Akademi Soft Skills Indonesia

Artikel

Artikel

REFLEKSI 2023: LEBIH PENTING FOKUS PADA ENERGI KETIMBANG PADA RENCANA

Serial Kecerdasan Hati

REFLEKSI 2023: LEBIH PENTING FOKUS PADA ENERGI KETIMBANG PADA RENCANA

Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence Specialist

Dalam kisah yang mashur, ketika Sunan Kalijogo melihat orong-orang yang terputus kepala dan badannya, beliau langsung bertindak.

Dari sisa tatal yang dipakai untuk membentuk tiang Masjid Demak, beliau pakai untuk menyambung kepala dan badan binatang kecil itu.

Atas takdir Allah, orong-orong itu bisa hidup (bergerak) lagi.

Kisah ini bila diuji secara history (sejarah), mungkin gagal total. Verifikasi akademik menolak paparan di atas.

Hanya saja, bila dibobot dari aspek story (cerita) yang mengajarkan kehidupan (ibrotan), pastilah sukses besar. Apalagi dikaitkan dengan sosok kharismatik Sunan Kalijogo.

Kisah di atas menegaskan bahwa supaya makhluk hidup itu menjadi lebih hidup (bergerak dan bermakna), maka harus nyambung (connecting) antara otak (head), hati (heart) dan fisik (hand).

Oleh riset ilmuwan modern, peristiwa demikian disebut sebagai “coherence” (nyambung secara harmonis dan sinergis). Ajaran agama menyebutnya dengan istilah taufik (klop).

Ibarat mesin, seluruh sistem dan perangkat dalam mesin tersebut sudah aktif dan siap untuk berperforma tinggi.

Pada posisi koheren, otak mencapai gelombang Gamma: sadar, penuh konsentrasi, dan siap berperforma optimal, seperti orang mau lomba lari.

Tak hanya itu. Berdasarkan teori Triune Brain, hanya pada posisi koherenlah neocortex (otak intelektual) manusia aktif optimal. Tanpa koherensi, yang aktif di otak biasanya malah otak hewan ternak (masa bodoh) atau bahkan otak hewan buas (menerkam orang lain).

Pada posisi koheren, hati manusia mengeluarkan energi besar. Energi inilah yang membuat manusia memiliki kapasitas besar untuk mengontrol diri (menyuruh dan melarang). Ilmuwan menyebutnya sebagai self-regulating skill.

Tak hanya mengeluarkan kekuatan energi, hati juga mengeluarkan cahaya (nuur) untuk menunjukkan otak dan langkah.

Karena koherensi saja belum cukup menurut ajaran agama, maka ditambah satu lagi, yaitu hidayah dari langit. Lalu menjadilah wabillahi taufiq wal hidayah.

Ketika taufik dan hidayah menyatu pada diri manusia, langkahnya mendapatkan energi dan cahaya dari dua sumber. Maka disebutlah cahaya di atas cahaya (nuurun alan nuur).

Tanpa energi dan cahaya, rencana tinggallah rencana, tujuan menjadi kenangan, dan resolusi menjadi catatan yang mati suri.

Untuk memperkaya insight tentang bagaimana menciptakan koherensi hati, silakan eksplorasi di   www.kecerdasanhati.com

Semoga bermanfaat.

Artikel

UBAYDILLAH ANWAR MENGINSPIRASI PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DESA KAB. BELITUNG

MEMIMPIN DENGAN HATI YANG CERDAS adalah tema yang disajikan Dr. (HC) Ubaydillah Anwar, CSC, CPT pada sebuah Seminar Pemberdayaan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Desa dari wilayah Kabupaten Belitung pada Rabu 7 Desember 2022.

Acara yang difasilitasi oleh LEMBAGA PENDAMPING DESA ini, bertempat di Hotel Asyana Jl. Bungur Kemayoran Jakarta, Ubaydillah Anwar mengajak peserta yang berjumlah sekitar 30an orang, untuk menggunakan “Kecerdasan Hatinya” dalam mengelola pekerjaan yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat desa .

Topik yang disampaikan antara lain, Peranan Utama Pemimpin, ada tiga, yakni 1) Sebagai Pendidik,  2) Sebagai Penguasa  dan 3) Sebagai Pelayan.

Pemimpin harus mengenal peranan Hati Manusia. agar memahami esensi kecerdasan hati.  Dimana HATI itu dipandang sebagai Hati Jasmani ( Jantung / Heart) dan HATI Rohani ( Spiritual).

Hati yang CERDAS harus mencakup Harmonis, Synergis  dan kesediaan HATI menangkan cahaya Illahi.

Pemimpin yang memiliki Kecerdasan HATI,  mesti mendahulukan tujuan spiritual, untuk kemaslahatan orang banyak, ketimbang Tujuan Material, yang cenderung hanya mementingkan kebutuhan dirinya atau kelompoknya.

Pemimpin Cerdas Hati juga memiliki kemampuan menguasai masalah dan mau mengeluarkan kasih sayang.

Pemimpin yang punya kecerdasan hati,  juga mau memperkuat Kontrol Diri.

Ubaydillah Anwar yang sehari-hari  menjadi Penulis, Trainer dan Pembicara ini, kerap mem-posting ” tulisan-tulisan di Instagramnya @assi_channelofficial.

