai senior dari sejumlah pesantren, 17 akademisi dari kampus di Jakarta, Cirebon, dan Bandung, dan 100 profesional yang terdiri dari guru dan profesi lain. Sisanya adalah santri dan wali santri Pesantren Bina Insan Mulia. Kami juga mengundang 10 wartawan cetak, online, dan radio dari Jakarta, Cirebon, dan Bandung.
Penerima gelar honoris causa pesantren pertama adalah saudara Ubaydillah Anwar, seorang santri yang telah lama mengembangkan soft skills dan kecerdasan hati. Lahir dari keluarga pesantren salaf dan memulai nyantri di pesantren salaf di daerahnya, Ubaydillah kemudian meneruskan di Gontor hingga selesai KMI.
Dengan keterampilan menulis dan pidato yang didapat dari pesantren, Ubaydillah masuk ke dunia profesional dan industri lewat tulisan dan pidatonya di bidang pengembangan SDM, khususnya soft skills dan kecerdasan hati.
Tak butuh waktu lama, masyarakat profesional dan industri menerimanya dengan baik. Apalagi ditambah dengan keterampilannya dalam meramu konsep Islam yang didapat dari pesantren dan konsep barat yang didapat secara otodidak dengan modal bahasa Inggris.
Sejak 2004, ia telah menjadi associate trainer, counselor, dan speaker di sejumlah lembaga nasional dan internasional. Antara lain: Nestle Indonesia, ILO (International Labor Organization: Badan Urusan Perburuhan PBB), TrackOne, Gramedia Academy, Indonesia Entrepreneur Society, Data Group, Dibta Group Indonesia, Foster and Bridge Indonesia, dan forum-forum kajian keislaman.
Beberapa BUMN, lembaga pendidikan, dan perusahaan berskala besar, menengah dan kecil, telah mempercayai sebagai narasumber training, workshop, dan seminar. Antara lain: Udiklat PLN, Krakatau Steel, Lexus Indonesia, beberapa CorpU: Corporate University sejumlah BUMN, HERO, Universitas Pendidikan Indonesia, dan lain-lain.
Direktur Akademi Soft Skills Indonesia (ASSI) ini telah menulis lebih 45 buku dan lebih dari 1.000 artikel tentang soft skills dan kecerdasan hati yang telah diterbitkan oleh sejumlah media, baik online dan cetak, antara lain: Gramedia, SWA, Mizan, www.e-psikologi.com, www.sahabat.nestle.co.id, majalah Halal MUI, Gontor, dan lain-lain.
Ia juga dipercaya menjadi editor lebih dari 25 buku para tokoh di berbagai level di bidang keislaman, pendidikan, leadership, corporate learning, entrepreneurship, dan lain-lain.
Setelah berkiprah dengan karyanya di masyarakat profesional, industri, dan dunia pendidikan, barulah saudara Ubaydillah diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan profesionalnya di ICS Singapore, ILO (International Labor Organization) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Al-Jamiah Al-Arobiyah di Riyadh.
Dipercaya itu Lebih Tinggi daripada Diakui
Ada yang menarik ketika peristiwa itu menyebar di berbagai media nasional, baik di Tribunnews, Republika online, Kumparan, Kompasiana, FB, IG, dan jaringan WAG. Biasa, pro dan kontra terjadi.
Saya kemudian bertanya ke yang bersangkutan, siapa yang mengundang Anda pertama kali sebagai penerima gelar kehormatan tersebut? Ternyata yang mengundang pertama kali bukan kampus Islam atau pesantren, tetapi Universitas Atmajaya Jakarta, Fakultas Psikologi.
Seiring dengan perjalanan waktu, selama 4 tahun berjalan ternyata luar biasa dampaknya bagi kiprah yang bersangkutan di dunia profesional. Pelan namun pasti, sejumlah BUMN dan kantor kementerian mengundangnya sebagai narasumber yang disejajarkan dengan para doktor kampus. Misalnya di Bank Indonesia sebagai leadership observer, di Kementerian Agama sebagai narasumber pendidikan, dan lain-lain.
PT. Intipesan sebagai lembaga training dan seminar terdepan di Jakarta sering mengundang yang bersangkutan sebagai narasumber topik-topik pengembangan SDM bersama para doktor dari kampus, para dirut BUMN, dan para profesor di bidang manajamen. Demikian juga lembaga Foster and Bridge Indonesia sebagai lembaga training profesional kelas atas di Jakarta.
Saudara Ubayadillah dengan doktor honoris cuasa pesentren yang disandangnya tidak saja diminta mengajar mahasiswa S1 dan S2 di kampus-kampus. Beliau juga dipercaya menjadi panelis yang menguji kemampuan soft skills para kandidat dekan, wakil rektor dan direktur pasca sarjana Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang.
Memang kalau membaca ketentuan umum yang ada mengenai aturan penganugerahan gelar kehormatan doktor honoris causa, maka apa yang dilakukan oleh Pesantren Bina Insan Mulia terhadap saudara Ubaydillah Anwar tidak memenuhi persyaratan formal itu.
Namun, saya dan yang bersangkutan memahimanya bukan soal gelar dan prosedur formal. Ini soal sebuah proses perjuangan eksistensi pesantren, kaum santri, dan karya-karyanya di negeri tercinta. Gelarnya sendiri nomor ke sekian. Honoris causa pesantren bukan gelar formal, tapi lebih pada simbol perjuangan dan apresiasi eksistensi santri.
