KETIKA HATI DAN PIKIRAN BERTENTANGAN, MANA YANG HARUS DIMENANGKAN?

Kecerdasan Hati

Serial Kecerdasan Hati

KETIKA HATI DAN PIKIRAN BERTENTANGAN,

MANA YANG HARUS DIMENANGKAN?

Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist

Hati dan pikiran adalah dua makhluk yang ditakdirkan untuk menjadi sumber cahaya dan energi.

Semua hati manusia menolak kebohongan. Seorang koruptor pun akan memilih bendahara yang jujur. Dengan pikiran, seseorang dapat menghitung peluang dan resiko. Pikiran bisa menjawab “how-to” yang kita butuhkan.

Selain diberi kehebatan, hati dan pikiran juga diberi kelemahan dan keterbatasan. Bahkan kendali hati sendiri, baik hati jasmani (jantung) dan hati rohani, bukan sepenuhnya pada hati. Demikian juga otak yang tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri sepenuhnya. Ketika seseorang sakit, otaknya tidak bisa berpikir. Ketika jantung seseorang berhenti, hidupnya berakhir.

Agar hati dan pikiran lebih powerful menghasilkan manfaat, wahyu (syar’iyyah) dan ilmu (kauniyah) diturunkan Allah SWT untuk membimbing hati dan pikiran. Tanpa ilmu, pikiran manusia tidak bisa mengubah benih padi menjadi nasi. Tanpa wahyu, hati manusia tidak bisa membedakan nabi dan penyihir.

Di ruang hidup pribadi, setiap orang menghadapi pilihan dan problem yang panduan untuk menyikapinya tidak dijelaskan sampai detail oleh ilmu dan wahyu. Allah SWT menurunkan intuisi. Intuisi adalah pengetahuan yang bersumber dari dalam hati. Ia hadir berupa kilatan, dorongan, dan informasi masa depan.

Beberapa ulama tasawuf mendefinisikan pengetahuan yang muncul di hati seseorang dan mendorongnya untuk berpihak atau bertindak sebagai ilham. Misalnya, sehabis shalat istikhoroh, ternyata kita secara magnetik punya keyakinan yang menguat di tindakan tertentu.

Intuisi juga hadir di pikiran. Para ahli menyebutnya sebagai aktivitas otak kanan (intuitive brain). Karena itu, tidak jarang seseorang merasakan hati dan pikiran sama-sama memunculkan dorongan. Bahkan terasa seperti bertentangan.

Bagaimana mendamaikan dan mana yang harus dimenangkan? Terhadap peristiwa demikian, ada dua pola penting yang perlu dijadikan pedoman.

Pertama, terhadap hal-hal yang sudah diatur oleh petunjuk wahyu (agama), ilmu, dan kesepakatan (al-uhud), maka hati dan pikiran harus ditundukkan untuk mengikutinya.  “Tidak disebut beriman seseorang yang dorongan jiwanya tidak tunduk pada ajaran yang aku bawa,” sabda Nabi Muhammad SAW.

Meski demikian, cara menjalankan ketundukan itupun harus dengan hati dan pikiran. Iman dan ilmu adalah modal untuk menjalankan ajaran dan tangga untuk menggapai ketinggian derajat.

Kedua, terhadap hal-hal yang tidak diatur oleh wahyu, ilmu, dan kesepakatan dengan rinci, maka pertentangan yang terjadi perlu diubah menjadi sinergi. Sinergi adalah menyatukan dua perbedaan untuk mendapatkan hasil yang lebih bagus atau lebih besar, seperti menikah.

Artinya, terhadap hal yang kita putuskan dengan pikiran pun, hati harus dilibatkan di bagian lain. Sebaliknya, terhadap hal yang kita jalankan dengan hati pun, pikiran harus dilibatkan di bagian lain.

“Lakukan sesuatu dengan segenap hatimu (heart), tapi jangan lupa membawa pikiranmu (head),” pesan petuah bijak.