Anda membutuhkan Inspirasi Kecerdasan Hati Ubaydillah Anwar?  Silahkan huubungi 081310696307

Artikel

KAPANKAH SESEORANG MULAI DISEBUT TERKENA GANGGUAN MENTAL?

Serial Kecerdasan Hati

KAPANKAH SESEORANG MULAI DISEBUT TERKENA GANGGUAN MENTAL?

Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist

Laporan Harvard Medical School (2022) menyebutkan gejala umum gangguan mental adalah: a) merasa tak berdaya, b) hati galau nggak karuan, c) menarik diri dari lingkungan, d) dikuasai kemalasan, e) tidur tidak normal: tidur terus atau tak bisa tidur, f) mudah marah, g) mudah bermusuhan dan melakukan pelanggaran, h) paranoid, i) kerap mendengar suara-suara aneh dan halusinasi, dan g) sudah sering berpikir mati saja.

Sejak Covid 19 melanda dunia, catatan Mental Health Foundation yang berpusat di Inggris menyatakan bahwa dalam satu minggu, satu dari enam orang mengalami gejala umum di atas. Tentu, tidak semuanya. Mungkin salah satu atau sebagiannya.

Bagi yang merasa mengalami gangguan awal, tugasnya adalah segera menormalkan dengan mengingatkan diri. Al-Quran mengingatkan: “Maka berilah peringatan (proaktif) karena mengingatkan itu bermanfaat,” (QS. Al-A’la:9).

Bukti mental yang normal adalah ketika kita sanggup ber-ikhtiyar: memilih yang positif secara proaktif. Antara lain: memilih kegiatan yang produktif, memilih cara berinteraksi yang positif, memilih menangani konflik yang positif, mampu beradaptasi dengan perubahan, mampu menangani persoalan hidup dengan cara-cara yang tidak merusak, minimal tidak merusak diri.

Kenapa hati yang cerdas dibutuhkan dalam menangani gangguan mental? Seseorang tidak sanggup melakukan hal-hal yang berarti apabila energi dan kontrol dirinya lemah. Menangani gangguan juga sulit dilakukan apabila otak tidak kreatif. Pertolongan ilahi juga mutlak dilakukan sebab tanpa pertolongan-Nya, semua akan sesat dan gelap.

Itulah kenapa kecerdasan hati dibutuhkan. Hati akan cerdas apabila ada hubungan yang harmonis dengan otak (coherent). Hati akan cerdas apabila ada kerja sama yang sinergis dengan otak. Dan hati akan cerdas apabila antenanya terbuka untuk cahaya ilahi yang datang untuk menunjukkan atau mengingatkan (ya’muruhu wayanhahu).

Semoga bermanfaat.

Artikel

TERNYATA TIDAK SEMUA ORANG YANG BAHAGIA ITU ‘HIGH PERFORMER’

Serial Kecerdasan Hati

TERNYATA TIDAK SEMUA ORANG YANG BAHAGIA ITU ‘HIGH PERFORMER’

Ubaydillah Anwar, CSC., CPT. | Heart Intelligece SpecialistHubungan antara rasa bahagia dan kualitas kinerja seseorang di tempat kerja telah diungkap banyak riset.

Dari banyak riset itu dapat disimpulkan hubungan keduanya tidak selalu kausatif (sebab-akibat).

Bahkan ada yang kontra-produktif (di luar dugaan). Dan hubungan ini juga dapat kita temukan di praktik dengan mudah.

Ada orang yang bahagia dengan keadaannya, namun kinerjanya rendah (happy low perfomers).

Ada yang rendah rasa bahagianya dan kinerjanya juga rendah (unhappy low performers). Sahabat saya yang seorang dirut HRD masih menambahkan dengan kalimat: “dan tidak mau pindah”.

Ada yang rendah rasa bahagianya, namun kinerjnya tinggi (unhappy high performers).

Terakhir adalah kelompok yang rasa bahagianya tinggi dan kinerjanya juga tinggi (high happiness high performers).

Potret Orang Indonesia

Kira-kira orang Indonesia di bagian mana dari 4 kelompok di atas? Belum pernah saya membaca hasi riset tentang itu. Tapi dari petunjuk riset lain, kita bisa menemukan sebuah potret umum.

Secara umum, orang Indonesia termasuk bangsa yang mudah untuk bahagia. Di tengah rumitnya persoalan sosial, indeks bahagia Indonesia jika dilihat di World Happiness Index (2021-2022) termasuk lumayan (82 dari 149 negara). Bahkan membaik saat Covid 19 mengamuk.

Meminjam guyonan Cak Nun, orang Indonesia itu memiliki teknologi rohani yang tinggi. Modal nikah cukup bismilah. Tidak perlu pakai bank guarantee. Masa depan serumit apapun cukup dihadapi dengan insya Allah. Dijajah bertahun-tahun, tetap tangguh. Sampai penjajahnya capek sendiri.

Hanya saja secara kemakmuran, di Asia Tenggara saja kita nomor 4 setelah Singapura, Malaysia, dan Filipina. Kemakmuran dilihat dari aspek modal sosial, keamanan, pemerintahan, dan ekonomi.

Artinya, secara syukur dengan lisan, kita sudah bagus. Syukur adalah pabrik utama rasa bahagia. Dalam keadaan apapun, mulut kita masih mudah untuk menyatakan al-hamdulillah.