Demikian juga soal pengakuan formal. Tidak masalah juga apabila sekarang ini belum diakui. Kenapa? Pada hubungan antarmanusia dalam bentuk apapun, baik personal, profesional maupun institusional, yang tertinggi tingkatannya bukan diakui melainkan dipercaya.
“Hanya ketika seseorang telah percaya kepada Anda yang akan menjalin kerjasama dengan Anda,” demikian orang bijak berpesan. Jangankan dengan orang lain, dengan keluarga sendiri atau bahkan dengan anak sendiri, seseorang tidak akan menyerahkan urusan atau mau untuk bekerjasama apabila kepercayaan (trust) itu belum ada.
Doktor honoris causa pesantren memang tidak diakui kini, tetapi praktik saudara Ubaydillah Anwar membuktikan bahwa yang mempercayainya semakin banyak.
Di masyarakat kita terdapat alumni pesantren yang secara kesalehan dan kompetensi sangat kuat untuk bisa dipercaya di bidang keilmuan tertentu, sayangnya yang selama ini memberi gelar doktor honoris causa maupun professor justru dari lembaga luar negeri.
Idham Chalid adalah santri yang mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Al-Azhar Kairo Tahun 1957. Demikian juga dengan Buya Hamka yang pada tahun 1959 menerima gelar doktor honoris causa juga dari Al-Azhar.
KH. Abdul Ghofur, Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan mendapatkan gelar doktor kehormatan (honouris causa) di bidang ekonomi kerakyatan dari American Institute of Management Hawaii, Tahun 2007. Yang lebih mengagetkan adalah honoris causa yang diterima Gus Dur. Menurut catatan NU, Gus Dur menerima gelar kehormatan doktor honoris causa lebih dari enam kali dan itu dari luar negeri semua.
Kenapa Gelar Kehormatan itu Diperlukan?
Banyak yang bilang bahwa saya ini nekat. Saya akui memang begitu. Tapi yang tidak banyak diketahui orang adalah kenapa saya sampai nekat demikian? Ada yang bilang saya hanya cari sensasi saja. Tak bisa saya tolak bahwa akibat dari langkah itu memang sensasi, tapi motivasi saya bukan untuk sensasi.
Beberapa poin memang sudah saya jelaskan di acara tersebut, tapi saya ingin mempertegas lagi di sini kenapa penghargaan kepada alumni pesantren di bidang keilmuan dalam bentuk gelar itu penting dilakukan? Soal namanya honoris causa atau yang lain, itu terserah masing-masing atau terserah mekanisme di internal pesantren.
Ada tiga alasan penting yang perlu saya jelaskan di sini.
Kita lihat berbagai perkumpulan profesional di dunia hari ini sedang giat mengadakan sertifikasi kompetensi di bidangnya masing-masing. Misalnya di ekonomi syariah, IT, akuntansi, dosen mata kuliah tertentu, konstruksi, dan seterusnya.
Sertifikasi kompetensi semakin luas digalakkan, apalagi di zaman digital ini karena ada kecenderungan di masyarakat industri dan profesional bahwa akurasi sertifikasi tersebut lebih tinggi daripada ijazah akademik. Kenapa akurasinya diyakini lebih tinggi? Simpel jawabannya. Yang menentukan nilai seseorang di sertifikasi tersebut bukan semata ujian tertulis seperti di kampus, tetapi karya dan bukti prestasi yang telah dicapai.
Bahkan ke depan, karena akurasinya dinilai lebih tinggi maka wibawanya pun lebih tinggi. Seorang santri bertamu ke saya. Ternyata ia bekerja di sebuah perusahaan IT dunia milik China di Jakarta. Saya tanya kok bisa santri bisa bekerja di sana? Dia jawab, yang ditanya bukan ijazah, tapi kompetensi kerja.
Fakta-fakta di dunia profesional menunjukkan bahwa seseorang yang punya nilai akademik ekselen di bidang tertentu tapi begitu diuji-coba di lapangan, tidak muncul buktinya. Kenapa? Seringkali standar akademik ketinggalan dengan standar profesional yang terus mengikuti perubahan dengan cepat. Di samping itu, namanya di kampus, dasar penilaiannya adalah jawaban tertulis. Itupun banyak yang melakukan plagiarisme, comot sana comot sini, kutip sana kutip sini.
Selain itu, ada gelombang yang tidak bisa dibendung oleh siapa pun hari ini bahwa untuk mendapatkan ijazah akademik semakin mudah dan semakin murah biayanya. Di hampir semua negara telah memberikan layanan pendidikan online yang memungkinkan seseorang mendapatkan ijazah dengan mudah dan biaya yang lebih murah. Ini memang tidak bisa digeneralisasikan ke semua orang. Tapi memang fakta itu ada dan semakin jamak ke depan.
Artinya apa bagi kita? Penganugerahan doktor honoris causa pesantren itu adalah sebuah sertifikasi kompetensi yang diberikan kepada alumni pesantren di bidang keilmuan tertentu dan itu in sya’a allah kualitasnya akurat, bukan abal-abal atau kaleng-kaleng.
Ke depan, jika alumni pesantren yang telah berkarya itu mendapatkan sertifikasi kompetensi dari perkumpulan pesantren, masyarakat akan lebih percaya dan nilainya jauh lebih tinggi.
