KH. Imam Jazuli Penggenggam Visi dan Ideologi Pendidikan Santri dan Politik

Kecerdasan Hati

KH. Imam Jazuli Penggenggam Visi dan Ideologi Pendidikan Santri dan Politik

Oleh Dr. HC. Ubaydillah Anwar

TRIBUNNEWS.COM – Ketika melihat alumni pesantren banyak yang memanfaatkan ruang reformasi sebatas di podium untuk mengoreksi realitas, KH. Imam Jazuli justru tidak begitu. Saya dipanggil untuk diajak mendiskusikan sekolah politik bagi para santri yang telah memiliki modal sosial dan material di masyarakat.

Maka berdirilah Sekolah Politik Bina Insan Mulia tahun 2018. “Para santri yang telah memiliki modal sosial dan material di masyarakat, hukumnya wajib masuk dalam pertarungan politik. Jangan jadi santri yang cengeng, yang hanya bisa mengeluh dan menyalahkan tapi tidak punya tindakan,” tegasnya ketika membuka Sekolah Politik Bina Insan Mulia.

Kepada lulusan Universitas Al-Azhar Mesir yang telah menjadi kader partai, kami undang untuk diberi bekal strategi pemenangan, memahami peta aturan, dan manajemen diri. Hadirlah 90 peserta dari seluruh partai di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke di Pesantren Bina Insan Mulia.

Untuk narasumber, kami hadirkan pakar dari SMRC (Saiful Mujani Research & Consulting), pakar psikologi dan branding politik dari Universitas Indonesia, Panwaslu dan KPU. Tak ketinggalan juga mengundang motivator nasional dan menggandeng mitra media.

Sekolah Politik Bina Insan Mulia adalah aktualiasasi perdana dari idealisasi dan ideologi KH. Imam Jazuli di tanah air setelah sebelumnya aktif di politik internasional, baik di Mesir maupun di Malaysia.

Dari Dialog ke Keputusan Politik

Setelah Pemilu 2019, KH. Imam Jazuli mulai aktif menerima kunjungan sejumlah tokoh partai politik dari pusat sampai daerah. Antara lain Ketum PAN, Ketum PKB, Demokrat, Nasdem, Golkar, PDIP, dan lain-lain. Sejumlah kader KH. Imam Jazuli pun banyak yang menempati pos penting di berbagai partai politik.

Seiringan dengan itu, KH. Imam Jazuli melihat kebutuhan lain di masa depan di Indonesia ini, terutama peran kaum santri dalam memimpin pembangunan. Mulailah merintis Pesantren Bina Insan Mulia 2 pada 2020, sebagai pesantren yang memprioritaskan penguasaan ilmu-ilmu kauniyah dengan target lulusan ke perguruan tinggi di negara maju. Antara lain Australia, Amerika, dan Eropa.

“Mestinya, santrilah yang menentukan anggaran pembangunan, santrilah yang mengurus hutan, pertanian, dan jalan raya. Jangan sampai santri hanya kebagian tukang doa saja,” teriaknya suatu ketika di depan para guru dan santri.

Pada perjalanan berikutnya, KH. Imam Jazuli melihat ke luar lagi, ke arah potret posisi NU dalam politik nasional. NU dengan warganya yang mayoritas dalam pesta politik justru kerapkali hanya difungsikan seperti daun salam, hanya sebagai pelengkap.

Dalam refleksinya, NU tidak memiliki SDM yang mumpuni, terutama teknokrat dan birokrat untuk mengeksekusi kekuasaan yang didapat. Di samping itu, strategi NU yang asyik dengan diaspora politik ke berbagai partai dinilai melemahkan NU. Karena itu, diaspora harus diakhiri dan kembali ke satu partai: PKB.

Kiai penggemar kaos oblong ini mulai aktif menggelorakan “Ngaku NU wajib ber-PKB”. Mulailah membuat koas, postingan motivasi, menerbitkan buku, video, dan memfasilitasi berbagai kegiatan intelektual dan sosial untuk kader NU dan PKB.