Hanya saja, syukur dengan hati dan perbuatan, rata-rata kita masihh rendah. Kesyukuran dengan hati adalah kesimpulan yang membangun keyakinan dan kesadaran bahwa pada hari ini saya telah memiliki segala ‘resource’ yang berlimpah untuk maju, bahagia, dan bermakna (bermanfaat) sekaligus.

Setelah hati menyimpulkan itu, otak (head) dan tindakan (hand) akan bergerak untuk menciptakan perbuatan sebagai respon atas perintah hati. Tanpa keyakinan dan kesadaran itu, kreativitas otak tak bisa diharapkan. Dan sudah pasti, inovasi kinerja pun tidak terjadi.

Imam Ghazali dalam Ihya menulis bahwa inti syukur dengan demikian adalah menggunakan nikmat yang sudah ada dan itu berlimpah untuk tujuan-tujuan yang dikehendaki Tuhan, dan melawan berbagai dorongan dan tindakan kufur (ingkar).

Kekuasaan itu nikmat tapi jika digunakkan untuk kedzaliman atau malas untuk menggerakkan pembangunan, maka penggunaannya adalah kekufuran.

Artikel

Selain Menghafal Qur’an, Santri di Pesantren VIP Bina Insan Mulia 2 Belajar Coding dan Robotik

Selain Menghafal Qur’an, Santri di Pesantren VIP Bina Insan Mulia 2 Belajar Coding dan Robotik

Geliat Santri Belajar Coding dan Robotik Sambil Menghafal Qur’an

Oleh: Dr. HC. Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence Specialist

Indonesia mengalami pertumbuhan kelas menengah yang luar biasa cepatnya dan mereka membutuhkan layanan pendidikan yang berbeda.

Pesantren VIP Bina Insan Mulia 2 hadir dengan fasilitas yang kaya kenyamanan, kelengkapan, dan tepat guna untuk pendidikan. Semua itu untuk menjawab perubahan hari ini dan kebutuhan masa depan.

Jenjang pendidikan yang tersedia saat ini adalah SMP Unggulan Bertaraf Internasional dan SMA Unggulan Bertaraf Internasional. Keduanya menerapkan kurikulum yang mengacu pada The Cambridge International Curriculum dan Singapore International Schools.

Pembelajaran teknologi robotik dan coding juga sudah diperkenalkan sejak dini kepada para santri. Tak sampai di situ, Pesantren VIP Bina Insan Mulia 2 juga memfasilitasi para santri untuk berkompetisi tingkat internasional di berbagai olimpiade sains dan robotik

Pesantren Bina Insan Mulia sebagai pesantren etnik terbesar di Indonesia yang mengusung konsep cottage dengan wajah etnik nusantara untuk asrama santri.

Mereka menempati asrama berukuran 12 x10 yang dilengkapi dengan TV LED 70 inch, kulkas dua pintu, play station, wifi, ranjang dua tingkat dengan kasur berstandar tinggi, dan kamar mandi di dalam.

Toilet setiap asrama distandarkan dengan hotel bintang 4, WC duduk dan AC berukuran 4PK. Juga disediakan kolam renang, fasilitas gymnastic, area outbound dan kafe yang menyediakan pilihan menu beragam.

Gizi dan nutrisi santri menjadi perhatian utama pesantren. Selain menyiapkan makan pagi, siang, dan malam, dapur juga menyiapkan snack dan menu tambahan bagi santri setelah kegiatan di malam hari.

Konten pendidikan dirancang agar dapat memenuhi kebutuhan dan tantangan generasi saat ini. Sebagai santri, mereka digembleng dengan pelajaran dan akhlak Islam yang berbasis kurikulum pesantren salaf dan modern.

Di tengah fasilitas modern yang disediakan, para santri Bina Insan Mulia mendapatkan gemblengan spiritual dengan mengamalkan tirakat dan wirid Dalailul Khoirat.

Penguasaan sains dan teknologi menjadi prioritas utama Bina Insan Mulia 2. Para santri juga mendapatkan bekal soft skills dan pendidikan budaya yang langsung dipraktikkan.

Untuk materi unggulan, Pesantren Bina Insan Mulia 2 menerapkan pembelajaran berbasis program yang telah teruji efisiensi dan efektivitasnya. Ada enam program unggulan yang telah diterapkan di pesantren ini, yaitu:

  1. Program Tahsin & Tahfid
    2. Program Eksak
    3. Program Qiroatul Kutub
    4. Program Figh
    5. Program Bahasa Inggris
    6. Program Bahasa Arab yang menerapakan metode silsilah Azhar yang menjadi kurikulum pembelajaran bahasa arab Al-Azhar Mesir.

Para santri yang telah menyelesaikan satu program, akan diuji penguasaannya oleh tim guru dan pembimbing lalu diwisuda dengan prosesi yang sangat memotivasi perkembangan anak.

Setiap program diselesaikan dalam satu semester sehingga setiap santri akan diwisuda dua kali dalam setahun.

Pelaksaan wisuda berlangsung di hotel Aston, Luxton dan Swishbelt Hotel Cirebon.Seluruh santri dapat mengakses internet di asrama dan di kelas.