Sekarang saya tanya, lebih kredibel dan lebih akurat mana sertifikasi kompetensi di bidang nahwu shorof, misalnya begitu, yang diberikan oleh pesantren dengan yang diberikan oleh fakultas bahasa Arab perguruan tinggi di Indonesia? Semua tahu jawabannya.
Sertifikasi kompetensi juga akan mengikis fenomena ustadz atau da’i dadakan. Banyak yang sekarang terjun di bidang dakwah Islam tapi modalnya motivasi dan belajar dari youtube atau internet. Dasar materinya adalah folk wisdom (hikmah kelas awam) dan common sense (logika umum). Jangankan soal penguasaan fiqih-ushul fiqihnya, urusan makhroj membaca al-Quran saja belum beres. Ini kenyataan bukan?
Yang menjadi masalah hari ini adalah justru lulusan pesantren diberi sertifikasi kompetensi oleh kelompok atau lembaga non-pesantren di bidang keislaman. Ini kiamat sughro buat pesantren. Kenapa? Kemungkinan terjadi like and dislike atau pertimbangan aspek politik menjadi utama. Mau khutbah saja ada batasan ini dan itu. Padahal yang harus kita tegakkan adalah standar keilmuan.
Iklan untuk Anda: Lakukan kebiasaan ini, tekan Diabetes!
Advertisement by
Dua, sebagai apresiasi karya dan eksistensi.
Tradisi memberi apresiasi di dunia Islam itu sudah ada sejak dulu sehingga muncul sebutan al-imam, al-‘alim, al-‘allamah, al-hafidz, asy-syaikh, dan khujjatul Islam untuk al-Ghazali.
Bahkan sebelum pesantren memiliki pendidikan formal seperti sekarang, tradisi penganugerahan gelar pun jamak dilakukan para kiai kepada para tokoh. Oleh para kiai NU, Soekarno diberi gelar sang Waliyyul Amri Ad-Dharuri bi As-Syaukah, sosok pemimpin yang kompeten dan tangguh.
Tidak hanya pesantren, kerajaan dan kesultanan nusantara pun kerap memberikan gelar sebagai apresiasi di bidang tertentu. Pakoe Boewono XII memberikan gelar kehormatan Kanjeng Pangeran Aryo (KPA) kepada Gus Dur. Beliau dinilai sebagai tokoh agama yang humanis dan punya kepedulian tinggi terhadap budaya daerah.
Apresiasi terhadap karya seseorang di berbagai bidang atau terhadap kebesaran kiprah seorang tokoh menjadi salah satu ciri ketinggian peradaban di bangsa itu. Coba kita lihat sejarah. Kenapa tokoh seperti Abu Nawas itu mendapatkan tempat yang begitu elegan di masa Harun Al-Rasyid? Itu merupakan bukti tingginya peradaban.
Negara-negara yang pernah tinggi peradabannya mempunyai bukti museum, karya para tokoh, bangunan yang bagus, dan seterusnya. Perbincangan manusia di berbagai tempat, dari warung kopi, masjid, gereja, gedung, sekolah, dan lain-lain adalah ide, konsep, dan inovasi. Maka sepertinya agak pas jika ada ungkapan yang mengatakan begini: “Orang kelas atas berbicara ide, orang kelas menengah berbicara peristiwa, dan orang kelas bawah berbicara tentang orang lain.”
Bangsa dengan peradaban rendah, boro-boro menghargai karya. Dikasih buku saja belum tentu dibaca. Diamanati untuk menjaga warisan karya masa lalu saja tidak terurus. Dikasih fasilitas pendidikan gratis pun belum tentu disambut optimal. Mereka berbicara soal kemewahan artis. Tentang bagaimana masuk surga tanpa ilmu, tanpa kerja, dan tanpa karya. Tentang kekayaan orang lain. Tentang bagaimana saling mengalahkan orang lain.
Tiga, sebagai motivasi bagi generasi santri berikutnya.
Motivasi ini bukan untuk yang bersangkutan hari ini. Semua santri sudah mengerti bahwa berkarya itu tujuannya untuk dunia akhirat. Sehingga mereka itu diberi gelar atau tidak, sebetulnya tidak begitu berpengaruh terhadap motivasinya.
Apalagi para santri itu mendapatkan contoh langsung dari para kiainya. Kiai menggunakan tanahnya, rumahnya, sawahnya dan apa yang dimiliki untuk para santri.
Zaman dulu, hampir tidak ada santri yang terkena charge (bayaran) pendidikan. Sekarang ini charge dibutuhkan untuk kepentingan santri langsung dan untuk kelangsungan pendidikan.
Motivasi itu dibutuhkan justru untuk para santri di generasi berikutnya. Jika mereka menyaksikan bahwa para pendahulunya telah mampu sampai pada prestasi tertentu, maka hati mereka akan menggerakkan pikiran dan raganya untuk mencapai yang sama atau yang melebihi.
Misalnya, setelah terbukti bahwa saudara Ubaydillah Anwar mampu eksis dalam pengembangan soft skills dan kecerdasan hati di industri, masyarakat profesional dan di pendidikan Indonesia, saya yakin nanti akan ada generasi santri berikut yang akan meniru langkahnya atau punya langkah lain yang lebih bagus atau yang lebih besar.
Kita tidak tahu bagaimana susahnya dulu menemukan metode membaca kitab kuning seperti yang sudah diajarkan di pesantren-pesantren hari ini. Awalnya itu tidak terbayangkan, bagaimana kalimat dalam bahasa Arab lalu dimaknai sekaligus ditentukan posisi tata bahasanya. Ini temuan keilmuan yang luar biasa. Begitu sudah ditemukan, semua menjadi mudah untuk dipelajari.
