SELAMAT DATANG ZAMAN ANTI-PENSIUN

Kecerdasan Hati

Serial Kecerdasan Hati

SELAMAT DATANG ZAMAN ANTI-PENSIUN

Ubaydillah Anwar, CSC,. CPT. | Heart Intelligence Specialist

Disrupsi digital mengubah segalanya.

Meski diperkirakan akan ada 400-800 juta pekerjaan yang akan hilang sampai tahun 2030, tetapi ada pekerjaan baru yang jauh lebih banyak. Sekitar 900 juta pekerjaan baru akan hadir di seluruh dunia. Itu prediksi riset McKinsey 2019 yang dipublikasikan beberapa media.

Hari ini, dengan berlimpahnya fasilitas teknologi, semua orang dimanapun ia hidup, selama dapat terhubung dengan internet, ia memiliki kesempatan untuk mendapatkan sustainable career (karier yang anti-pensiun).

Semua orang difasilitasi oleh internet untuk menyajikan layanannya kepada masyarakat. Layanan itulah yang menjadi kunci karier dan bisnis. Layanan akan menciptakan pelangga n dan pelanggan adalah tujuan bisnis. “Tujuan dari semua bisnis adalah pelanggan,” pesan al-marhum Prof. Peter Drucker,

Rumah akan menjadi pusat kegiatan bisnis dan belajar. Selain juga tempat tinggal. “Jika Anda tidak menemukan layanan apa yang bisa Anda berikan kepada khalayak, Anda selesai,” pesan para pakar pengembangan karier. Inilah era layanan. Dari rumahnya seseorang bisa menawarkan layanan pijat, training memasak, konsultasi perpajakan, sampai ceramah agama.

Tentu untuk mendapatkan rahmat dan berkah sustainable career tersebut tidak gratis. Meminjam istilah Bank Dunia, dibutuhkan reskilling (belajar lagi skill baru) dan upskilling (meningkatkan keahlian).

PERSIAPAN MENUJU ‘SUSTAINABLE CAREER’

Langkah paling awal sebelum berbicara sustainable career adalah menggeser paradigma hidup. Dari yang semula sebagai penganut paham ‘job security’ harus digeser ke penganut paham ‘career security’.

Paham ‘job security’ berarti orang tersebut berpikiran dan berkeyakinan bahwa nasib kariernya ditentukan oleh pekerjaan di kantor, oleh kekuatan di luar dirinya, oleh perusahaan, dan seterusnya. Ia menempatkan diri sebagai objek atau bahkan victim.

Penganut pahami ini menolak untuk mempelajari skill baru sesuai keunggulannya. Ia hanya mempelajari atau mengarjakan apa yang disuruh oleh rutinitas di tempat kerja.

Sebaliknya, penganut paham ‘career security’ mengandalkan nasib kariernya pada penguasaan skill, pada network yang dibinanya, para usaha yang dilakukannya, dan pada Tuhan yang disembahnya. Inilah yang disebut praktik tawakal: hati bergantung kepada Penguasa jagat, tapi otak dan seluruh anggota badan bergerak menuju tujuan.

Penganut pahami ini, seperti kata Henry Ford, industriawan America, selalu hidup. “Businesses that grow by development and improvement do not die.”

Artinya, dibutuhkan keberanian untuk menyingkirkan hijab/tabir hati yang selama ini takut melompati comfort zone, menaruh harapan pada orang dan kenyatan secara berlebihan, dan selalu terhalang oleh “tapi” yang muncul dari dalam.

Hasil riset yang saya baca di Harvard Business Review (Juli/29/2016) menyadarkan saya. Riset mengungkap: “Jika Anda tidak pernah keluar dari ‘comfort zone’ (kenyamanan rutinitas, Anda tidak pernah serius mempelajari sesuatu.”

Semoga bermanfaat.