Sistem pembelajaran menerapkan kelas cerdas (smart kelas) dengan teknologi canggih layaknya di negara maju, seperti di Finlandia, Selandia Baru, atau Australia.

Kelanjutan studi alumninya dipersiapkan untuk memasuki kampus-kampus internasional di Australia, Eropa, Amerika, Cina, dan Timur Tengah. Hingga saat ini, Pesantren Bina Insan Mulia termasuk pesantren yang paling banyak mengirim alumninya ke kampus-kampus internasional di luar negeri karena jaringan yang telah terbangun.

Untuk melaksanakan agenda pendidikan, para guru adalah lulusan kampus terbaik dalam negeri dan luar negeri. Antara lain: Al-Azhar Kairo, Az-Zaitunah Tunis, Ibnu Tofel Maroko, Temple University Amerika, UNPAD, UGM, ITB, UPI, UNAIR, Universitas Indonesia dan lain-lain.

Di setiap asrama didampingi oleh pembimbing yang merupakan alumni Pesantren Bina Insan Mulia, Pondok Modern Gontor, Pondok Al-Amin Parenduan, Pesantren Lirboyo Kediri, dan lain-lain. Pembelajaran bahasa Inggris, Prancis, Arab dan Mandarin dibimbing langsung oleh native speaker dari luar negeri yang tinggal bersama santri di Pesantren.

“Pesantren VIP Bina Insan Mulia 2 berkomitmen untuk menghantarkan para santri menjadi mukmin yang kuat dengan standar kualitas global. Semua orang tahu bahwa pekerjaan ini tidak mudah dan tidak murah, tapi demi kepentingan umat dan bangsa, ini harus kami lakukan.”

Dengan multi bakat yang dimiliki dan pengalaman ekstensif di dunia usaha, kerjasama pendidikan antarnegara, politik dan pemikiran Islam, KH. Imam Jazuli Lc, MA., Pengasuh Pesantren VIP Bina Insan Muliab2 telah menghadirkan konsep pesantren yang inovatif dan revolusioner di bumi kenyataan.

Kiai yang akrab dijuluki “without the box thinker” ini telah, sedang, dan akan melakukan berbagai pembaharuan fundamental pada sistem, cara hidup, dan kiprah santri agar mampu mengambil peranan sentral dalam pembangunan Indonesia masa depan.

 

 

Artikel

SISI GELAP ORANG CERDAS DAN SOLUSI KECERDASAN HATI

Serial Kecerdasan Hati

SISI GELAP ORANG CERDAS DAN SOLUSI KECERDASAN HATI

Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist

Selain diberi keistimewaan, orang cerdas juga diberi ujian. Jika gagal mengelolanya, ujian itu bisa-menjadi sisi gelap mereka. Apa saja ujiannya? Hasil riset yang ditayangkan majalah Inc, edisi November 2021mengungkap hal-hal berikut.

Riset Journal of Reseacrh in Personality 2016 menemukan, orang-orang yang ber-IQ tinggi cenderung suka menunda-nunda pekerjaan.

Bagi yang berhasil, mereka akan menemukan ide dan hasil yang bagus setelah menunda itu. Tentu ada deadline yang ditaati. Tapi bagi yang gagal, mereka terus menunda sehingga membuahkan kesia-siaan dan protes orang-orang yang mempercayainya.

Kajian Harvard Business Review dan telaah terhadap praktik hidup menemukan fakta bahwa orang cerdas sering cepat berganti pemikiran. Kata Jeff Bezos dari Amazon, indikator nomor 1 orang cerdas adalah mau mengubah pola berpikir.

Bagi yang berhasil, mereka menjadi orang terdepan dalam banyak hal (innovator) Tapi bagi yang gagal, mereka terus buang-buang waktu, uang, dan pikiran dalam pengembaraan yang tidak jelas.

Study British Journal of Personality tahun 2016 menemukan fakta bahwa orang-orang cerdas cenderung suka menyendiri dan kurang bisa menikmati kebahagian sebagaimana seharusnya.

Bagi yang berhasil, kegelisahan orang cerdas kerap menghasilkan karya dan gerakan yang inovatif dan bahkan revolusioner. Tapi bagi yang gagal, sendirinya orang cerdas hanya sebuah praktik menarik diri dari realitas aktual.

Terakhir, riset oleh jurnal Personality and Individual Difference mengungkap, orang cerdas suka begadang sampai menjelang pagi.

Bagi yang berhasil, keheningan malam adalah waktu yang sangat bagus untuk mengasah intuisi, menemukan gagasan yang spektakuler dan karya yang bermanfaat.

Mereka umumnya memiliki pendapatan dan pekerjaan yang lebih bagus. Tapi bagi yang gagal, terlalu banyak begadang menganggu kesehatan jasmani dan rohani.

Penjelasaan di atas dan fakta praktik hidup semakin menegaskan bahwa dikaruniai otak cerdas belum tentu menghasilkan kreasi, karya, prestasi dan kontribusi yang bermanfaat. Ini tergantung energi dan cahaya hati yang mengalir ke dalam otak.

Kerap saya katakan bahwa ketika membahas kecerdasan hati, bukan berarti mengesampingkan otak. Ini tidak tepat. Justru karena kita menyadari betapa powerfulnya otak, maka setiap orang perlu memahami kerja hati.

