Serial Kecerdasan Hati – KENAPA “HATIMU ADALAH HAKIKATMU”? APA BUKTI-BUKTINYA?
Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence Specialist
“Hatimu adalah hakikatmu,” demikian temuan spiritual (mukasyafah) orang-orang arif. Sebab, hati adalah raja dalam pemerintahan jiwa (al-malik).
Temuan ini juga sinkron dengan hasil riset ilmuwan mutakhir (HeartMath: 1995) yang mengungkap bukti-bukti bahwa hati fisik (jantung) adalah global coordinator (koordinator jiwa dan raga manusia).
Peradaban Barat menyebut hati sebagai tempat singgasana esensi manusia yang disebut ‘being’ sehingga hanya manusia yang punya hatilah yang disebut human being (pada dasarnya).
Terkait dengan bukti-bukti, mari kita mulai dari yang paling besar (makro).
Negara dengan pemerintah di dalamnya dibentuk untuk melindungi yang kecil supaya tidak dicaplok oleh yang besar. Juga untuk memberikan ruang berprestasi kepada orang-orang yang benar dan sungguh-sungguh. Dan juga untuk menghukum orang-orang yang jahat.
Tapi di tangan orang yang hatinya gelap dan keliru, aturan negara dan pemerintah justru dipakai untuk yang sebaliknya. Yang kuat malah semakin membabi buta. Aturan bisa disetir. Orang-orang yang benar dan sungguh-sungguh seringkali malah kalah oleh orang yang jahat. Jadi, hati adalah hakikat manusia.
Pabrik obat dan ilmu kedokteran pun sama. Di tangan hati yang jernih dan lurus, keduanya adalah solusi bagi kemanusiaan. Tapi di tangan hati yang gelap dan keliru, kedunya adalah bencana. Pabrik obat dapat digunakan untuk menciptakan ketergantungan manusia kepada obat, alias supaya sakit terus. Jadi, hati adalah hakikat manusia.
Media sosial pun sama. Di tangan hati yang jernih dan lurus, media adalah perekat sosial. Tapi di tangan hati yang gelap dan keliru, media sosial justru menciptakan keadaan yang anti-sosial. Orang bisa menghina dan meng-olok-olok orang lain semau-maunya.
Semua perintah agama yang pasti benarnya dan pasti baiknya jika dijalankan oleh hati yang keliru dan gelap, akan menimbulkan hasil yang salah dan bermasalah. Jama’ah tapi isinya malah pertengkaran.
Ketika ajaran agama diolah menjadi energi untuk berkreasi dan inovasi, hasilnya adalah karya peradaban yang luar biasa. Tapi jika diolah menjadi muatan nafsu, pelarian, dan anti ilmu, justru hasilnya kerap destruktif (merusak kehidupan).
Ini semua tergantung hati. Jadi, hati bagi manusia adalah hakikatnya.
Semoga bermanfaat.
0 comments
Write a comment