MENYAMBUT LAILATUL QADAR DENGAN DETERMINASI HATI

Kecerdasan Hati

Serial Kecerdasan Hati

MENYAMBUT LAILATUL QADAR DENGAN DETERMINASI HATI

Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist

Begitu memasuki hari ke-17 Ramadhan, para imam sudah mengulang-ngulangi bacaan Surat al-Qadr dalam tarawihnya. Bahkan sehari-dua hari sebelumnya sudah banyak yang melakukan. Hal demikian bisa dipahami sebagai doa, semoga mereka mendapatkan Lailatul Qadr.

Jika dikaji dari pendapat ulama, ada tiga pengertian Lailatul Qadr yang begitu dominan.

Pertama, Lailatul Qadr adalah malam keagungan. Disebut keagungan karena pada malam itu al-Quran diturunkan ke langit dunia. Al-Quran adalah kitab suci yang mampu membongkar segala rahasia dunia dan akhirat dengan kepastian tidak ada salah sama sekali (laa royba fihi).

Di samping itu, al-Quran adalah kitab yang berisi pesan dan pelajaran kehidupan yang telah dipermudah oleh Allah untuk dipelajari. Dan itu Allah SWT sampaikan berkali-kali sebagai bukti “keseriusan”.

Sayangnya, hanya sedikit orang yang mau mengambil pelajaran dari al-Quran. Interaksi sebagian besar umat Islam dengan al-Quran barulah sebatas membunyikan redaksinya (lafadz Arabnya). Memang sudah bagus dan sudah berpahala, tetapi untuk diharapkan akan menghasilkan performa hidup dan kemaslahatan manusia, tentu masih jauh jaraknya.

Kedua, Lailatul Qadr adalah malam yang penuh sesak. Dikatakan demikian karena pada malam itu malaikat turun memenuhi bumi untuk mencatat berbagai kebaikan yang dilakukan oleh seorang hamba. Kebaikan di malam itu nilainya sangat tinggi, setara dengan lebih dari seribu bulan. Rasulullah SAW mencontohkan agar kita berjuang keras di malam-malam 10 hari terakhir, terutama di malam ganjil.

Ketiga, Lailatul Qadr adalah malam penentuan urusan besar termasuk urusan manusia berdasarkan apa yang dilakukan. Biasanya, penjelasan ini dirujukkan ke firman Allah dalam dalam Surat ad-Dukhan 3-5:

“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul.”

Berdasarkan ketiga pegertian di atas, maka amalan kebaikan yang bisa diprioritaskan (digenjot) adalah yang terkait interaksi kita dengan al-Quran. Sebisa mungkin, kita perlu mendapatkan berbagai pelajaran baru dari al-Quran hingga membuat hidup kita berubah (qodar baru). Khataman baik-baik saja, tetapi prioritasnya jelaslah mengambil pelajaran.

Amalan lain yang sangat dianjurkan adalah memperbanyak ibadah individual dan ibadah sosial. Kedua ibadah ini tak terpisahkan dalam agama. Hal yang perlu dicatat adalah suatu perbuatan itu dinilai ibadah atau bukan tergantung tiga hal yaitu niat, tata cara, dan hasil (dampak). Mari kita niatkan karena Allah, kita lakukan berdasarkan petunjuk ilmu, dan hasinya nyata kebaikannya bagi kehidupan.

Terakhir, dan ini jarang diingatkan, adalah menciptakan determinasi hati dengan tadabbur (merenung). Determinasi dalam arti kepastian hati untuk menyasar tindakan tertentu untuk tujuan tertentu. Ringkasnya adalah perubahan apa yang kita inginkan dari diri kita agar takdir (qadr) kita berubah. Hal ini perlu kita dialogkan di dalam hati, seorang diri, dan tentang diri sendiri.

Semua perubahan penting manusia diawali dari deterimanasi hati lalu dibuktikan dengan aksi (niat yang kuat). Setelah itu berulah takdir Allah menghampiri. Pasti di dalamnya terdapat dinamika. Ulama besar, Imam Syafi’i berpesan: “Mendambakan kemuliaan hidup tanpa perjuangan sama seperti orang yang menghambur-hamburkan usianya untuk menemukan kemustahilan.”

Semoga bermanfaat.