Kenapa? Karena kinerja otak ditentukan oleh kecerdasan hati. Bagi otak, kecerdasan hati menentukan kekuatan kontrol, menentukan rendah-tingginya energi, dan cahaya hati menentukan salah-benarnya otak beroperasi.

Sesuai penjelasan Rasulullah SAW bahwa orang cerdas itu bukan soal IQ-nya. Seperti ditulis dalam Riyadlush Sholihin, orang cerdas (al-kayyis) menurut Rasulullah adalah orang yang mampu menimbang dirinya (evaluasi, analisis, refleksi, dst) dan mampu mengorientasikan kebaikan yang dilakukan hari ini untuk akhirat.

Sedangkan orang yang tidak cerdas (kecerdasan rendah) adalah orang yang berhasil didikte oleh reaksi hawa nafsunya dan suka melangkah di atas angan-angan (yatamanna alallah).

Semoga bermanfaat.

Artikel

MEMERAS PRIORITAS ADALAH PRIORITAS DARI PRIORITAS

Serial Kecerdasan Hati

MEMERAS PRIORITAS ADALAH PRIORITAS DARI PRIORITAS

Ubaydillah Anwar CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist

“Agar kegiatan Anda lebih efektif, jangan memprioritaskan agenda, tapi agendakan prioritas Anda,” demikan petuah bijak berpesan. Karena itu, “Jangan hanya sibuk, tapi temukan apa tujuan dari kesibukan Anda, “ kata Thomas Alva Edison.

Banyak individu atau tim yang gagal mencapai tujuan-tujuan penting bukan karena tidak berkemampuan. Bukan pula karena tidak memiliki teknologi dan infrastruktur. Tapi karena terlalu banyak menaruh fokus pada kegiatan yang tidak berdampak secara kausatif (sebab-akibat) terhadap tujuan.

Maka, kuncinya adalah kesadaran ber-prioritas.

Karena itu, memeras prioritas adalah prioritas dari prioritas. Praktik manajemen menemukan pola yang nyaris stabil bahwa jika kita berhasil menemukan 20% kegiatan yang benar-benar prioritas, maka kegiatan itu akan menghasilkan 80% dari efektivitas tujuan.

Bahkan menurut Nabi Muhammad SAW, prioritas menjadi bukti kualitas keberagamaan seseorang. “Bukti kualitas yang bagus dari keberislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak penting bagi dirinya,” demikian beliau berpesan, seperti diriwayatkan oleh At-Tirmidzy.

Malah di dalam al-Quran, Allah SWT menyampaikan firman bahwa kemampuan menjalankan prioritas termasuk karakteristik mukmin yang winner (aflaha). “Mereka mampu memalingkan diri dari hal-hal yang tidak penting.” (QS. al-Mukminun: 3).

Untuk memeras prioritas (refining priority), darimana kita mulai? Kita bisa mempraktikkan pembelajaran berikut:

  1. Mengaktifkan dialog hati

Agar kita bisa melihat ke belakang dengan jernih, dialog hati (silent talk) mengenai diri sendiri sangat diperlukan. Petunjuk hati akan menyadarkan apakah selama ini kita lebih banyak fokus pada kegiatan dan kesibukan ataukah prioritas?

  1. Temukan ‘big picture’

Tumpukan dan lapisan kesibukan akan siap meracuni kita dalam waktu yang lama begitu kita gagal merumuskan ‘big picture’ dari tujuan-tujuan penting. Ibarat menjalankan kendaraan, langkah kita akan sulit mencapai tujuan apabila pandangan kita hanya fokus pada objek yang di depan mata saja. Bisa-bisa malah menabrak. Begitu kita sudah berhasil merumuskan gambaran besar dari tujuan kita, pasti akan lebih mudah memeras prioritas.

  1. Audit diri

Hal yang sangat prioritas untuk diaudit adalah: Apakah selama ini kita sering menyatakan “Yes” pada godaan sehingga gagal ber-prioritas? Apakah selama ini kita lebih fokus untuk menyenangkan orang lain sehingga prioritas menjadi korbannya? Apakah selama ini kita  mengalami maniak kesibukan sehingga tidak sempat berpikir prioritas?

  1. Prioritas sekarang dan prioritas nanti

Setelah menemukan catatan penting, saatnya kita menentukan dua prioritas utam. Pertama, prioritas hari ini, yaitu kegiatan yang penting dan mendesak yang wajib kita sempurnakan. Kedua, prioritas hari esok, yaitu kegiatan yang sangat penting (sunnah muakkad) ke depan, namun tidak mendesak hari ini. Membaca dan mendalami skill baru memang tidak mendesak untuk hari ini, tetapi sangat wajib untuk hari esok kita.

Dalam kepemimpinan, memeras prioritas juga sangat prioritas. Riset mengungkap, jika seorang pemimpin gagal menemukan prioritas, maka ia juga gagal mengubah perilaku pengikutnya (www.neuroleadership.com).

Artikel

KETIKA HATI DAN PIKIRAN BERTENTANGAN, MANA YANG HARUS DIMENANGKAN?

Serial Kecerdasan Hati

KETIKA HATI DAN PIKIRAN BERTENTANGAN,

MANA YANG HARUS DIMENANGKAN?

Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist

Hati dan pikiran adalah dua makhluk yang ditakdirkan untuk menjadi sumber cahaya dan energi.

Semua hati manusia menolak kebohongan. Seorang koruptor pun akan memilih bendahara yang jujur. Dengan pikiran, seseorang dapat menghitung peluang dan resiko. Pikiran bisa menjawab “how-to” yang kita butuhkan.

Selain diberi kehebatan, hati dan pikiran juga diberi kelemahan dan keterbatasan. Bahkan kendali hati sendiri, baik hati jasmani (jantung) dan hati rohani, bukan sepenuhnya pada hati. Demikian juga otak yang tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri sepenuhnya. Ketika seseorang sakit, otaknya tidak bisa berpikir. Ketika jantung seseorang berhenti, hidupnya berakhir.

Agar hati dan pikiran lebih powerful menghasilkan manfaat, wahyu (syar’iyyah) dan ilmu (kauniyah) diturunkan Allah SWT untuk membimbing hati dan pikiran. Tanpa ilmu, pikiran manusia tidak bisa mengubah benih padi menjadi nasi. Tanpa wahyu, hati manusia tidak bisa membedakan nabi dan penyihir.

Di ruang hidup pribadi, setiap orang menghadapi pilihan dan problem yang panduan untuk menyikapinya tidak dijelaskan sampai detail oleh ilmu dan wahyu. Allah SWT menurunkan intuisi. Intuisi adalah pengetahuan yang bersumber dari dalam hati. Ia hadir berupa kilatan, dorongan, dan informasi masa depan.

Beberapa ulama tasawuf mendefinisikan pengetahuan yang muncul di hati seseorang dan mendorongnya untuk berpihak atau bertindak sebagai ilham. Misalnya, sehabis shalat istikhoroh, ternyata kita secara magnetik punya keyakinan yang menguat di tindakan tertentu.

Intuisi juga hadir di pikiran. Para ahli menyebutnya sebagai aktivitas otak kanan (intuitive brain). Karena itu, tidak jarang seseorang merasakan hati dan pikiran sama-sama memunculkan dorongan. Bahkan terasa seperti bertentangan.

Bagaimana mendamaikan dan mana yang harus dimenangkan? Terhadap peristiwa demikian, ada dua pola penting yang perlu dijadikan pedoman.

Pertama, terhadap hal-hal yang sudah diatur oleh petunjuk wahyu (agama), ilmu, dan kesepakatan (al-uhud), maka hati dan pikiran harus ditundukkan untuk mengikutinya.  “Tidak disebut beriman seseorang yang dorongan jiwanya tidak tunduk pada ajaran yang aku bawa,” sabda Nabi Muhammad SAW.

Meski demikian, cara menjalankan ketundukan itupun harus dengan hati dan pikiran. Iman dan ilmu adalah modal untuk menjalankan ajaran dan tangga untuk menggapai ketinggian derajat.

Kedua, terhadap hal-hal yang tidak diatur oleh wahyu, ilmu, dan kesepakatan dengan rinci, maka pertentangan yang terjadi perlu diubah menjadi sinergi. Sinergi adalah menyatukan dua perbedaan untuk mendapatkan hasil yang lebih bagus atau lebih besar, seperti menikah.

Artinya, terhadap hal yang kita putuskan dengan pikiran pun, hati harus dilibatkan di bagian lain. Sebaliknya, terhadap hal yang kita jalankan dengan hati pun, pikiran harus dilibatkan di bagian lain.

“Lakukan sesuatu dengan segenap hatimu (heart), tapi jangan lupa membawa pikiranmu (head),” pesan petuah bijak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel

MEMBEDAKAN TEGAS DAN KERAS DALAM PRAKTIK PENDIDIKAN

 Serial Kecerdasan Hati

 MEMBEDAKAN TEGAS DAN KERAS DALAM PRAKTIK PENDIDIKAN

Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist

 “Sebagai guru, saya sebenarnya tidak boleh memukul. Tapi, pada saat itu saya khilaf dan merasa emosi tinggi sehingga memukul anak tersebut,” kata seorang guru di Surabaya yang sempat menjalani hukuman penjara atas kekerasan yang dilakukan kepada muridnya.

Guru memang harus tegas, tetapi tidak boleh keras. Bagaimana dipraktikkan di lapangan?

Pendidikan yang tegas diharuskan oleh sunnatullah untuk menghasilkan karakter yang kokoh dan kompetensi yang unggul. Tegas dalam berpegang teguh pada prinsip. Tegas dalam berdisiplin. Tegas dalam mempertahanakan tujuan. Dan tegas dalam mencapai kemajuan.

Jangan sampai kita mengharapkan pembelajan dengan materi yang ringan-ringan, disiplinnya karet, yang penting enjoy, tapi mengharapkan hasil perubahan yang optimal. “Hayhata,” kata orang Arab. Alias, mana ada?

Tanggal 15 September 2022, tiba-tiba ada yang mengirim tiktok di WA saya. Isinya, seorang remaja tengah siap untuk demo. Ketika ditanya apa yang didemokan, jawabannya masya Allah! “Mendukung Pak Jokowi dilantik menjadi kapolri,” jelasnya polos di tiktok itu.

