MEMBERI FEEDBACK NEGATIF KEPADA ATASAN, BAGAIMANA CARANYA?

Kecerdasan Hati

Serial Kecerdasan Hati

MEMBERI FEEDBACK NEGATIF KEPADA ATASAN, BAGAIMANA CARANYA?

Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist

Saya termasuk orang yang beruntung karena dulu atasan saya sering memberikan feedbacak dari cara saya berkomunikasi kepada mitranya di Saudi. Berdasarkan file faksimile, al-marhum atasan saya mengarahkan apa yang harus saya sampaikan mestinya dan bagaimana menyampaikannya. Dari situlah perubahan saya lakukan. Saya yakin banyak orang yang beruntung dari feedbacak atasannya.

Feedback adalah tanggapan kita terhadap apa yang dilakukan orang lain. Ada yang positif dan ada yang negatif. Dalam manajemen, feedback sudah biasa dijadikan alat bantu untuk perbaikan dan peningkatan, baik karakter maupun keahlian. Bagi seorang atasan, memberikan feedback negatif kepada bawahannya dapat dilakukan kapan saja dan relatif dengan cara yang lebih bebas.

Masalahnya adalah bagaimana ketika seorang bawahan, yunior, follower, atau murid ingin memberikan feedback kepada atasan, senior, atau gurunya. Lebih-lebih berupa feedback negatif. Bagaimana caranya?

Ciri pengikut atau bawahan yang bagus, tentu tidak sebatas jujur dan loyal, tapi harus juga pintar, termasuk pintar dalam merespon situasi atau keadaan yang ditimbulkan oleh keputusan atasan yang kurang tepat. Bukan sebatas membiarkan segala keadaan memutuskan dirinya dan memuji, apalagi pujian palsu.

Untuk memperkaya apa yang sudah Anda miliki, saya ingin share sedikit.

Pertama, pasti mengedepankan adab (cara-cara yang sopan yang bisa diterima oleh hati atasan). Cara dalam berkomunikasi jauh lebih penting ketimbang materi komunikasi. Banyak orang yang tidak mau menerima feedback bukan soal materinya, tetapi soal caranya. Apalagi terhadap senior atau atasan.

Kedua, pastikan waktunya tepat dan keadaannya mendukung. Misalnya, meminta waktu khusus agar bisa berbicara secara face-to-face, bukan di ruang umum. Bisa juga menunggu waktu saat dipanggil atau momen lain yang menurut kita tepat untuk menyampaikan.

Ketiga, menyampaikan materi feedback secara tidak langsung. Ibarat makanan, harus dimasak dan dibungkus dulu supaya matang dan enak dirasakan. Konkretnya, yang bisa kita sampaikan antara lain perkembangan situasi, problem yang muncul atau respon orang lain terhadap keputusan atasan  berdasarkan bacaan kita. Tentu diperkuat dengan bukti.

Tanpa harus menyatakan bahwa apa yang telah dilakukan atasan itu perlu dievaluasi, sesungguhnya bukti-bukti di lapangan telah berbicara secara nyata. Bisa juga diperkuat dengan pengalaman orang lain atau hasil study ahli. Yang perlu dihindari adalah menyalahkan orangnya, idenya, atau langkahnya.

Keempat, tetap memberi ruang kepada atasan untuk memberikan tanggapan lebih dulu, baik berupa saran umum, solusi khusus, atau guideline.

Kelima, memasukkan usulan atau ide-ide perbaikan yang kita maksudkan. Akan lebih enak dirasakan apabila kita menggunakan kalimat pertanyaan. Misalnya, kita ingin agar sistem rekrutmen diperbaiki, lalu kita tanya apa respon atasan jika kita menggunakan teknik interview yang lebih professional.

Intinya, feedback adalah komunikasi dan ini tidak bisa disampaikan apa adanya. Baik itu kepada atasan, sejawat, maupun ke bawahan. Semua komunikasi membutuhkan strategi.

Al-Quran mengajarkan banyak hal mengenai hal ini. Kepada Fir’aun yang merupakan penguasa perkasa, Allah SWT menyuruh Nabi Musa dan Nabi Harus agar menggunakan strategi komunikasi yang lunak (qawlan layyina).

Kepada Abu Lahad dan Arwa, pasangan suami istri yang menghalangi perjuangan Nabi Muhammad SAW, Allah SWT tidak menyebut orangnya yang jahat (person) dalam al-Quran, tetapi tangannya dan istrinya yang merupakan si pembawa kayu bakar.

Jadi, Allah saja sangat berstrategi dalam komunikasi-Nya. Semoga bermanfaat.