Seratus tahun lalu, mungkin hanya Gontor yang mengajarkan bahasa Arab dan Inggris dalam pesantren. Tapi begitu sudah ditemukan metodenya, polanya, dan caranya, sekarang ini dimana-mana sudah ada lembaga yang mengajarkan dua bahasa itu. Bahkan ada yang tiga bahasa atau empat bahasa sekaligus.
Itulah contoh dari bagaimana social learning bekerja. Social learning adalah bagaimana seseorang belajar dari orang lain lalu menerapkan ke dirinya. Social learning ini bekerja di tingkat pribadi, kelompok, umat atau bangsa. Riset-riset di pendidikan dan psikologi menemukan fakta bahwa social learning adalah cara belajar orang dewasa yang sangat efektif, bahkan lebih efektif dari class room learning untuk materi keterampilan.
Pendidikan Pesantren dan Soft Skills
Untuk mendapatkan hasil yang bagus pada semua pekerjaan di dunia ini, maka perlu penerapan hard skills dan soft skills. Ini berlaku pada pak sopir becak, dirut BUMN, dosen, atau guru, dan seterusnya. Mana yang hard skills dan mana yang soft skills?
Hard skill pada sopir angkot adalah kemampuannya dalam menjalankan angkot, paham aturan di jalan raya, paham memperbaiki angkot itu kalau rusak. Sedangkan soft skill-nya adalah kesungguhannya dalam menjalani profesi itu, kreativitasnya kalau sedang sepi, kemampuannya untuk menjaga pelanggan, dan semisalnya.
Hard skill seorang guru adalah memahami langkah-langkah mengajar dari mulai masuk kelas sampai selesai, memahami materi yang diajarkan, mampu membuat soal ujian, dan mampu membuat penilaian. Sedangkan soft skill-nya adalah cintanya pada profesi tersebut, keikhlasannya, kreativitasnya, dedikasinya, amanahnya, dan seterusnya.
Bahkan kalau boleh untuk sekadar menggambarkan, dalam shalat pun ada kegiatan yang bisa disebut sebagai hard skill dan soft skill. Hard skill-nya adalah kemampuan menerapkan prosedur fiqih dari mulai takbirotul ihrom sampai salam.
Sedangkan soft skill-nya adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan akhlak setelah shalat dan kemampuannya untuk menghadirkan Allah dalam hati (akidah), baik di dalam maupun di luar shalat.
Hard skills adalah keahlian teknis dan akademis. Sedangkan soft skills adalah kualitas seseorang dalam mengembangkan diri, menjalin hubungan dengan sesama, dan kepemimpinan. Misalnya, menjaga emosi, terus belajar, kerjasama, berkomunikasi, ketajaman tujuan, kreativitas, kesabaran, dan seterusnya.
Empat sifat wajib Rasul yang kita kenal, yaitu Sidik, Amanah, Tabligh, dan Fathonah masuk dalam soft skills utama (core skill) yang berlaku di seluruh dunia. Kunci sukses berkarier di bidang apapun, tidak mungkin meninggalkan salah satu dari empat itu.
Jika kedua keahlian tersebut sangat penting untuk mendapatkan hasil yang bagus, lalu mana yang sangat menentukan peranannya? Baik riset dan praktik membuktikan bahwa 70% kesuksesan pekerjaan dimainkan oleh soft skills seseorang. Walupun seseorang sudah ahli di bidang tertentu, tapi jika hati dan pikirannya error, misalnya dengki, stres, ogah-ogahan atau marah, sudah pasti hasilnya akan kurang bagus.
Mau shalat seribu rakaat pun, namun jika tidak didukung dengan ilmu untuk mengaktifkan hati dan pikiran agar menghasilkan kedekatan dan akhlak, tetap saja oleh al-Quran disebut pendusta agama. Meski demikian, mengerjakan shalat sesuai prosedur fiqih tetaplah wajib.
Pesantren sebenarnya gudangnya soft skills. Contoh yang sederhana adalah public speaking atau komunikasi publik Di luar pesantren, kegiatan itu berbayar tinggi. Apalagi jika yang menjadi mentornya artis atau orang terkenal, seperti Helmi Yahya, Tontowi Yahya, atau Najwa Shihab. Tapi di pesantren, kegiatan public speaking gratis dan boleh berlatih terus menerus. Hampir setiap pesantren hari ini punya program latihan pidato.
Cuma di sini yang perlu menjadi catatan adalah bahwa hampir seluruh kegiatan pengasahan soft skills di pesantren itu masih berjalan alami, alias belum tersentuh oleh konsep sains dan standar kompetensi profesional. Banyak santri yang dulu jago pidato tapi di luar berhenti. Banyak yang bagus leadership-nya namun di luar tidak demikian.
Kenapa? Jawabannya adalah pengetahuan. Dengan pengetahuan maka seseorang punya banyak pilihan. Tanpa pengetahuan, seorang anak petani hanya berani bercita-cita menjadi petani seperti orangtuanya. Tapi dengan pengetahuan, ia punya banyak pilihan.
Di sinilah pesantren butuh pengetahuan baru dari kegiatan soft skills yang sudah dijalani para santri supaya mereka punya banyak pilihan.
