Perusak Produktivitas Organisasi

Kecerdasan Hati

Serial Kecerdasan Hati

PERUSAK PRODUKTIVITAS DALAM ORGANISASI

Ubaydillah Anwar, CSC, CPT | Heart Intelligence Specialist

Produktivitas organisasi menjadi kunci eksistensi. Sebab, dari sinilah trust (kepercayaan orang) lahir. Riset di bisnis mengungkap peranan trust dalam menggerakkan orang untuk membeli sebesar 80%. Sisanya terkait dengan branding dan faktor lain. Artinya, tanpa trust, organisasi mati.

Angka tersebut dapat menjadi pelajaran bagi organisasi non-profit juga. Praktik di Indonesia membuktikan itu. Banyak organisasi sosial keagamaan atau lembaga pendidikan yang mendapatkan funding dari publik melalui wakaf, misalnya. Apa faktornya? Pastinya ada trust terhadap produktivitas organisasi tersebut dalam mengelola amanah publik.

Produktivitas suatu organisasi dapat rusak karena melakukan hal-hal berikut:

  1. Terlalu cepat ada pergantian atau perputaran

Dua hal ini memang dibutuhkan, tetapi terlalu cepat melakukannya justru malah merusak. Hasil riset Eagel International Resource menyebutkan 40% produktivitas seseorang hilang gara-gara task switching (pergantian) yang tidak tepat.

  1. Tidak memberi ruang kreasi dan eksplorasi

Semua sepakat bahwa organisasi membutuhkan arahan, tujuan, dan strategi eksekusi yang pasti dan kuat. Untuk tiga hal ini, sahabat saya punya pedoman bagi orang-orangnya: no question and no discussion! Banyak diskusi malah bikin lambat.

Tapi dalam hal mengeksekusi strategi tersebut, perlu ada ruang kreasi dan eksplorasi. Sebab, dua hal ini akan membuat hati manusia menjadi lebih cerdas karena ada gerakan di dalamnya. Google punya aturan “20% Rule”. Maksudnya, setiap orang didorong mengalokasikan 20% waktunya untuk berkreasi bagi organisasi yang menurutnya penting.

Ruang kreasi dan eksplorasi akan membangun ikatan hati dan energi sehingga produktivitas seseorang tetap terjaga. Bahkan bisa meningkat.

  1. Membiarkan kehampaan

Urusan hati sangat penting bagi produktivitas organisasi. Organisasi yang membiarkan orang-orangnya kehilangan makna hidup, terutama hubungan antara kerja dan tujuan yang bermakna (life purpose), dapat merusak produktivitas.

Karena itu, berbagai kegiatan yang memfasilitasi setiap orang untuk terhubung kembali dengan tujuan  hidup yang berarti, seperti training, outing, pengajian, meeting mingguan, coaching atasan, dan lain-lain sangat penting. Hati perlu digugah, perlu diikat, perlu dingatkan, perlu dibersihkan, dan perlu digerakkan.

Sebab jika tidak, ruang hati menjadi hampa, dan hal ini dapat merentankan orang terkena ‘burn-out’ (kehilangan energi) dan ‘career paralysis’ (kelumpuhan berkarier). Bagi generasi sekarang (Gen Z), seperti diberitakan Kompas, sebanyak 41% memilih menganggur ketimbang tidak bahagia di tempat kerja. Riset dilakukan tahun 2022 di wilayah Eropa, Asia Pasifik dan Amerika.

Bagaimana di Indonesia? Kata kawan saya: hari ini, loyalitas pegawai lebih ke kariernya dan  dirinya, bukan ke perusahaannya, seperti saya dulu!

Semoga bermanfaat.