KETIKA TEMPAT KERJA SUDAH SEPERTI NERAKA, APA YANG HARUS DILAKUKAN?

Kecerdasan Hati

Serial Kecerdasan Hati

 

 

KETIKA TEMPAT KERJA SUDAH SEPERTI NERAKA,

APA YANG HARUS DILAKUKAN?

Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specialist

“Dia pindah bukan karena punya masalah dengan pimpinan, Pak . . . Tapi karena clash dengan teman, ” demikian penjelasan seorang senior HRD kepada saya.

Secara internasional, riset Society of Human Resource Management menemukan 1 dari 5 orang meninggalkan pekerjaan karena masalah dengan lingkungan.

Ketika tempat kerja sudah berubah rasanya seperti ‘neraka’, sangat mungkin hal itu menyebabkan orang yang menjadi andalan Anda itu pergi. Bisa jadi ia punya masalah dengan atasannya atau temannya.

Tempat kerja demikian sering disebut toxic workplace (lingkungan yang telah beracun). Cirinya yang paling umum adalah konflik destruktif, hilangnya budaya menghormati dan menyayangi,  kekerasan, dan KKN merajalela.

Orang yang sebagus apapun akan bermasalah jika tempatnya bermasalah. Malah bisa jadi yang jadi jagoan di sana justru orang yang tidak bagus.

Agar lingkungan demikian tidak berlanjut, perlu ada respon yang cepat. Strategi dan langkahnya tentu tak terhitung, tergantung pimpinan menyerap realitas. Hanya saja, ada poin-poin inti yang perlu diperhatikan.

Pertama, peduli dan bukti. Pimpinan tidak bisa hanya mengeluhkan, apalagi membiarkan. Justru harus hadir untuk peduli dan membuktikan dengan aksi dan sistem (bila perlu). “Kekuasaan diturunkan oleh Tuhan agar bisa digunakan untuk melindungi,” pesan Khalifah Ali.

Tempat kerja perlu menyajikan keselamatan dan kebaikan (as-salamualaikum wa rohmatullah). Dengan begitu, akan ada berbagai kebaikan (wabarokatuh).

Bukti akan menghasilkan keyakinan. Seeing is believing. Kinerja orang-orang akan mudah dioptimalkan apabila semua merasa aman dan yakin memang keamanan terjamin.

Kedua, forum terbuka untuk membahas perilaku manusia. Membahas perilaku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai organisasi akan meningkatkan kemampuan setiap orang untuk menyeleksi perilaku secara alami.

Yang perlu dihindari adalah memahas person (kecuali dengan alasan yang mengharuskan). “Loyalitas pada lembaga adalah yang paling inti di sini,” jelas seorang pengasuh pesantren besar di Jawa Barat kepada saya.

Ketiga, memastikan semua orang berkembang. Jika setiap orang mendapatkan tantangan untuk berkembang dengan tugas dan peranannya, maka secara alami akan kurang tertarik untuk terlibat ke dalam hal-hal negatif.

Apalagi jika mereka sadar bahwa langkahnya akan dinilai dan berdampak ke reward. Potensi mereka untuk menciptakan racun semakin terkikis.

Keempat, pembekalan. Hasil riset Stanford University (2000) menyimpulkan bahwa untuk kinerja jangka panjang, kesuksesan seseorang dalam bertugas dan berperan, 75%-nya ditentukan oleh soft skills (keahlian bermuamalah). Di sinilah pentingnya pembekalan.

Langkah seorang pemimpin akan lebih powerful lagi apabil dilanjutkan dengan membentuk kelompok dalam mengikis racun itu sehingga menjadi ‘bayty jannaty’ (kantorku adalah surgaku).

Al-Quran mengajarkan: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah: 119).