Without the BoX Thinking adalah rubrik khusus di tribunnews.com di kanal Tribunner. berisi artikel tentang respon pendidikan Islam, khususnya pesantren terhadap perubahan zaman dan paparan best practices sebagai bahan sharing dan learning di Pesantren Bina Insan Mulia. Seluruh artikel ditulis oleh KH. Imam Jazuli, Lc, MA dan akan segera diterbitkan dalam bentuk buku. Selamat membaca.
*Penulis adalah Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia 1 dan Bina Insan Mulia 2 Cirebon. Pernah dipercaya sebagai Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015. Penulis merupakan alumnus Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; alumnus Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; juga alumnus Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; dan alumnus Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies.*
link : https://www.tribunnews.com/tribunners/2022/02/23/honoris-causa-pesantren-kenapa-tidak
MEMBEDAKAN HATI, HATI ROHANI, DAN HATI LIVER MANA YANG LEBIH MENENTUKAN: OTAK ATAU HATI?
Serial Kecerdasan Hati
MEMBEDAKAN HATI, HATI ROHANI, DAN HATI LIVER
MANA YANG LEBIH MENENTUKAN: OTAK ATAU HATI?
Dalam berbagai kesempatan, kerap saya ditanya mana yang sebenarnya disebut hati itu. Tentu semua orang berdasarkan latar belakang masing-masing dapat menyajikan penjelasan yang berbeda-beda.
Apalagi jika dikaitkan dengan organ lain yang sangat inti bagi manusia, yaitu otak. MIsalnya ketika ditanya, manakah yang menentukan langkah manusia: hatikah atau otakkah?
Jujur, saya sendiri tidak memiliki pengetahuan faktual mengenai hal itu. Saya belum pernah melihat bagaimana jantung dibedah atau hati liver dibedah dan diteliti bagaimana cara kerjanya. Lebih-lebih soal otak.
Tapi berdasarkan keterangan a) kitab suci (al-Quran), b) ajaran para nabi, c) spiritual discovery oleh orang-orang arif melalui kitab-kitabnya, d) riset ilmiah para ilmuwan mutakhir, dan e) praktik manusia melalui artifak yang ada, dapat saya jelaskan sebagi berikut.
Pertama, baik dalam bahasa Inggris (heart) atau dalam bahasa Arab (qolbun atau qulubun atau kalbu), artinya adalah jantung di bagian kiri dada manusia. Meski demikian, heart sendiri diterjemahkan dengan hati dan begitu juga qolbun atau qulubun yang diterjemahkan juga dengan hati/kalbu.
Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa khusus orang Indonesia, hati itu bisa berarti tiga, yaitu: a) jantung, b) hati rohani, dan c) hati liver. Bagiamana itu bisa terjadi memang belum disepakati asal-asulnya.
Kedua, berbicara soal hati dalam kajian ilmu pengetahuan, spiritualitas, agama, dan praktik hidup, hati punya dua jenis, yaitu hati fisik (jantung) dan hati rohani (qalbu). Hati rohani bersemayam di hati fisik yang tidak kelihatan tetapi semua praktik menusia telah diberi pemahaman bahwa di dalam dirinya ada hati yang tidak kelihatan, yang itu bukan jantung, tetapi hati rohani.
Riset para ahli di Heartmarth Institute terhadap jantung (hati fisik) menyimpulkan bahwa hati adalah organ utama penentu kinerja otak (global coordinator), penjaga keseimbangan body and mind, sumber perasaan, emosi, kesadaran, bahkan intuisi.
Dalam jantung, menurut riset mereka, terdapat benda kecil yang disbeut heart brain (otak hati) yang bekerja secara mandiri: melakukan learning, memorizing, sensing, dan seterusnya. Riset mengungkap bahwa hatilah yang paling sering berkomunikasi ke otak, bukan sebaliknya.
Kemampuan hati (jantung) meradiasi gelombang elektromagnetik dan enegi jauh lebih kuat ketimbang otak. Mereka menemukan bahwa ketika da orang yang sedang marah di satu tempat, amarah dari hati itu mempengaruhi orang lain dalam radius sekian meter.
Hampir semua penjelasan riset di atas boleh dikatakan tidak bertentangan dengan spiritual discovery orang-orang arif yang tela menjelaskan hati (qulub) di buku-buku klasiknya sekitar di atas 1000 tahun lalu. Ini bisa dibaca di karya Ali bin Abu Thalib (Khalifak ke-IV), Al-GHazali, atau Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah.
Semua menyimpulkan bahwa hatilah yang menentukan hakikat manusia. Hatilah raja dalam pemerintahan jiwa. Hatilah yang menentu kerja seluruh anggota tubuh (jasmani dan rohani). Bedanya, orang-orang arif menjadikan hati rohani sebagai objek bahasannya, sementara para ilmuwan barat menjadikan jantung sebagai objek risetnya.
Nabi Muhammad SAW dan nabi-nabi lain juga sudah berbicara mengenai hati. Nabi Muhammad pernah berbicara mengenai hati fisik (jantung atau segumpal daging/darah) yang menyebut sebagai penentu kesehatan manusia.
Nabi Muhammad juga menjelaskan bahwa yang menentukan kualitas amal manusia di mata Tuhan itu bukan jenis amalnya, tetapi kualitas hatinya (hati rohani, mislanya ikhlas atau tidak ikhlas, dst).
Nabi Musa diceritakan ketika hendak menghadap Fir’aun meminta kepada Tuhan agar diberikan kelapangan dadanya (hati). Dan masih banyak keterangan soal hati dari para nabi.