Sebagai produk pendidikan, ini patut menjadi renungan. Apakah ini hasil dari proses pendidikan yang mudah tapi dapat nilai ijazah mewah?

Lemahnya ketegasan berdampak pada kualitas SDM. Dan satu-satunya masalah besar bagi Indonesia dengan bonus demografis yang mulai diterima tahun 2024 adalah kualitas SDM yang rendah.

Tegas adalah respon positif terhadap kenyataan yang kita hadapi. Respon tersebut lahir dari prinsip dan pemahaman yang menancap di hati. Artinya, ketika hati hampa prinsip dan pemahaman, secara otomatis tidak muncul ketegasan.

Untuk tegas tidak menuntut kekerasan di praktik lapangan. Dengan kasih sayang, sopan, dan lembut, seorang guru tetap bisa tegas. Gambarannya seperti air. Barangnya lembut dan fleksibel, namun karakternya tegas. Air tetaplah air mau ditempatkan dimana saja meskipun bentuk fisiknya berubah.

Sebaliknya, keras adalah reaksi negatif terhadap kenyataan yang kita tolak. Reaksi tersebut bisa bersumber dari pemahaman yang minus  atau karena kehilangan kontrol. Secara kecenderuangan, keras akan lebih banyak menghasilkan hal-hal yang destruktif.

Untuk era sekarang, hampir semua guru sudah punya pemahaman bahwa kekerasan adalah terlarang, lebih utamanya kekerasan fisik. Tapi, seperti diakui oleh seorang guru dari Surabaya di atas, kekerasan itu terjadi karena kehilangan kendali.

Pertanyaannya, bagaimana memperkuat kendali kontrol? Riset HeartMarth Institute menyimpulkan bahwa ketika jantung (hati fisik) dipenuhi emosi positif, maka bukan saja kinerja otak yang meningkat, tetapi kontrol diri dan ketangguhan jiwa juga lebih optimal.

Emosi positif yang terungkap dalam riset tersebut adalah apresiasi, syukur, kasih sayang, dan peduli. Bisa dipraktikkan langsung, ketika kita menemukan hal-hal yang kita apresiasi, kontrol kita meningkat. Lebih-lebih jika disempurnakan dengan kasih sayang dan cinta.

Sebaliknya, ketika kita mengembangkan kesimpulan negatif, ketidakpuasan, amarah, dan kebencian, maka kekuatan untuk mengontrol diri semakin melemah.

Al-Quran mengingatkan kita: “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri.” (QS. al-Hasyr: 19).

Tentu, untuk hasil yang optimal, secara institusi dibutuhkan aturan dan keteladanan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel

BAGAIMANA GONTOR MENANGANI KEMELUT; PELAJARAN BAGI LEMBAGA BESAR LAIN DI INDONESIA

BAGAIMANA GONTOR MENANGANI KEMELUT;
PELAJARAN BAGI LEMBAGA BESAR LAIN DI INDONESIA

Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist

Sangat super sedikit lembaga pendidikan yang bisa bercerita siapa saja alumninya, apa saja kiprahnya di masyarakat, dan dimana saja mereka berkiprah.

Gontor menjadi salah satunya. Selama 98 tahun eksis, alumni Gontor tersebar di hampir seluruh negara di muka bumi ini. Kiprah, pekerjaan, dan peranannya bermacam-macam. Mereka disatukan oleh kode jiwa: di jidatmu ada PM (Pondok Modern).

“Kesuksesan lembaga pendidikan dilihat dari alumninya,” pesan Kiai Syukri yang saya catat.

Apakah semua alumni Gontor memenuhi standar sukses di masyarakat, baik secara ilmu, akhlak, dan kontribusi? Semua tahu jawabannya: pasti tidak. Ada yang melebihi, ada yang memenuhi, dan ada yang masih membutuhkan perbaikan.

Artinya, ada hetroginitas kualitas lulusan di sana. Ini agak sedikit berbeda dengan sekolah yang sejak di tingkat input sudah menetapkan standard keseragaman, yang sering kita kenal sebagai sekolah unggulan atau kampus mahal.

“Kami ini bukan lembaga asuransi yang menjamin, tapi lembaga pendidikan,” demikian pernyataan Kiai Hasan yang saya dengar dari sahabat. “Gontor telah banyak memberikan, tapi tidak pernah menjajikan,” nasihat ustad saya dulu di kelas.

Ciri Utama Pendidikan Gontor

Menurut cerita, ketika Pak Idham Chalid di tahun 1950-an tampil di pentas nasional sebagai Perdana Menteri RI (1956-1959), dan tokoh bangsa dengan jabatan dan peranan seabrek, KH. Imam Zarkasyi di Gontor tertegun, terharu, dan semakin yakin.

Indonesia yang tengah membutuhkan ulama yang intelek kala itu terjawab sudah. Dan itu adalah murid beliau. Apalagi setelah itu disusul lahirnya banyak tokoh di berbagai bidang dan skala dari Gontor. Kepercayaan masyarakat Indonesia dan dunia kepada Gontor semakin besar.

Apa ciri utama pendidikan Gontor? Yang saya rasakan, rasa pendidikan Gontor yang paling dominan adalah ketegasan. Tegas menerapkan standar, tegas menjalankan, dan tegas bersikap. Semua urusan dimuarakan ke nilai dan fungsi pendidikan.

