LAILATUL QODAR; MASIHKAH DITURUNKAN OLEH TUHAN…?

LAILATUL QODAR; MASIHKAH DITURUNKAN OLEH TUHAN…?

Lailatul Qodar berarti malam yang penuh keagungan, malam yang super-sangat menentukan, dan malam yang dipenuhi kemuliaan. Itulah beberapa arti yang dikandung oleh kata “qodar”.

Penjelasan di atas sangat mudah dipahami oleh siapapun ketika dikaitkan dengan turunnya al-Quran.

Hadirnya al-Quran sangat menentukan nasib manusia dan dunia ini. Setiap orang diberi pilihan untuk menjadi mukmin, kafir, munafik, ateis, agnostik, atau apapun. Yang tidak bisa dipilih adalah apabila seseorang ingin langkah hidupnya selamat, maka harus bertakwa. Takwa adalah hukum yang menentukan.

Pesawat terbang, menggoreng kerupuk, sampai komen di medsos apabila ingin selamat harus takwa.
Dalam al-Quran, takwa ada yang berlaku umum (kauniyah) dan berlaku khusus (syar’iyyah). Takwa umum perlaku untuk semua makhluk, semua gerakan, dan semua peristiwa. Takwa dalam arti ketaatan terhadap hukum-hukum kauniyah (alam/saintifik) yang sudah ditetapkan Allah.

Al-Quran adalah kitab yang menjamin zero-errors (tidak ada kemungkinan salah selama-lamanya). Laroiba fih. Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai rahasia akhirat dan rahasia dunia ini yang tidak sanggup ditandingi oleh manusia manapun selama-lamanya.

Bukankah ini keagungan bagi orang-orang yang mau menggunakan hati dan pikirannya? Tanpa penjelasan al-Quran, siapa yang bisa ngomong secara pasti Tuhan itu esa/satu?

Selain sebagai petunjuk, al-Quran menyediakan obat dan cahaya bagi hati. Tentu dengan syarat apabila arti dan maknanya diserap oleh hati yang cerdas (qolbun salim). Yaitu hati yang meyakini kebenarannya dan membuktikannya dalam praktik hidup.

Hati menjadi pokok bahasan yang istimewa dalam al-Quran. Tidak kurang dari 230 ayat berbicara mengenai hati. Terkadang menggunakan kata dada (shudurun), hati (qolbun), hati kecil (fuad), dan hati inti (albab).

Kenapa hati? Hatilah tempat hidayah. Hatilah tempat iman. Hatilah tempat ilmu (understanding). Langkah manusia di dunia ini ditentukan oleh mata yang ada di dadanya (QS. al-Haj: 46), bukan mata yang ada di kepala (baik mata fisik maupun mata pikiran).

Karena al-Quran menyediakan obat, cahaya, dan ilmu bagi hati yang merupakan ruling organ (penentu langkah), maka turunnya al-Quran adalah kemuliaan bagi manusia dan dunia ini.

Singkat kata, malam diturunkan al-Quran adalah malam penuh berkah (berlimpah kebaikan). Pada malam itu, jagat ini digambarkan penuh sesak dengan malaikat.

Lailatul Qodar & Takdir Hidup Manusia

Didasarkan dari hadits Nabi SAW yang begitu mashur, banyak orang yang menggenjot ibadahnya di masjid di malam-malam terakhir bulan Ramadlan. Utamanya malam ganjil. Mulai dari terawih, tadarus al-Quran, wirid, dan shalat sunnah lain. Melalui praktik ini, banyak penafsiran muncul dari para ulama terkait Lailatul Qodar.

Ada yang berpendapat, di malam Lailatul Qadar itu kadar rejeki seseorang ditentukan selama setahun. Ada lagi yang berpendapat, di malam Lailatu Qodar itu nilai ibadah manusia mengalami kelipatan dahsyat, sama seperti ibadah seribu bulan. Ada juga yang berpendapat, di malam itu ibadah seseorang dapat menghapus dosa-dosa sebelumnya.

Terlepas pemahaman manapun yang kita praktikkan hari ini, tapi yang jelas Lailatul Qadar itu waktunya dan bentuknya dirahasiakan oleh Allah. Karena itu, akan lebih beruntung jika seseorang saat ini menunggu datangnya Lailatul Qadar menerapkan disiplin berharap berdasarkan hukum syar’iyyah dan kauniyah yang diajarkan al-Quran.

Berharap kepada Allah adalah ibadah hati. Bahkan disebut sebagai kendaraan menuju Allah. Tanpa harapan, seseorang akan gelap dan sesat hatinya. Tapi berhadarp menurut agama tidak sama pengertianya dengan berharap seperti yang kita definisikan.

Ulama tasawuf, seperti al-Ghazali, Ibnu Qoyyim, dan lain-lain menjelaskan bahwa untuk berharap itu harus menempuh tiga disiplin penting. Yaitu: menggunakan ilmu, mengolah keadaan hati, dan membuktikan dalam tindakan (ilmun, halun, wa’amalun).

Disiplin di atas dapat kita terapkan untuk mengharap perubahan takdir dari Allah di bulan Ramadlan ini. Kita bisa mulai dari merenungi pesan-pesan al-Quran karena Lailatul Qadar terkait dengan al-Quran. Dari sekitar 6.236 ayat al-Quran, kira-kira manakah satu ayat saja (sedikitnya) yang menurut kita perlu kita jadikan dasar untuk perubahan diri. Perubahan takdir bersumber dari perubahan diri.

Tentu dibutuhkan kondisi hati yang terus menerus mengharapkan rahmat Allah dengan yakin (optimis). Untuk sebuah perubahan yang besar atau berarti, tahu dan mampu saja tidak cukup. Dibutuhkan yakin. Bahkan seringkali yakin lebih menentukan ketimbang tahu dan mampu.

Ujungnya adalah aksi nyata. Action plan. Kita perlu menentukan apa yang kita lakukan dan apa yang harus kita hindari agar perubahan diri terjadi. Selama kita terus berkomunikasi dengan hati, kita akan diberi tahu melalui berbagai bentuk (intuisi). Lebih sempurna lagi apabila ditambah pengetahuan dari luar (buku, video, masukan para ahli atau bacaan).

Kepada orang yang berharap, al-Ghazali pernah berpesan. Isinya kurang lebih begini: kalau Anda menabur benih di tanah yang cocok lalu Anda merawatnya seoptimal mungkin, maka menunggu sukses masa panen adalah harapan. Kalau Anda merawatnya dengan kemalasan, maka menunggu sukses masa panen adalah khayalan. Dan jika Anda sudah merawatnya namun keliru caranya atau tidak cocok benih dan tanahnya, maka menunggu sukses masa panen adalah kebodohan.

Berharap Lailatul Qodar, semoga tidak tatingharap…”