Serial Kecerdasan Hati – KENAPA SUDAH PROFESOR KOK MELAKUKAN PENYIMPANGAN BERPIKIR?

Serial Kecerdasan Hati – KENAPA SUDAH PROFESOR KOK MELAKUKAN PENYIMPANGAN BERPIKIR?

Ubaydillah Anwar, CSC, CPT. | Heart Intelligence Specilist

“Kenapa sudah profesor kok bisa melakukan penyimpangan berpikir?” tanya seorang kawan membuka obrolan lebaran di rumah saya kemarin.

Beberapa hari menjelang Idul Fitri, jagat medsos diramaikan oleh protes terhadap tulisan seorang profesor yang melakukan distorted thinking (penyimpangan berpikir) dengan kesimpulannya.

Pertama, menyimpulkan bahwa ternyata orang yang tidak berjilbab mampu mencapai kompetensi dan prestasi akademik (skor IELT, hasil wawancara LPDP, dll) lebih unggul dibandingkan dengan orang berjilbab. Bahkan masih ditambah dengan ungkapan “gurun” sebagai sikap yang merendahkan bagi sebagian orang.

Jika kesimpulan di atas yang dimaksudkan, tentulah itu distorsi. Apa hubungannya jilab dan kompetensi? Jilbab wilayahnya di pilihan kesadaran, sedangkan kompetensi wilayahnya di pilihan kerja keras dan kerja cerdas. Siapapun bisa mencapai kompetensi akademik asalkan kerja keras dan kerja ceras, baik dengan cara yang lurus maupun dengan cara yang bengkok (menyuap, curang, misalnya).

Kompetensi, kekayaan, jabatan, dan semisalnya termasuk nikmat Tuhan yang diberikan secara kompetitif (ar-Rahman). Sedangkan kesadaran iman, takwa, berintegritas, termasuk berjilbab jika dilakukan untuk kesalehan jatidiri, adalah nikmat eksklusif (ar-Rahim). Jika distorsi tidak dihentikan, lama-lama pak profesor bisa bikin status begini: orang yang shalatnya rajin banyak yang miskin, padahal bandar narkoba saja kaya raya.

Kedua, menyimpulkan ungkapan masya Allah, biqodrillah, dan seterusnya sebagai KPI (Key performance indicator) akhirat yang tidak pas untuk diucapkan di dunia. Jika ini yang dimaksudkan, benar-benar profesor telah krisis toleransi. Kenapa?

Seluruh bangsa di muka bumi ini memiliki bahasa untuk menyiasati dan menyikapi ruang hidup yang di luar kontrol secara bijak. Sebagian orang Islam di Indonesia menggunakan bahasa al-Quran atau hadist Nabi sebagai pilihan. Tentu saja bahasa Arab, seperti masya Allah itu. Dan inipun pilihan yang sah.

Orang Jawa memiliki bahasa seperti kersaning ngalah, mugo-mugo, dll. Orang Barat menggunakan istilah: may God, goodluck, dan seterusnya. Bahasa seperti semoga, mudah-mudahan, atau saya berharap, adalah ungkapan spiritual sebagai pengakuan adanya kekuatan di luar kita.

Misalnya pak profesor tidak suka ungkapan berbahasa Arab, tidak masalah. Itu hak perasaan. Tetapi tuntutan hidup seseorang di ruang publik terhadap hal yang demikian adalah bertolerasi sebagai ciri peradaban.

Ketiga, menghakimi orang lain, baik ke pribadi atau kelompok, apabila merugikan disebut kedzaliman. Tapi ada kedzaliman yang hanya bisa dituntut oleh Tuhan dan ada kezdaliman yang manusia pun punya kuasa untuk menuntutnya. Kapan itu?

Misalnya pak profesor berbicara hanya dengan istrinya, sahabatnya, atau timnya soal orang berjilab, tentu sulit untuk dituntut oleh manusia. Hamipr semua kita ‘menikmati’ dosa berghibah di ruang khusus. Tapi ketika itu disampaikan di ruang publik, maka orang lain yang merasa dirugikan punya hak sosial untuk menuntut.

MAKHMUMUL QULUB: WHAT IS THAT?

Kenapa sudah profesor kok masih melakukan penyimpangan berpikir? Sejarah mencatat anak, menantu, keluarga sebagaian nabi pun bisa melakukan itu. Bahkan lebih dari itu: melakukan distorted action (tindakan kezaliman/kerusakan).

Apa rahasianya? Riset ilmiah dan discovery ulama tasawuf menyimpulkan bahwa hati manusia, baik hati fisik (jantung) maupun hati rohani mengkomando otak dan perilaku.

Dalam Science of the Heart (2008), riset HeartMath mengungkap jantunglah yang sering berkomunikasi dengan otak, bukan sebaliknya, Karena itu, jantung disebut sebagai the ruling organ atau global coordinator.

Al-Ghazali dan ulama tasawuf lain menyimpulkan hatilah (hati rohani) yang menjadi raja dalam pemerintahan jiwa. Selain hati, semua organ jasmani dan rohani manusia adalah pasukan sekaligus pelayan hati.

Artinya, ketika hati error, maka otak dan perilaku sangat mungkin melakukan distorsi? Supaya tidak terjadi, bagaimana caranya? Rasulullah SAW menyebut istilah rahasia: “makhmumul qulub”. Para sahabat belum tahu apa maksudnya.

Berdasarkan hadist Nabi SAW, makhmumul qulub (hati yang terpelihara) adalah hati yang selalu bertakwa (eleng wan waspodo) dan hati yang selalu dibersihkan sehingga tidak ada noda, selalu bercahaya, tidak ada kebencian dan kedengkian.