BAGAIMANA MEMAHAMI DUNIA-AKHIRAT DALAM PRAKTIK HIDUP?

Kecerdasan Hati

Serial Kecerdasan Hati

BAGAIMANA MEMAHAMI DUNIA-AKHIRAT DALAM PRAKTIK HIDUP?

Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist

“Tidak ada benda dan peristiwa apapun di dunia ini yang terpisah dari agama,” demikian catatan saya setelah menyimak petuah KH. Hasan Abdullah Sahal, Pengasuh Pondok Modern Gontor, ujung tahun 2014.

Dengan kata lain, tidak ada komponen material dan spiritual yang terpisah, sebagaimana anggapan orang selama ini. Motor yang kita pakai bukan saja makhluk material, tetapi juga spiritual.

Buktinya, ketika seseorang menyayangi motornya, motor itu akan menunjukkan keindahan dan ketangguhan dalam melayani pemiliknya. Jika pemilikinya ikut ojek online, motor itu juga akan memberinya rizki yang lebih banyak. Demikian berlaku ke semua hal.

Material adalah representasi dari dunia sekarang ini, sedangkan spiritual adalah representasi dari dunia nanti (akhirat).

Meski hakikatnya tidak terpisah (oneness, ahad), tapi pemahaman manusia mengenai hubungan dunia-akhirat tidak sama.

Tiga Kelompok Pemahaman Manusia

Secara umum, bagaimana manusia memahami hubungan dunia-akhirat dapat dikelompokkan menjadi tiga.

Pertama, kelompok yang menolak dan mengabaikan keberadaan akhirat. Al-Quran memastikan semua hati nurani manusia memahami adanya akhirat.

Riset internasional selama 3 tahun oleh University of Oxford Inggris menyimpulkan: manusia memiliki tendensi alami untuk mempercayai Tuhan dan kehidupan setelah kematian (NDTV/12 May, 2011).

Bahwa ada yang menolak atau menerima, itu pilihan manusia. Penolakan terhadap akhirat yang dilakukan manusia bisa berbentuk statemen maupun komitmen (mengakui namun tidak meresponi).

Kedua, kelompok yang memisahkan. Jumlah kelompok ini sangat banyak di Indonesia. Di masjid itu urusan akhirat, tapi di kantor itu urusan dunia. Umrah ke Makkah itu akhirat, tapi belajar sains ke Amerika itu dunia.

Ada joke dari Gus Dur. Ketika ada seorang preman ditangkap polisi, rupanya di saku preman itu terdapat banyak kartu keanggotaan kegiatan NU. Tentu polisi heran. Bisa-bisanya orang yang rajin ikut kegiatan NU tapi suka malak di terminal.

Ketika ditanya mengenai hal itu, si preman menjawab: “Saya di NU untuk tabungan akhirat, tapi saya di terminal ini untuk mencari nafkah di dunia.”

Ketiga, kelompok yang mampu menyatukan (tauhid), mengutuhkan (integrated), dan meng-esa-kan (manunggal) hubungan tersebut. Dengan pemahaman ini, maka pengawasan dan bimbingan Allah ada dimana-mana.

Di balik kegiatan yang material, ada spiritual. Demikian sebaliknya. Ada akhirat di balik dunia dan perlu ada dunia di balik tujuan akhirat. Tidak ada urusan agama dan non-agama dalam hidup, karena memang satu dan ada hisabnya, seperti pesan KH. Hasan Abdullah Sahal di muka.

Semoga bermanfaat.