Dalam hitungan saya, al-Quran menyebut kata hati dalam 4 kata di sekitar 230 tempat, yaitu dada/hati fisik (shudurun), qolbun (hati rohani), fuad (hati kecil, biasanya begitu diterjemahkan), dan albab (hati yang paling dalam/.wisdom).
Semua penjelasan hati dalam al-Quran mengarah pada hati rohani, yang menjadi penentu hakikat manusia, penentu kinerja otak, tempat dimana cahaya Tuhan dan kegelapan iblis bersemayaman.
Semua peradaban manusia sepertinya telah memahami dua makhluk hati ini melalui artefak bahasa, katakanlah ada yang berpesan cintailah pekerjaanmu dengan segenap hatimu. Kita semua tahu pasti bukan dengan jantung (hati fisik) tetapi hati rohani. Sakit hati yang secara reflek memegang dada. Pasti bukan jantungnya (hati fisik) tapi hati rohani.
Demikian mudah-mudahan bisa menambah penjelasan yang ada. Terima kasih.
Ubaydillah Anwar
Heart Intelligence Specialist
Serial Kecerdasan Hati – KENAPA “HATIMU ADALAH HAKIKATMU”? APA BUKTI-BUKTINYA?
Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence Specialist
“Hatimu adalah hakikatmu,” demikian temuan spiritual (mukasyafah) orang-orang arif. Sebab, hati adalah raja dalam pemerintahan jiwa (al-malik).
Temuan ini juga sinkron dengan hasil riset ilmuwan mutakhir (HeartMath: 1995) yang mengungkap bukti-bukti bahwa hati fisik (jantung) adalah global coordinator (koordinator jiwa dan raga manusia).
Peradaban Barat menyebut hati sebagai tempat singgasana esensi manusia yang disebut ‘being’ sehingga hanya manusia yang punya hatilah yang disebut human being (pada dasarnya).
Terkait dengan bukti-bukti, mari kita mulai dari yang paling besar (makro).
Negara dengan pemerintah di dalamnya dibentuk untuk melindungi yang kecil supaya tidak dicaplok oleh yang besar. Juga untuk memberikan ruang berprestasi kepada orang-orang yang benar dan sungguh-sungguh. Dan juga untuk menghukum orang-orang yang jahat.
Tapi di tangan orang yang hatinya gelap dan keliru, aturan negara dan pemerintah justru dipakai untuk yang sebaliknya. Yang kuat malah semakin membabi buta. Aturan bisa disetir. Orang-orang yang benar dan sungguh-sungguh seringkali malah kalah oleh orang yang jahat. Jadi, hati adalah hakikat manusia.
Pabrik obat dan ilmu kedokteran pun sama. Di tangan hati yang jernih dan lurus, keduanya adalah solusi bagi kemanusiaan. Tapi di tangan hati yang gelap dan keliru, kedunya adalah bencana. Pabrik obat dapat digunakan untuk menciptakan ketergantungan manusia kepada obat, alias supaya sakit terus. Jadi, hati adalah hakikat manusia.
Media sosial pun sama. Di tangan hati yang jernih dan lurus, media adalah perekat sosial. Tapi di tangan hati yang gelap dan keliru, media sosial justru menciptakan keadaan yang anti-sosial. Orang bisa menghina dan meng-olok-olok orang lain semau-maunya.
Semua perintah agama yang pasti benarnya dan pasti baiknya jika dijalankan oleh hati yang keliru dan gelap, akan menimbulkan hasil yang salah dan bermasalah. Jama’ah tapi isinya malah pertengkaran.
Ketika ajaran agama diolah menjadi energi untuk berkreasi dan inovasi, hasilnya adalah karya peradaban yang luar biasa. Tapi jika diolah menjadi muatan nafsu, pelarian, dan anti ilmu, justru hasilnya kerap destruktif (merusak kehidupan).
Ini semua tergantung hati. Jadi, hati bagi manusia adalah hakikatnya.
Semoga bermanfaat.
MENUNDUKKAN NAFSU WORKAHOLIC DENGAN KECERDASAN HATI
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT.
Heart Intelligence Specialist
Ketika saya memulai kerja dulu, antara tahun 1995-2000, saya dipertemukan dengan pimpinan yang top. Pagi jam 7.00 sudah di kantor untuk belajar bahasa Inggris dengan kawan saya. Pak bos ingin melakukan ekspansi usaha di Eropa dan Amerika.
Malam hari, meski tidak rutin, ada seorang guru privat agama yang didatangkan. Siangnya di jam kerja, waktunya total digunakan untuk mengurusi orang-orangnya, usahanya, dan mitranya di Timur Tengah.
Banyak pegawai yang mengkhawatirkan bahwa bosnya telah mengalami keranjingan kerja (workaholic). Tapi setelah saya baca di beberapa literur, ternyata tidak semudah itu untuk disebut keranjingan. Kesimpulan tidak bisa diambil dari kenyataan.
Ada perbedaan antara keranjingan kerja dan kerja keras (work engagement). Membedakannya lebih sulit lagi sekarang. Sebab, hampir semua orang dapat bekerja kapan saja, dimana saja, dan dengan siapa saja. Kemajuan teknologi komunikasi telah mengacauan tatanan kerja.