Langkahnya mengundang ketertarikan banyak pihak. Tokoh pers nasional, Dahlan Iskan, sampai menulis khusus beberapa kali di laman utama webistenya. Tak terkecuali para pembesar PKB Pusat, mulai dari Cak Imin, Gus Jazil, Kang Cucun, dan lain-lain kerap datang untuk mendiskusikan masa depan.

Pilihan KH. Imam Jazuli ke PKB bukan sebatas alasan emosional sebagai warga NU kultural. Ada alasan teologis yang terkait dengan eksistensi ideologi ahlu sunnah wal jama’ah, pelurusan sejarah bahwa hanya PKB-lah partai yang lahir dari rahim NU, posisi kaum santri dalam pembangunan dan kekuatan dakwah NU ke depan apabila PKB menjadi parta besar.

Visi, Strategi dan Ekesekusi

Rentetan gebrakan yang dilakukan selama ini membuktikan bahwa KH. Imam Jazuli adalah sosok yang bervisi. Bervisi adalah produk dari kemampuan seseorang untuk mengkonstruksi potret masa depan ideal dan mampu menjadikannya sebagai energi untuk mencapainya.

Kata Albert Einstein, imajinasi itu lebih penting dari pada pengetahuan. Banyak pengetahuan tak menghasilkan perubahan jika krisis imajinasi dan hampa visi.

Tentu saja, visi semata tidak melahirkan gebrakan apa-apa jika tidak dilanjutkan dengan stretegi dan ekseksekusi. Saya lumayan sering diajak berdiskusi mengenai strategi dengan Kiai Imam. Terkadang di rumah, di jalan, di rumah makan, dan sering juga di hotel. Tapi saya lebih memilih menyimak, mencerna, dan sekali-kali bertanya atau merespon.

Itu saya lakukan karena saya tahu berdasarkan bukti-bukti bahwa Kiai Imam Jazuli memiliki lompatan yang di atas rata-rata soal strategi. Lebih-lebih kalau berbicara soal eksekusi. Kiai penggemar bangunan etnik ini punya nyali yang sudah benar-benar “without the box”. Jika orang berani di angka 5, Kiai sahabat saya ini pasti akan berani di angka 7 sampai 10.

Meruju pada hasil riset Prof. Teresa M. Amabile (1998), dari Harvard University, orang-orang yang kreatif dalam strategi dan eksekusi ini umumnya memiliki tiga hal kembar. Yaitu memiliki energi yang besar untuk mewujudkan visinya, memiliki skill yang handal dari latihannya, dan memiliki keberanian untuk mencoba hal-hal baru.

Makna dan Kontribusi

Bagi perjuangan PKB, hadirnya KH. Imam Jazuli sebagai tokoh ideologis yang telah membuktikan nyalinya, adalah bom keyakinan yang harus digunakan untuk menyingkirkan keragu-raguan dan rasa yang tidak pantas untuk menang atau menjadi besar. Kalkulasinya jelas. Ketika PKB mampu merebut warga NU, tidak usah semuanya, PKB akan menjadi partai besar.

Bagi warga NU, terutama NU kultural, kehadiran KH. Imam Jazuli perlu ditangkap sebagai kesadaran baru. Agar NU powerful dalam menentukan pembangunan, maka dakwahnya tidak cukup kultural dan politik kebangsaan. Harus mendapatkan dukungan dari politik kekuasaan. Caranya sudah jelas, yaitu memberikan dukungan kepada partai politik yang dilahirkan dari rahim NU, yaitu PKB. “PKB besar NU makin perkasa”, tegas Kiai Imam.

Ketika NU-PKB menjalin hubungan sinergis dalam politik, sudah tentu dampaknya akan semakin powerful bagi santri dan pesantren, terutama peranannya dalam pembangunan Indonesia.

Sejarah dunia mencatat bahwa yang mengubah masyarakat itu bukan serdadu militer atau demo massa, tetapi visi seorang visioner yang didukung oleh militer dan massa. Salam Ngaku NU Wajib Ber-PKB.

Penulis adalah Direktur Sekolah Politik Bina Insan Mulia, Cirebon, Jawa Barat dan Heart Intelligence Specialist