KERACUNAN MORAL, AWAS!
Serial Kecerdasan Hati
Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialis
Tanpa status agama, manusia masih diberi kesempatan untuk hidup. Tapi tanpa moral, yang merupakan seruan inti agama, hidup seseorang akan mati. Bisa masuk penjara, menerima hukuman sosial dan pergaulan, atau dihukum mati. Karena itu, menjadi orang bermoral sejatinya bukanlah pilihan.
Bahkan keniscayaan bermoral ini tidak saja berlaku untuk kehidupan pribadi, kehidupan sosial pun sama. Karena itu, mengobarkan semangat dan gerakan untuk menjaga moral dalam masyarakat menjadi tugas bersama, bukan semata tugas agamawan. Kepastian hancurnya masyarakat diawali dari kepastian diamnya orang-orang yang bermoral.
Meski sedemikian kuat seruannya, tapi menjadi orang yang bermoral, menjadi pejuang moral, dan terkena keracunan moral adalah dua hal yang berbeda. Berbeda nilainya dan dampaknya bagi kehidupan pribadi dan sosial.
Keracunan moral adalah kondisi jiwa yang merasa sudah bermoral (feeling good only) dengan mencaci kesalahan orang lain atau mengoleksi kesalahan diri sendiri. Keracunan moral membuat upaya kita menjadi orang bermoral gagal karena dihentikan oleh perasaan yang merasa sudah bermoral dengan menemukan kesalahan.
Untuk sampai disebut keracunan berarti jumlahnya sudah melebihi batas normal sehingga membuat jiwa seperti orang keracunan. Lebih parah lagi apabila standar moralnya masih personal atau kelompok.
Keracunan moral tentu sangat berbeda dengan pemberi kritik atau koreksi. Kritik sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan kekuasaan, karena kekuasaan memang cenderung menyimpang (jika berlebihan). Demikian juga koreksi yang sangat dibutuhkan untuk hasil yang lebih bagus (kemajuan), atau bahkan hasil yang luar biasa (inovasi).
Pemberi kritik dan koreksi juga berpotensi terkena keracunan moral apabila sudah ngawur, gelap, dan berlebihan. Bahkan penyeru moral, seperti ustadz, kiai, pengamat, psikolog, trainer, motivator, leader, orang tua dan seterusnya juga sangat berpotensi terkena keracunan moral jika berlebihan atau tanpa ilmu (isrofana fi amrina).
Secara umum, keracunan moral memiliki ciri sebagai berikut:
- Menggunakan penghakiman dan klaim untuk melabeli
- Melemahnya empati seiring dengan menguatnya antipati
- Memanfaatkan ‘group thinking’ untuk memperkuat perasaan bermoral
- Tidak siap untuk membuka ruang keadilan, misalnya adu argumen, debat, atau dialog
Keracunan moral bisa bersumber dari pemenggalan potongan firman agama yang telah dimodifikasi, kutipan tokoh, atau folk wisdom (kearifan umum). Bagi yang terkena, dampaknya luas. Agama melarang perbuatan mencaci, berghibah, dzolim pada diri sendiri, atau bahkan melihat orang dengan pandangan yang merendahkan.
Secara karakter, keracunan moral semakin memperlemah karakter kita. Sebab, kekuatan karakter didapat dari kesediaan orang untuk menempa diri secara benar dalam menghadapi tantangan hidup, bukan dengan merasa baik setelah memberikan label negatif. Kesalahan orang lain atau kesalahan diri sendiri hanya akan bermanfaat apabila kita olah menjadi tindakan perbaikan atau perubahan (pejuang moral).
Semoga bermanfaat.
0 comments
Write a comment