Ciri-ciri Keranjingan Kerja
- Secara mendasar, keranjingan kerja mengandung unsur compulsive dan addictive. Artinya, ada tekanan, paksaan, dan sensasi rasa ”asyik” untuk terus bekerja/beraktivitas. Sejumlah riset menyimpulkan bahwa orang yang terkena keranjingan kerja memiliki ciri-ciri berikut:
- Mengabaikan hal-hal lain yang penting dalam hidup manusia secara umum. Misalnya kesehatan, penampilan, atau keluarga. Mereka kehilangan kesadaran untuk menciptakan keseimbangan.
- Tidak mampu mendelegasikan urusan kerja kepada orang lain pada porsi dan keharusan tertentu atau tidak pernah mempercayai orang lain.
- Mereka hanya asyik dengan pekerjaan, tetapi tidak jelas apa yang ingin diraih dengan pekerjaannya itu. Thomas Edison berpesan, ”Jangan hanya sibuk di pekerjaan. Bertanyalah apa tujuan Anda.”
- Yang menjadi top priority di kepalanya dimanapun berada adalah urusan pekerjaan, termasuk di kamar.
- Tidak memiliki ketertarikan di bidang lain yang dibutuhkan oleh hidupnya, seperti membaca, hiburan, atau kegiatan pengembangan yang lain.
Banyak pemicu eksternal dan internal kenapa keranjingan hadir. Pekerjaan atau aktivitas yang kita jadikan pelarian dari persoalan di tempat lain juga bisa menjadi pemicu. Problem ekonomi, konflik di tempat kerja, atau bahkan ketidakpuasan kerja dapat memicu workaholic.
Dari sisi internal, orang yang terkena workaholic umumnya mengembangkan minus motivation (lawan dari plus motivation). Motivasi minus adalah motivasi yang digerakkan (driven) oleh dorongan negatif.
Misalnya, Anda bekerja mati-matian karena dendam, amarah, atau supaya bisa menjajah orang banyak ketika nanti sudah punya kekuasaan dan kekayaan. Kerakusan kerap menjadi motivasi minus yag sangat perkasa. Orang melakukan korupsi dan kerja mati-matian sampai lupa daratan seringkali bukan mereka yang kekurangan materi. Mereka melakukan itu karena dikuasai motivasi minus.
Sejumlah hasil riset menemukan motivasi menjadi faktor penting (Workaholism: It’s not just long hours on the job, APA [American Psychology Association], 2016). Pekerja keras digerakkan oleh motivasi intrinsik (motivasi plus) untuk bekerja karena tujuan yang positif. Sedangkan workaholic digerakkan oleh tekanan dari dalam (stressor atau motivasi minus) untuk bekerja.
Singkatnya, pemicunya sangat beragam. Tapi penentunya cukup jelas: kemampuan mengontrol diri, mengontrol keseimbangan, dan evaluasi diri. Seluruh kemampuan ini dalam bahasa agama disebut takwa (kemampuan menjaga diri).
Takwa yang diperintahkan bukan sebatas menaati perintah Tuhan yang tertulis (syar’iyah). Ini terlalu sempit. Semakin terlalu sempit lagi ketika takwa hanya dibatasi pada pelaksanaan ibadah formal.
Sebab takwa juga pasti dituntut pada ketaatan kita terhadap hukum Tuhan yang sifatnya kauniyah (sebab-akibat alamiyah) yang terungkap oleh pengalaman manusia, temuan sains dan teknologi.
Mengoptimalkan Kecerdasan Hati
Kecerdasan hati seseorang dapat naik dan turun, seperti juga sifat hati yang mudah berubah. Karena hati adalah raja dalam pemerintahan jiwa (global coordinator) maka ketika kecerdasannya turun, pasti anggota yang lain kacau. Bisa bekerja sendiri-sendiri, melawan kehendak hati, atau dorongannya lemah.
Supaya hati cerdas, dibutuhkan keharmonisan di dalamnya, dibutuhkan sinergi dengan yang lain, dan dibutuhkan kesiapan untuk menerima cahaya ilahi.
Apa sumber keharmonisan di hati? Ketika hati melakukan apresiasi-apresiasi rahasia, maka secara otomatis muncul keharmonisan. Temukan kebaikan, kelebihan, keistimewaan, dan keajaiban dari hidup Anda, lingkungan, orang-orang sekitar Anda, lalu Anda diam-diam menyimpulkannya dengan kalimat apresiatif di hati (misalnya al-hamdulillah), maka saat itu juga ada keharmonisan.
Karena hidup tidak cukup dengan hanya harmonis, maka hati perlu disinergikan dengan otak. Keduanya adalah mesin raksasa ketika keduanya bersinergi. Sinergi bisa diciptakan dengan merumuskan tujuan yang jelas (goal) dari aktivitas lalu diperjuangkan sampai total.
Hati akan selalu siap menerima cahaya ilahi ketika masih muncul dorongan untuk berubah, mencapai yang lebih tinggi, lebih baik, atau lebih yang lain. Caranya adalah memasukkan ilmu ke dalam hati, baik bersumber dari bacaan, pengalaman, pergaulan, atau renungan.
Sebaliknya, hati akan mati ketika sudah menutup pencerahan, perubahan, dan perbaikan. Hati yang mati itu disebut hati yang mem-batu (qosiyatul qulub).
Apa hubungannya dengan workaholic? Hasil riset HeartMath Institute menyimpulkan ketika hati cerdas, seseorang memiliki kekuatan yang super untuk mengontrol dirinya. Intuisinya menyala dengan baik sehingga cepat sadar mengenai langkahnya (Science of the Heart: 2015).
