KECERDASAN HATI DAN KEPEMIMPINAN DI PONDOK MODERN GONTOR

Serial Kecerdasan Hati

KECERDASAN HATI DAN KEPEMIMPINAN DI PONDOK MODERN GONTOR

Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist

Minggu hari ini (15/Mei /22), ada peristiwa akademik akbar di Pondok Modern Gontor. Para santri baru dan wali santri ditentukan nasibnya. Mereka berkumpul untuk menyimak pembacaan hasil ujian yang telah berhari-hari dijalani. Ada yang langsung diterima di Gontor Satu, Dua, Tiga, dan seterusnya, dan ada yang tidak lulus.

Tahun ini, calon santri terhitung sedikit. Hanya sekitar 2000 untuk santri putra dan putri. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, jumlah calon santri mencapai 8000-10.000.  Mereka datang dari seluruh pelosok negeri dan dari luar negeri.

Selain ingin mengetahui hasil ujian, pidato Pimpinan Pondok Modern mengenai prinisp Gontor sangat ditunggu-tunggu oleh semua. “Mengetahui Pondok Modern itu lebih penting daripada mengetahui hasil ujian,” pesan Kiai Hasan Abdullah Sahal.

Seluruh Pimpinan Pondok Modern mendapatkan warisan kepemimpinan yang disebut dunia hari ini sebagai kepemimpinan berprinisip (principle centered leadership). Dan inilah yang menjadi salah satu pilar kepemimpinan dengan hati yang cerdas.

Sederhananya, kepemimpinan berprinsip adalah kepemimpinan yang menempatkan prinsip-prinsip sebagai pemandu langkah (practical road map). Langkah pemimpin tidak dipandu oleh kepentingan pribadi atau harapan kolektif.

Membaca hasil posting-an di sejumlah WAG, ada beberapa prinsip fundamental yang disampaikan Kiai Hasan Abdullah Sahal tahun ini. Di antaranya adalah:

  1. Pondok Modern berdiri di atas dan untuk semua golongan.
  2. Pondok Modern telah diwakafkan kepada umat Islam.
  3. Seluruh kegiatan di Gontor ditangani oleh santari sebagai pendidikan.
  4. Keputusan Gontor (penerimaan santri) tidak bisa diintervensi, dikomentari, dan didokumentasikan oleh pihak luar.
  5. Gontor tidak mengistimewakan perlakuan berdasarkan nasab, status sosial, marga, dan semua atribut sosial.
  6. Pondok Modern mendidik kehidupan, bukan semata pelajaran.
  7. Tidak ada organisasi wali murid, komite sekolah, bahkan tidak organisasi keturunan Pimpinan Pondok di Gontor.

 

Bagaimana Gontor Menjalankan Prinsip? 

Semua organisasi apapun di dunia ini ingin menjadi organisasi dengan kepemimpinan yang berprinsip. Tapi dalam praktiknya, yang benar-benar menjadi kenyataan (culture), jumlahnya sangat sedikit. Selebihnya, organisasi yang hanya memiliki prinsip dalam konsep, tetapi tidak berprinsip dalam praktik.

Apa rahasia keberhasilan Gontor menerapkan kepemimpinan berprinsip? Dari praktik yang berjalan di Gontor, saya mencatat ada lima core factors (faktor utama) yang sering saya sebut sebagai formula 5K+1P. Penjelasannya kira-kira sebagai berikut:

  • Keteladanan (K1). Para kiai tidak semata memberi contoh dalam menjalankan prinsip, tetapi menjadi contoh. Menjadi contoh berarti perilaku tersebut sudah melekat menjadi sifat.
  • Kekuatan (K2). Agar lembaga bisa berdiri dengan prinsipnya,Gontor telah menyiapkan resources (bekal), dari mulai ekonomi, SDM, dan fasilitas pendukung. Gontor berprinsip di atas kekuatan.
  • Komunikasi (K3). Para kiai dan guru-guru terus memviralkan prinsip Gontor dengan berbagai cara, channel, dan kesempatan. Melalui cerita, ceramah, contoh, coretan, dst. Komunikasi dilakukan secara tahunan, bulanan, mingguan, dan harian.
  • Konsekuen (K4). Di depan prinsip, tidak ada orang Gontor yang punya keistimewaan. Siapa yang melanggar ditindak. Bahkan tidak ada sebutan “gus” di Gontor. Aset material Gontor tidak bisa dimiliki oleh keturunan kiai.
  • Panduan (P). Agar prinsip dapat ditransformasikan ke bawah, ada panduan yang bisa dilihat, didengar, dipahami, dan diajarkan.

 

Semoga bermanfaat.