HAMA KOLABORASI YANG PERLU DITANGANI

Kecerdasan Hati

Serial Kecerdasan Hati

HAMA KOLABORASI YANG PERLU DITANGANI

Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist

Kolaborasi bukan semata saling menolong. Apalagi hanya sama-sama kerja. Kolaborasi menuntut bekerja sama untuk mensukseskan tujuan bersama. Kolaborasi menjadi satu dari empat isu pendidikan yang paling mendasar.

Pendidikan diharapkan mampu membekali generasi dengan 4C Skills, yaitu creative and critical thinking dan communication and collaboration skills.

Riset yang dilakukan para ahli dari Stanford University Amerika (2014) menemukan banyak hal positif ketika di tempat kerja dibangun cara-cara kerja yang kolaboratif. Dengan berkolaborasi, keuletan seseorang naik sampai 48-64% dalam menghadapi tantangan. Mereka juga merasa lebih asyik, dan ujungnya kinerjanya juga meningkat.

Bahkan kata Gregory Walton, asisten profesor psikologi di kampus tersebut, hanya dengan merasa bahwa seseorang di kantor menjadi bagian penting dari sebuah tim, hal itu sudah menambah motivasinya dan dapat menghilangkan tekanan oleh keharusan atau kompetisi.

Dengan seabrek nilai plus itu, bukan berarti kolaborasi tanpa gangguan. Karena itu, meski banyak orang yang mendambakan terjadinya kolaborasi di tempat kerja, tetapi praktiknya hanya sedikit yang bisa mewujudkan.

Hal itu bisa jadi karena tidak dapat mengatasi gangguan (hama). Di antara hama yang sangat perlu untuk diatasi adalah:

Pertama, beban dan bobot pekerjaan yang tidak adil. Artinya, dalam kolaborasi juga dibutuhkan manajemen dan pemimpin yang menegakkan keadilan dalam hal pekerjaan, reward, atau perlakuan. Ketidakadilan mengundang hama.

Kedua, kurang totalitas. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa energi hatinya dapat ditangkap oleh radar hati orang lain, apalagi mitranya. Orang yang kurang total tidak bisa berkolaborasi dengan orang yang total. Ibarat perang, tinggal energi mana yang menang. Jika di suatu tempat ada banyak orang yang total, maka orang yang setengah-setengah akan terpinggirkan. Sebaliknya juga begitu.

Ketiga, kontribusi. Elemen penting dalam kolaborasi adalah kontribusi. Kontribusi yang tidak konsisten atau yang tidak sebanding atau yang dinilai tidak penting oleh yang lain juga bisa menjadi gangguan.

Keempat, regulasi. Seindah apapun manusia berinteraksi dan berkolaborasi, pasti ada perbedaan dan konflik. Ketika dua hal ini muncul, apa regulasi dan budaya yang harus ditaati? Menyerang atau saling berbicara di belakang akan menjadi hama kolaborasi. Di sinilah peranan pemimpin dan manajemen.

Kelima, minus perawatan. Lingkungan dan sistem kerja yang kolaboratif bukan sebuah kebetulan, tetapi hasil usaha dan perlu perawatan. Misalnya, meeting, sharing, training, dan seterusnya. Ibarat tanaman, minus perawatan akan menyuburkan hama.

Di atas dari semua itu, sifat hati menjadi nomor satu. Hati yang dikuasai hawa nafsu dan sifat-sfat setan, sekali pun bisa berkolaborasi, tapi itu bukan kolaborasi yang sehati. Al-Quran menyampaikan istilah “tahsabuhum jamian waqulubuhum satta”, kelihatannya bersatu padahal hatinya berseteru.

Semoga bermanfaat.