Cahaya Ilahi juga lebih powerful meng-guide dirinya dengan larangan dan perintah yang muncul dari hati (wa’idzon wa zajiron). Otak pun bekerja secara prima sehingga cepat bertanya mengenai tujuan dari aktivitasnya (mubshirun). Semoga bermanfaat.
Serial Kecerdasan Hati – RESOLUSI 2022: STOP MEMBURU KEBAHAGIAAN!
Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist
Kebahagian kerap dijadikan sasaran resolusi di tahun baru. “Di tahun 2022 nanti, aku tidak ingin apa-apa. Tidak ingin kaya atau terkenal. I just want to be happy,” tulis seseorang di wall facebook-nya.
Meski menjadi ‘barang’ buruan banyak orang sejak tahun 1973—demikian menurut riset di psikologi—tapi Tuhan tidak menyuruh kita mencari kebahagiaan. Kita hanya diperintahkan untuk menjalankan perintah yang hasilnya pasti bahagia. Misalnya syukur, ridlo, atau optimistik, dst.
Artinya, kebahagiaan adalah akibat. Namanya akibat, pasti ia datang secara pasti tanpa dicari. Study para ahli menyimpulkan bahwa sebagian besar faktor penentu kebahagiaan adalah pilihan sikap internal. Karena itu, ada petuah bijak yang mengingatkan: hanya orang bodoh yang memburu kebahagiaan di luar sana, apalagi mahal pula biayanya.
Bahkan ada anekdot di grup WA yang saya ikuti. Seorang lelaki setengah baya di pagi hari menyeruput secangkir kopi hitam. Lalu diikuti dengan hisapan demi hisapan rokok kretek. Dan puncaknya, dari mulut laki-laki itu keluar ucapan: alhamdulillah, mudahnya bahagia di Indonesia.
EMPAT CIRI UTAMA KEHIDUPAN BERMAKNA
Sejatinya, berproses untuk menjadi orang yang bermaka adalah perintah untuk kita, sekaligus panggilan hati kita (inner call), dan kendaraan manusia untuk bahagia. Artinya, bermakna lebih tinggi derajatnya ketimbang bahagia.
Orang yang menjalani hidup bermakna pasti ujungnya bahagia, meskipun prosesnya terkadang penuh derita. Seperti apa kehidupan yang bermakna itu? Ada empat ciri utama kehidupan bermakna yang dapat kita jadikan resolusi sesuai kadar kita.
Pertama, orang akan merasakan hidupnya bermakna apabila ia memperjuangkan tujuan-tujuan yang besar, tinggi, atau yang sangat berarti baginya. “Kembali menjadi dosen adalah pilihan yang sangat berarti bagi saya setelah pensiun,” kata sahabat saya. Artinya, resolusi harus berangkat dari tujuan yang besar, tinggi, atau yang berarti.
Kedua, seseorang akan merasakan hidupnya bermakna apabila kehadirannya punya signifikansi bagi orang lain. Maksud signifikansi di sini bukan “merasa penting semata” atau “sok penting” tetapi bermanfaat karena kontribusi yang diberikan.
Rasulullah SAW menjelaskan, “Tangan di atas (selalu) lebih baik dari tangan di bawah,” (HR. Bukhori Muslim). Al-Quran menyebut sebagai “pemberi pinjaman kepada Allah” untuk orang yang mau berbuat baik dan bermanfaat bagi orang banyak.
Bahkan menurut laporan jurnal Positive Psychology, Standford University, 2014, signifikansi inilah yang membedakan orang bermakna dan orang bahagia. Bermakn berarti a giver (memberi), sedangkan berbahagia berarti a taker (mengambil).
Ketiga, orang akan merasakan hidupnya bermakna apabila ia memiliki kedaulatan diri yang kuat. Maksudnya, ia mampu mengambil keputusan penting berdasarkan pilihan-pilihan yang baik (ikhtiyar). Ia mukallaf (responsible) yang proaktif.
Tanpa disadari, banyak orang yang menyerahkan kedaulatan dirinya kepada orang lain atau kepada keadaan dengan mengatakan: hidup saya hancur dan begini jadinya karena si dia atau semisalnya. “Si dia” telah diangkat sebagai penguasa jiwa. Semakin sering kedaulatan itu diserahkan, semakin hampalah makna dalam jiwa itu.
Dalam al-Quran, kedaulatan diri adalah ciri kecerdasan hati tingkat tinggi (ulul albab). “ . . serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang itulah yang mendapat tempat kesudahan yang baik,” (QS. Ar-Ra’du: 22).
Keempat, orang akan merasakan hidupnya bermakna apabila mampu memenangkan prinsip kebenaran ketika berhadapan dengan godaan. “Aku bahagia karena telah menjadi jujur,” kata Halimah, seorang petugas bandara Soetta yang melaporkan temuan cek miliaran kepada kantornya. “Merdeka atau mati,” semboyan pejuang kita dulu.
Berprinsip akan membuat seseorang pasti bermakna dan bahagia, asalkan berpijak di atas ajaran kebenaran. Tapi jika pijakannya di atas “benar sendiri” atau “menang sendiri” pasti ujungnya sengsara dan hampa makna.
Agar kebermaknaan dan kebahagiaan itu abadi (al-falah), al-Quran memberikan bocoran agar nawaitu dalam hati kita saat melakukan empat hal di atas menghadirkan “lillahi ta’ala”.