Demi ketegasan, tidak ada keturunan kiai yang dipanggil gus, seperti tradisi di Jawa umumnya. Semua keturunan kiai mendapatkan perlakuan yang sama di mata disiplin. Keturunan kiai tidak berhak mendapatkan warisan material sedikit pun dari pondok. Tidak semua keluarga kiai itu menjadi keluarga pondok, dan ini diterima sebagai pemahaman terhadap nilai di Gontor.

“Apa yang kamu lihat, kamu rasakan, dan kamu jalankan di Gontor adalah pendidikan,” nasihat Kiai Syukri yang terus saya ingat. “Pendidikan di Gontor itu dari jaros (bunyi bel) ke jaros,” ungkap Cak Nun yang saya dengar langsung.

Ketika ketegasan itu harus diterapkan oleh semua orang, pasti tidak mudah. Lebih tidak mudah lagi ketika ketegasan itu harus dibedakan di lapangan dengan kekerasan atau keangkuhan di level guru muda dan pembimbing, dengan rata-rata usia 20-30 tahun.

Karena itu, antisipasi Gontor terhadap potensi kekerasan yang bersumber dari pemahaman mengenai ketegasan pun terus dilakukan melalui berbagai upaya. Dari mulai komunikasi seribu kali perhari, aturan, kemudahan laporan, sampai ke sanksi hukuman.

Pelaku kekerasan akan disanksi sekalipun niatnya untuk menegakkan disiplin. Artinya, sudah bisa dipastikan bahwa kekerasan bukan mazhab sebuah sistem.

Dalam berbagai kesempatan, Kiai Hasan sering menyampaikan bahwa bukan berarti Gontor tanpa kelemahan sekali pun telah berpengalaman selama hampir 100 tahun di pendidikan.

Namun begitu, tidak berarti kelemahan itu bisa dipahami sebagai peluang bagi setiap orang untuk mengoreksi. “Sebab, kami di dalam ini selama 24 jam melakukan perencanaan, pengelolaan, pelaksanaan, kontral dan evaluasi,” jelas sahabat saya yang menjadi ustadz senior di sana.

“Siapa yang percaya, silakan masuk. Gontor tidak pernah bikin iklan. Siapa yang tidak, silakan cari yang lain.” Demikian pernyataan awal Gontor kepada semua wali santri dan calon wali santri.

Bagaimana Gontor Menangani Kemelut?

Kasus pelajar di asrama berkelahi atau mengalami kekerasan oleh sesama mereka, bisa terjadi dimana saja. Apalagi jika lembaga itu sudah besar dengan santri ribuan.

Jika kasus tersebut sampai mengakibatkan kematian, seperti dialami ananda Albar Mahdi, santri Gontor asal Palembang, maka tidak ada sistem jiwa dan sistem lembaga yang langsung siap menerima itu. Pasti ada kehebohan, komplain, bahkan kemelut.

Lalu bagaimana menanganinya? Secara professional, ketika kemelut terjadi, dua hal yang harus ditangani serius adalah people (urusan manusia) and problem (urusan masalah). Tidak bisa salah satunya.

Kalau melihat langkah Gontor menangani kemelut tersebut, yang ditayangkan oleh berbagai media, dan isi pernyataannya, kedua unsur penting itu telah terpenuhi dengan berbagai dinamika yang ada.

Urusan people ditangani dengan meminta maaf, menunjuk juru bicara yang otoritatif supaya tidak simpang siur, silaturrahim oleh jajaran pimpinan ke keluarga, bahkan menawarkan beasiswa.

Sementara, untuk aspek problem, Gontor telah langsung memulangkan santri pelaku kekerasan, mengurus jenazah sampai ke orangtua, membuka lebar-lebar proses hukum, dan berkomitmen melakukan perbaikan yang optimal untuk mencegah kekerasan antarsantri melalui sistem.

“Tidak tepat jika ada orang yang mengatakan Gontor menyembunyikan fakta dan baru meminta maaf setelah ada viral di media. Pada hari H, utusan Gontor sudah menceritakan kronologinya dan sudah meminta maaf. Karena itu ada surat terbuka dari pihak keluarga kepada Pimpinan Pondok,” jelas sahabat saya di Palembang.

Tentu, kita semua paham bahwa untuk masalah seberat kematian, tidak ada problem solving yang langsung selesai dan berakhir secara one-off (makjleb). Ada dinamika dan proses yang berlanjut hingga ke titik tertenu.

Hal lain, sama-sama perlu disadari juga oleh lembaga pendidikan manapun, bahwa sejak tahun 2000, dunia mengalami disrupsi teknologi. Ada kekuatan baru yang menggeser tatanan hidup lama sehingga hadir tatanan baru.

Dengan disrupsi itu maka semua orang adalah pemilik kantor redaksi untuk surat kabarnya sendiri. Dan kantor itu dibawa kemana-mana di sakunya. Setiap orang bebas ngomong, bebas nulis, lalu ditampilkan di medianya sendiri kapan saja.

Apa maknanya ini bagi institusi dan organisasi? Selain perlu konsen pada people dan problem, satu hal lagi yang penting di tatanan hidup baru ini: kecepatan mengoptimalkan media.

Semoga bermanfaat.

Home
Profile
Shop
Contact Us